Cara Menghitung PPN dan PPh yang Perlu Diketahui oleh Bisnis

Ditulis oleh Akidna Rahma

article thumbnail
Sehubungan dengan adanya rencana kenaikan PPN dari 10% menjadi 12%, belakangan ini PPN pun ramai diperbincangkan. Banyak pemilik usaha dan konsumen yang merasa resah dengan rencana tersebut.

 

Namun, tidak sedikit pula yang belum familier dengan rencana tersebut. Kemungkinan karena selama ini belum semua bisnis menerapkan pajak dalam produk yang dijualnya, terutama usaha mikro serta kecil.

 

Sebagian pemilik usaha juga belum akrab dengan cara menghitung PPN. Tidak perlu khawatir sebab artikel ini akan membahas tuntas cara perhitungan tersebut. Akan tetapi, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu tentang apa itu PPN sebelum masuk ke dalam cara menghitungnya.

 

Apa itu PPN?

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai suatu barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

 

Pungutan pajak akan dibebankan atas transaksi jual beli barang atau jasa baik yang dilakukan oleh pribadi maupun badan usaha yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

 

Dengan kata lain, kewajiban memungut, menyetor, serta melaporkan PPN ada pada penjual. Sementara itu, pembeli atau konsumen adalah pihak yang wajib membayar PPN tersebut. Karena itu, PPN termasuk ke dalam jenis pajak tidak langsung.

 

Jadi, konsumen menyelesaikan nota tagihan transaksi yang telah ditambah dengan PPN. Setelah itu, pihak penjual yaitu PKP akan menyetorkannya ke Dirjen Pajak setempat.

 

Jenis barang kena pajak PPN

Tentu tidak semua barang yang diperdagangkan dibebani oleh Pajak Pertambahan Nilai. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN, ada delapan jenis barang atau objek PPN, yaitu:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha

  2. Impor BKP

  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha

  4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

  5. Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

  6. Ekspor BKP berwujud oleh PKP

  7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP

  8. Ekspor JKP oleh PKP

 

Sementara itu, peraturan terkait PPN juga memaparkan objek-objek jual beli yang tidak dibebani pajak, antara lain:

  • Barang hasil penambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti gas bumi yang belum siap pakai, batubara, bijih besi, dan lainnya.

  • Barang kebutuhan pokok yang diperlukan oleh masyarakat luas.

  • Makanan atau minuman yang disajikan di hotel, restoran, warung, dan usaha sejenis lainnya, baik makanan yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan yang diserahkan oleh katering.

  • Uang, emas batangan, serta surat berharga.

 

Selanjutnya, terdapat jenis jasa yang tidak masuk ke dalam kategori objek PPN. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Jasa pelayanan sosial

  • Jasa pengiriman surat dan prangko

  • Jasa pelayanan kesehatan

  • Jasa asuransi

  • Jasa keuangan

  • Jasa pendidikan

  • Jasa keagamaan

  • Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan

  • Jasa kesenian

  • Jasa tenaga kerja

  • Jasa angkutan umum

  • Jasa yang disediakan oleh pemerintah

  • Jasa perhotelan

  • Jasa katering

  • Jasa penyediaan tempat parkir


Selain mengetahui cara menghitung PPN, kamu juga perlu memahami cara menghitung PPh.


Pajak lain yang perlu dibayarkan oleh bisnis

Di samping PPN, masih ada jenis pajak lain yang erat kaitannya dengan bisnis yaitu PPh. Jika PPN dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi, PPh dipungut atas penghasilan yang dimiliki wajib pajak.

 

Selain itu, PPh dikenakan langsung kepada wajib pajak, tidak seperti PPN yang dibebankan kepada konsumen akhir. Tarifnya pun disesuaikan dengan masing-masing jenis PPh.

 

Jadi, pengertian PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan usaha atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Terlihat dari definisi tersebut bahwa pajak ini melekat kepada subjeknya. Sebab itu, disebut sebagai pajak subjektif.

 

a. PPh pengusaha

Apabila kamu menjual barang atau jasa di satu tempat usaha atau lebih, kamu termasuk ke dalam pedagang atau pengecer. Dalam istilah pajak, pedagan atau pengecer yang melakukan kegiatan usaha merupakan wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).

 

Pajak penghasilan bagi OPPT mengikuti PPh Pasal 25 yaitu dengan tarif sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan setiap tempat usaha. Misalnya, usaha milikmu ada lima cabang, maka 0,75% dikalikan peredaran bruto masing-masing cabang tersebut.

b. PPh badan usaha

Pajak penghasilan badan atau PPh badan adalah pajak yang dibebankan kepada perusahaan. Setiap badan usaha yang diberi kewajiban untuk membayar pajak baik dalam periode bulan maupun tahun disebut subjek PPh badan.

 

Adapun badan usaha yang dimaksud dalam undang-undang pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas (PT)

2. Persekutuan Komanditer (CV)

3. Perseroan lain

4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

5. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

6. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

7. Firma

8. Kongsi

9. Koperasi

10. Dana Pensiun

11. Perkumpulan

12. Yayasan

13. Organisasi Masyarakat

14. Organisasi Sosial Politik

15. Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apa pun

16. Lembaga dan bentuk badan lain

17. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

18. Bentuk Usaha Tetap

 

Terdapat beberapa pajak yang perlu dibayarkan oleh badan usaha tersebut  mengikuti aturan dalam PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Final, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29. 

Cara menghitung PPh dan PPN

Beberapa dari kamu mungkin bertanya, bagaimana cara menghitung pajak PPN dan PPh?

 

Hal perlu kamu pahami, jika masing-masing jenis pajak memiliki tarif pajak tersendiri, tidak terkecuali PPN. Adapun perhitungan PPN dilakukan berdasarkan detail tarif berikut ini.

  • Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri.

  • Tarif khusus 0% berlaku untuk ekspor BKP berwujud ataupun tidak berwujud serta JKP.

  • Tarif pajak 10% dapat menjadi lebih rendah yaitu sejumlah 5% dan lebih tinggi maksimal 15% sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP).

 

Lalu, bagaimana cara menghitung PPN sesuai dengan tarif tersebut? Kamu dapat menghitungnya dengan rumus sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

 

Sebagai contoh, PT Mulia menjual sejumlah BKP dengan harga Rp4.000.000 kepada PT Sumber Utama. Dengan demikian PPN terutan yang perlu dibayarkan dapat dihitung seperti di bawah ini.

PPN = 10% x Rp4.000.000

PPN = Rp400.000

 

Jadi, PT Mulia akan memungut PPN sebesar Rp400.000 dari PT Sumber Utama untuk disetorkan kepada Dirjen Pajak setempat setiap bulannya.


Selanjutnya, kita akan menilik cara menghitung PPh. Misalnya, PT Jaya Abadi merupakan Perusahaan Tbk dengan penghasilan bruto sebesar Rp80.000.000.000. Sementara itu, Penghasilan Kena Pajak dari hasil pembukuannya sebesar Rp5.000.000.000.

 

Karena Peredaran Bruto PT Jaya Abadi telah melebihi Rp50 miliar, maka ketentuan penghitungan PPh sesuai Pasal 17 ayat (2a) yaitu menggunakan tarif sebesar 25%.

 

Dengan demikian, PPh PT Jaya Abadi adalah:

PPh Badan   = (25% x Penghasilan Kena Pajak)

= 25% x Rp5.000.000.000

= Rp1.250.000.000

 

Nah, sekarang kamu sudah mengetahui cara menghitung PPN dan PPh. Pastikan usaha milikmu selalu menyelesaikan kewajiban pajak, ya!


Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo