Namun, tidak sedikit pula yang belum familier dengan rencana tersebut. Kemungkinan karena selama ini belum semua bisnis menerapkan pajak dalam produk yang dijualnya, terutama usaha mikro serta kecil.
Sebagian pemilik usaha juga belum akrab dengan cara menghitung PPN. Tidak perlu khawatir sebab artikel ini akan membahas tuntas cara perhitungan tersebut. Akan tetapi, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu tentang apa itu PPN sebelum masuk ke dalam cara menghitungnya.
Apa itu PPN?
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai suatu barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Pungutan pajak akan dibebankan atas transaksi jual beli barang atau jasa baik yang dilakukan oleh pribadi maupun badan usaha yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan kata lain, kewajiban memungut, menyetor, serta melaporkan PPN ada pada penjual. Sementara itu, pembeli atau konsumen adalah pihak yang wajib membayar PPN tersebut. Karena itu, PPN termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung.
Jadi, konsumen menyelesaikan nota tagihan transaksi yang telah ditambah dengan PPN. Setelah itu, pihak penjual yaitu PKP akan menyetorkannya ke Dirjen Pajak setempat.
Jenis barang kena pajak PPN
Tentu tidak semua barang yang diperdagangkan dibebani oleh Pajak Pertambahan Nilai. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN, ada delapan jenis barang atau objek PPN, yaitu:
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Impor BKP
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Ekspor BKP berwujud oleh PKP
Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP
Ekspor JKP oleh PKP
Sementara itu, peraturan terkait PPN juga memaparkan objek-objek jual beli yang tidak dibebani pajak, antara lain:
Barang hasil penambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti gas bumi yang belum siap pakai, batubara, bijih besi, dan lainnya.
Barang kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat luas.
Makanan atau minuman yang disajikan di hotel, restoran, warung, dan usaha sejenis lainnya, baik makanan yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan yang diserahkan oleh katering.
Uang, emas batangan, serta surat berharga.
Selanjutnya, terdapat jenis jasa yang tidak masuk ke dalam kategori objek PPN. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Jasa pelayanan sosial
Jasa pengiriman surat dan prangko
Jasa pelayanan kesehatan
Jasa asuransi
Jasa keuangan
Jasa pendidikan
Jasa keagamaan
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
Jasa kesenian
Jasa tenaga kerja
Jasa angkutan umum
Jasa yang disediakan oleh pemerintah
Jasa perhotelan
Jasa katering
Jasa penyediaan tempat parkir
Pajak lain yang perlu dibayarkan oleh bisnis
Di samping PPN, masih ada jenis pajak lain yang erat kaitannya dengan bisnis yaitu PPh. Jika PPN dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi, PPh dipungut atas penghasilan yang dimiliki wajib pajak.
Selain itu, PPh dikenakan langsung kepada wajib pajak, tidak seperti PPN yang dibebankan kepada konsumen akhir. Tarifnya pun disesuaikan dengan masing-masing jenis PPh.
Jadi, pengertian PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan usaha atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Terlihat dari definisi tersebut bahwa pajak ini melekat kepada subjeknya. Sebab itu, disebut sebagai pajak subjektif.
a. PPh pengusaha
Apabila kamu menjual barang atau jasa di satu tempat usaha atau lebih, kamu termasuk ke dalam pedagang atau pengecer. Dalam istilah pajak, pedagan atau pengecer yang melakukan kegiatan usaha merupakan wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
Pajak penghasilan bagi OPPT mengikuti PPh Pasal 25 yaitu dengan tarif sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan setiap tempat usaha. Misalnya, usaha milikmu ada lima cabang, maka 0,75% dikalikan peredaran bruto masing-masing cabang tersebut.
b. PPh badan usaha
Pajak penghasilan badan atau PPh badan adalah pajak yang dibebankan kepada perusahaan. Setiap badan usaha yang diberi kewajiban untuk membayar pajak baik dalam periode bulan maupun tahun disebut subjek PPh badan.
Adapun badan usaha yang dimaksud dalam undang-undang pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. Persekutuan Komanditer (CV)
3. Perseroan lain
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
5. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
6. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
7. Firma
8. Kongsi
9. Koperasi
10. Dana Pensiun
11. Perkumpulan
12. Yayasan
13. Organisasi Masyarakat
14. Organisasi Sosial Politik
15. Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apa pun
16. Lembaga dan bentuk badan lain
17. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
18. Bentuk Usaha Tetap
Terdapat beberapa pajak yang perlu dibayarkan oleh badan usaha tersebut mengikuti aturan dalam PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Final, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29.
Cara menghitung PPh dan PPN
Beberapa dari kamu mungkin bertanya, bagaimana cara menghitung pajak PPN dan PPh?
Hal perlu kamu pahami, jika masing-masing jenis pajak memiliki tarif pajak tersendiri, tidak terkecuali PPN. Adapun perhitungan PPN dilakukan berdasarkan detail tarif berikut ini.
Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri.
Tarif khusus 0% berlaku untuk ekspor BKP berwujud ataupun tidak berwujud serta JKP.
Tarif pajak 10% dapat menjadi lebih rendah yaitu sejumlah 5% dan lebih tinggi maksimal 15% sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Lalu, bagaimana cara menghitung PPN sesuai dengan tarif tersebut? Kamu dapat menghitungnya dengan rumus sebagai berikut:
PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Sebagai contoh, PT Mulia menjual sejumlah BKP dengan harga Rp4.000.000 kepada PT Sumber Utama. Dengan demikian PPN terutan yang perlu dibayarkan dapat dihitung seperti di bawah ini.
PPN = 10% x Rp4.000.000
PPN = Rp400.000
Jadi, PT Mulia akan memungut PPN sebesar Rp400.000 dari PT Sumber Utama untuk disetorkan kepada Dirjen Pajak setempat setiap bulannya.
Selanjutnya, kita akan menilik cara menghitung PPh. Misalnya, PT Jaya Abadi merupakan Perusahaan Tbk dengan penghasilan bruto sebesar Rp80.000.000.000. Sementara itu, Penghasilan Kena Pajak dari hasil pembukuannya sebesar Rp5.000.000.000.
Karena Peredaran Bruto PT Jaya Abadi telah melebihi Rp50 miliar, maka ketentuan penghitungan PPh sesuai Pasal 17 ayat (2a) yaitu menggunakan tarif sebesar 25%.
Dengan demikian, PPh PT Jaya Abadi adalah:
PPh Badan = (25% x Penghasilan Kena Pajak)
= 25% x Rp5.000.000.000
= Rp1.250.000.000
Nah, sekarang kamu sudah mengetahui cara menghitung PPN dan PPh. Pastikan usaha milikmu selalu menyelesaikan kewajiban pajak, ya!