Setelah serangkaian perenungan dan pertimbangan panjang, kamu memutuskan untuk menjadi pengusaha. Kamu sudah siap menghadapi segala risiko dan tantangan yang menunggu di depan. Kamu sudah menyiapkan rencana bisnis dan strategi pemasaran yang terbaik untuk bisnismu. Kamu sudah siap untuk menjadi pengusaha.
Tapi tunggu dulu. Ada banyak hal yang harus kamu perhatikan untuk menjadi pengusaha, khususnya bagi pemula. Artikel ini memilihkan sembilan yang paling penting.
1. Kembali ke Akar
Terkadang, ketika bisnis kita mulai berjalan dan berkembang, kita mulai dihadapkan pada banyak sekali pilihan peluang bisnis baru. Dengan keuntungan yang kamu terima, kamu pun tergoda untuk membuka usaha baru yang berbeda.
Sebelum kamu memutuskan untuk melakukan hal ini, kamu harus kembali pada akar bisnismu. Tengok kembali visi, misi, dan target bisnismu yang kamu buat saat kamu menyusun rencana bisnis. Sudahkah semuanya tercapai? Kalau semuanya sudah tercapai, coba telaah lagi: masih bisakah usahamu yang ini dikembangkan menjadi lebih maju atau lebih besar lagi? Kalau masih, lakukan dulu.
Memperbanyak jenis bisnis memang memberi jaminan keamanan. Kalau bisnis yang satu sepi, mungkin yang satu lagi bisa lebih ramai. Yang kamu tidak boleh lupa adalah proses memulai bisnis yang menyita waktu dan tenaga.
2. Positive Attitude, bukan Positive Thinking
Kita sering mendengar nasihat, “Ya kamu positive thinking aja.” Betul, kita memang seyogianya berprasangka baik terhadap orang lain. Namun positive thinking ini bisa berdampak buruk juga. Tanpa kamu sadari, kamu akan punya ekspektasi yang terlalu tinggi pada orang lain, atau pada keadaan, dan ketika ekspektasimu itu tidak terpenuhi, kamu akan sangat kecewa dan merasa tertipu bahkan merasa dikhianati.
Yang semestinya kamu punya adalah positive attitude. Sikap yang positif terhadap segala situasi. Bedanya apa sih?
Misalnya tokomu biasanya ramai pada malam Minggu. Entah kenapa, malam Minggu ini tokomu sama sekali sepi pembeli. Orang yang positive thinking akan berpikir, “Ah, mungkin karena hujan, ya. Semoga besok ramai lagi.”
Sementara, kalau kamu punya positive attitude, kamu akan menyikapinya dengan berpikir, “Kenapa ya, tokoku sepi? Kalau karena hujan, apa yang harus aku lakukan supaya tokoku tetap ramai pembeli meskipun hujan? Atau karena belum ada stok baru? Strategi marketing apa yang harus aku gencarkan supaya ini tidak terulang lagi?”
3. Fokus pada Solusi
Dalam menjalankan usahamu nanti, masalah demi masalah akan datang silih berganti. Bisa jadi, awalnya tokomu adalah toko pertama dan satu-satunya yang menjual suatu jenis barang di kotamu. Namun dalam kurun waktu enam bulan, sudah muncul dua toko lain yang serupa.
Kalau kamu fokus pada masalahnya, kamu hanya akan melakukan tindakan reaktif: bersaing dengan memainkan harga jual. Di permukaan, ini seakan-akan sudah memecahkan masalah. Pembeli akan tetap memilih berbelanja di tokomu. Namun ini juga melukai proyeksi pendapatanmu.
Fokus pada solusi yang benar-benar memecahkan masalah. Tawarkan sesuatu yang tidak ditawarkan oleh pesaingmu. Selain bisa membuat pelangganmu bertahan, tidak melukai pemasukan, mungkin malah bisa mendatangkan pelanggan baru.
4. Memanusiakan Manusia
Tidak sedikit pengusaha yang lebih mengutamakan keuntungan daripada memanusiakan manusia. Memaksa karyawan untuk tidak mengambil libur, misalnya, meski dengan menjanjikan tambahan kompensasi, hanya karena kamu ingin tokomu buka sepanjang minggu.
Di satu sisi, ya, mungkin memang bisa mendatangkan lebih banyak keuntungan. Tetapi akan ada kerugian-kerugian yang muncul juga, yang tidak kamu sadari. Misalnya, karyawanmu akhirnya memutuskan untuk berhenti, sehingga kamu harus menginvestasikan waktu dan tenaga lagi untuk merekrut karyawan baru dan mentraining mereka. Atau karyawanmu jatuh sakit. Ini akan berdampak secara langsung pada usahamu tanpa kamu sadari.
Memanusiakan manusia ini juga berlaku untuk pelangganmu. Jangan melakukan kesalahan yang dilakukan oleh kebanyakan bisnis, yang menganggap pelanggan mereka seperti mangsa. Dengan berbagai cara, mereka memperdayai pelanggan mereka sehingga mengeluarkan uang lebih banyak dari yang mereka rencanakan, misalnya.
Perlakukanlah pelangganmu selayaknya manusia. Dengarkan kebutuhan dan keinginan mereka. Kalau pun kamu ingin menawarkan produk atau jasa lainnya, lakukan dengan cara yang ramah dan terbuka, bukan dengan memperdayai.
5. Rencana Cadangan
Ketika kamu menyusun rencana bisnismu, tentu kamu sudah mempertimbangkan potensi-potensi keberhasilan dan kegagalan di masa depan. Tidak ada salahnya membekali dirimu dengan rencana-rencana cadangan. Tujuannya agar kamu selalu siap apa pun yang akan terjadi.
Misalnya kamu memperkirakan bahwa mulai bulan keempat, kamu sudah bisa menjual 1000 cup kopi per bulan. Bekali dirimu dengan rencana cadangan, andaikata pada bulan keempat kamu masih kepayahan bahkan untuk mencapai penjualan 500 cup kopi per bulan. Apa yang akan kamu lakukan? Strategi pemasaran apa yang akan kamu luncurkan?
Jangan lupa juga untuk membuat rencana cadangan kalau-kalau target itu sudah tercapai di bulan kedua. Langkah apa yang harus kamu lakukan selanjutnya?
6. Mulai dari Kecil
Siapa yang tidak ingin membuka bisnis yang langsung besar dan menghasilkan? Kalau kamu punya sumber dayanya, ya lakukan saja. Bagaimana kalau kamu tidak punya sumber dayanya, baik sumber daya manusia maupun finansialnya?
Tidak perlu membuang impian bisnismu yang ideal tadi. Kamu hanya perlu menatanya ulang menjadi rencana bertahap. Mulailah dengan modal yang kamu punya terlebih dulu. Tentukan tahapan berikutnya: apa yang akan kamu tambahkan ke dalam bisnismu kalau sudah terkumpul sekian rupiah? Dengan membaginya menjadi tahapan-tahapan, niscaya impian bisnismu yang ideal tadi pun akan tetap bisa tercapai.
7. Belum Berhasil, bukan Gagal
Kegagalan memang selalu menjadi momok bagi semua pengusaha. Kamu pun mungkin sudah merasa cemas dari sekarang. Yang perlu kamu ingat, dalam berbisnis, tidak ada yang namanya kegagalan. Yang ada hanya upaya yang belum berhasil.
Bukannya keduanya sama saja? Keduanya hampir sama, tetapi tetap berbeda. Kalau kamu melihat sesuatu sebagai kegagalan, secara tanpa sadar kamu akan meninggalkan cara itu dan tidak akan mengulanginya lagi. Tetapi kalau kamu melihatnya sebagai sesuatu yang belum berhasil, kamu akan meluangkan waktu untuk menelaah bagian mana yang bisa dan perlu diperbaiki, dan bagian mana yang tidak perlu diulangi lagi.
8. Di atas Langit Masih Ada Langit
Ungkapan ini sangat penting dijadikan pedoman bagi pengusaha. Uniknya, kamu bisa memahaminya dengan dua cara yang berbeda.
Pemahaman yang pertama adalah semaju apa pun bisnismu, ada bisnis lain yang lebih maju. Pemahaman ini mengajakmu untuk tetap rendah hati dan membumi. Kita diajarkan untuk tidak lekas tinggi hati. Apabila kita tinggi hati, kita akan cenderung lupa diri. Dan bukannya mempersiapkan diri untuk semakin mengembangkan usaha kita, kita malah lengah dan mulai menghamburkan uang.
Pemahaman yang kedua mengajak kita untuk terus maju. Setelah kita mencapai target kita, segera bersiap menuju target berikutnya. Misalnya kamu menargetkan untuk bisa menjual rata-rata 1000 cup kopi per bulan selama tiga bulan. Setelah target itu tercapai, segera buat target berikutnya. Buat strategi baru agar kamu bisa menjual rata-rata 1500 cup kopi per bulan selama enam bulan.
9. Uang menghasilkan uang
Tidak sedikit calon pengusaha yang dalam menjalankan bisnisnya menggunakan pendekatan “menghasilkan uang tanpa mengeluarkan uang.” Tentu saja itu hak mereka. Sayangnya, pendekatan semacam ini justru menjauhkan mereka dari potensi keuntungan yang lebih besar.
Contoh paling mudahnya adalah harga sewa lokasi bisnismu. Kamu, misalnya, punya pilihan antara mengubah fungsi rumahmu menjadi tempat usaha, menyewa ruko di kompleks perumahan, atau membuka konter di Mal. Tentu saja membuka konter di Mal akan membutuhkan dana yang paling besar. Secara nominal uang yang kamu keluarkan, pilihan termurah jelas yang pertama, membuka usahamu di rumah.
Namun, apabila kamu memperhitungkan potensi jumlah pelanggan, pilihan membuka konter di Mal adalah yang paling efisien. Memang, bukan jaminan bahwa semua pengunjung mal akan berbelanja di tokomu. Bahkan tidak semua pengunjung mal datang dengan maksud berbelanja. Tapi, kamu tidak lagi perlu mengeluarkan biaya pemasaran untuk memikat orang mengunjungi tokomu. Asal display-mu menarik, kemungkinan besar mereka akan masuk. Orang yang tadinya hanya ingin window shopping, bisa jadi akhirnya benar-benar shopping di tokomu.
Bandingkan bila kamu membuka tokomu di ruko di kompleks perumahan. Lingkup pasarmu adalah orang-orang yang tinggal di kawasan itu. Pengunjung tokomu harus benar-benar berniat mengunjungi tokomu. Bisa jadi mereka awalnya hanya berniat mengunjungi toko di samping tokomu, tetapi kemudian juga tertarik memasuki tokomu. Tetapi pengunjung potensialmu terbatas pada mereka yang benar-benar berniat mengunjungi ruko tersebut.
Meskipun membuka usaha di rumah sendiri paling irit secara biaya sewa, lokasi rumahmu pun menjadi penentu banyak sedikitnya pengunjung. Kalau rumahmu terletak di pinggir jalan besar, mungkin masih banyak pengunjung yang akan mampir. Tapi kalau jalannya terlalu besar, yang artinya lalu lintasnya pun melaju dengan cepat, kecil kemungkinan mereka mampir. Apalagi kalau akses ke rumahmu sulit dicapai atau tidak ada tempat parkir.
Contoh lainnya adalah peralatan dan perlengkapan dalam usahamu. Mungkin pilihanmu adalah antara mengeluarkan sekian rupiah tambahan untuk aplikasi wirausaha dan perangkatnya dengan menggunakan pembukuan dan pencatatan manual. Secara rupiah, yang kedua jauh lebih murah. Tetapi pertimbangkan potensi kemudahan dan kepraktisan menggunakan aplikasi wirausaha. Biaya yang kamu keluarkan mungkin besar untuk ukuran bisnismu, tetapi kamu bisa memangkas waktu pengerjaan banyak hal, dan bisa memantau semuanya kapan saja dan dari mana saja. Mulai dari penjualan, sampai stok, semua bisa kamu akses tanpa kamu harus mendatangi tokomu.
Selain itu, kamu juga harus cermat dalam mengelola keuntungan usahamu. Pengusaha yang berpikiran jauh ke depan akan mengalokasikan seluruh profit bersihnya untuk investasi. Investasi ini bisa kamu lakukan ke bisnismu sendiri, dengan menambahkan keuntungan tadi ke modal, atau ke bisnis baru, atau investasi lainnya. Banyak yang langsung menggunakan keuntungan tahun pertama untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. Bukannya tidak boleh, tetapi langkah ini tidak cerdas.