Apa itu retail? Bidang usaha retail atau ritel mungkin sudah tak asing lagi di telinga, dengan jenis atau contoh retail yang juga beragam. Secara umum, usaha retail adalah sebuah usaha yang bergerak di kuantitas penjualan secara eceran. Konsumen yang membeli produk dalam jumlah satuan ini hanya digunakan secara pribadi dan tidak dijual kembali. Tentu saja hal ini berkebalikan dengan grosir yang menawarkan produk dalam jumlah banyak sekaligus.
Bagaimana Cara Kerja Bisnis Retail?
Umumnya, bisnis retail menggunakan supplier yang dapat menyuplai produk untuk mereka sehingga produk tersebut bisa dijual kembali kepada konsumen tingkat akhir. Rantai pasokan ini akan dimulai dari produsen, grosir, peritail, hingga konsumen tingkat akhir.
Pedagang grosir berperan sebagai pihak yang akan membeli barang-barang yang disediakan oleh produsen, kemudian menjualnya kembali kepada peritail. Setelah itu, peritail akan menjual kembali produknya secara langsung yang diambil dari pedagang grosir kepada para konsumen tingkat akhir. Konsumen adalah rantai terakhir yang berberperan sebagai pihak pembeli produk dan hanya digunakan untuk keperluan pribadi. Peretail akan menjual produk yang dijualnya tanpa menggunakan media tertentu, biasanya berupa toko fisik (store).
Apabila dilihat berdasarkan produk yang dijual, perusahaan retail akan terbagi menjadi tiga jenis, antara lain retail yang menjual barang, yang menawarkan jasa, dan non retail yang memanfaatkan media tertentu dalam memasarkan produknya. Nah, untuk contoh non retail ini, antara lain:
Mail order
Kegiatan retail yang dilakukan dengan cara memesan produk dengan menggunakan katalog yang dikirimkan kepada konsumen menggunakan email.
Electronic shopping
Kegiatan retail yang dilakukan dengan menggunakan internet, seperti customer membeli barang menggunakan e-commerce.
Telephone and media retailers
Kegiatan retail yang dilakukan dengan cara peretail menggunakan telepon untuk menghubungi customer untuk membeli suatu produknya. Selain itu, bisa juga peretail membujuk para konsumennya dengan menggunakan iklan yang dibuat di koran atau televisi.
Namun, pengertian retail secara umum tersebut sebenarnya bisa dikelompokkan lagi berdasarkan ukuran dan skalanya.
Contoh Retail Berdasarkan Skala:
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern jenis retail digolongkan lagi berdasarkan cakupan usahanya menjadi:
1. Minimarket
Contoh retail yang satu ini mungkin yang paling banyak ditemui. Minimarket menjadi kategori contoh retail dengan ukuran terkecil. Barang-barang yang dijual di dalamnya pun cenderung berupa barang-barang kebutuhan harian.
Konsumen dapat membeli berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari produk konsumsi sebagai makanan hingga peralatan kecil yang mungkin dibutuhkan dalam rumah tangga.
Minimarket digolongkan sebagai contoh retail terkecil berdasarkan ukuran usahanya karena jumlah produk yang dijual di dalamnya tidak lebih dari 5.000 item. Bangunan tempat usahanya pun tak lebih dari 400 meter persegi; beberapa minimarket bahkan tak memiliki lahan parkir untuk digunakan oleh pelanggannya karena kecilnya lahan yang mereka miliki.
Penggolongan minimarket sebagai contoh retail dengan ukuran terkecil tentunya didasarkan pada pengertian retail secara formal. Untuk usaha retail secara informal, konsumen tetap dapat menemukan bahan-bahan kebutuhan rumah tangga secara eceran di warung atau toko-toko kelontong.
2. Supermarket
Contoh retail terkecil kedua setelah minimarket, jika dilihat dari ukuran usahanya, adalah supermarket. Meski mungkin saat ini supermarket belum tersedia di seluruh daerah di Indonesia, tetapi secara cakupan ukuran, supermarket dimasukkan ke dalam kategori kedua.
Secara produk, apa yang ditawarkan di supermarket mungkin tak jauh berbeda dengan yang bisa ditemui di minimarket. Namun, jika bicara tentang kuantitas, supermarket memiliki cakupan yang jauh lebih besar dibanding minimarket karena dalam sebuah supermarket, pelaku usaha bisa menjajakan mulai dari 5.000 hingga 25.000 item.
Untuk luas lahan pun supermarket memiliki cakupan yang jauh lebih tinggi dibanding minimarket. Jika luas tempat usaha minimarket tak lebih dari 400 meter persegi, supermarket memiliki lahan mulai 400 hingga 5.000 meter persegi.
Jika dilihat dari potensi penjualan yang dilakukan, supermarket juga memiliki batasan yang lebih besar dibanding minimarket. Untuk minimarket, diperkirakan potensi penjualan yang bisa dilakukan terbatas hingga Rp200.000.000 saja, sementara potensi penjualan untuk minimarket bisa menyentuh kisaran angka Rp200.000.000 hingga Rp10.000.000.000.
3. Hypermarket
Jangan kagum dulu melihat cakupan yang dimiliki oleh supermarket; baik dari segi kuantitas produk yang dijual, luas bangunan, hingga kisaran potensi penjualannya. Masih ada contoh retail lain dengan kategori di atas supermarket, yakni hypermarket.
Sebenarnya tak ada perbedaan yang terlalu jauh antara supermarket dengan hypermarket. Dari sisi kuantitas produk yang ditawarkan, misalnya saja, hypermarket menawarkan lebih dari 25.000 item, tak jauh berbeda dengan supermarket yang menjadikan angka 2.500 item sebagai batas atasnya.
Dilihat dari luas lahan yang dimiliki pun juga tak signifikan. Batas atas luas lahan antara supermarket dan hypermarket sama-sama di angka 5.000 meter persegi. Bedanya, jika supermarket mungkin memiliki luas lahan kurang dari itu, selama tak di bawah 400 meter persegi, luas lahan hypermarket biasanya tak jauh dari angka 5.000 meter persegi.
Dari sisi potensi penjualan yang dilakukan pun supermarket dan hypermarket cukup bersaing. Potensi penjualan yang dimiliki oleh hypermarket berada di atas Rp10.000.000, tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan supermarket tertentu yang mungkin mencapai proyeksi potensi penjualan di angka serupa.
Perbedaan mendasar antara supermarket dan hypermarket sebagai contoh retail dengan kategori yang nyaris serupa ada pada jenis barang yang dijual di dalamnya. Jika supermarket umumnya hanya menjual barang-barang rumah tangga atau kebutuhan sehari-hari, jenis barang yang tersedia dalam hypermarket dapat lebih luas lagi karena juga mengikutkan produk-produk sandang seperti pakaian hingga furnitur.
Di samping jenis barang yang ditawarkan, hypermarket juga memiliki keunggulan dalam ketersediaan lahan parkir untuk pelanggan yang ukurannya jauh lebih luas jika dibandingkan dengan supermarket.
4. Department Store
Contoh retail terakhir dengan cakupan yang paling besar adalah department store. Seperti kebanyakan jenis usaha retail dengan cakupan usaha yang besar, department store juga belum tersedia di seluruh wilayah yang ada di Indonesia; tidak seperti minimarket yang kini mudah ditemui di mana saja.
Department store menawarkan jenis produk yang jauh lebih beragam lagi dibanding minimarket, supermarket, maupun hypermarket. Selain bahan-bahan mentah, pelanggan juga dapat menemukan makanan siap saji dalam contoh retail yang satu ini. Selain produk, beberapa department store bahkan juga dilengkapi dengan gerai-gerai yang menawarkan jasa tertentu, mulai dari ruang karaoke, salon, hingga tempat kebugaran.
Beragamnya produk serta jasa yang dapat diperoleh dalam department store membuat contoh retail yang satu ini kerap disebut juga sebagai Toserba atau Toko Serba Ada. Hampir semuanya dapat ditemukan di department store, terlebih karena umumnya department store atau toserba tidak hanya diisi oleh satu penjual saja, tetapi terdiri dari sejumlah tenant yang mengelola gerainya masing-masing dalam sebuah department store.
Banyaknya jenis produk dan jasa yang ditawarkan oleh department store membuat jenis usaha retail terbesar secara cakupan ukuran ini memiliki potensi penjualan yang lebih banyak pula.
Pembagian Retail Berdasarkan Jenis Kepemilikannya
Selain dari skala usahanya, ada banyak klasifikasi lain yang juga membagi pengertian retail menjadi kategori-kategori tertentu. Misalnya saja dari jenis kepemilikan tempat usahanya, retail dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Usaha Retail Independen
Contoh retail yang juga merupakan usaha retail independen adalah toko-toko, terlepas dari skala usahanya, yang dikelola langsung oleh pemilik retail.
Hampir seluruh usaha retail informasi seperti warung atau toko kelontong termasuk dalam usaha retail independen karena hampir seluruh operasional yang dilakukan dalam bisnis tersebut ditangani langsung dan secara mandiri dilakukan oleh pemilik usaha: mulai dari pengadaan barang, pengaturan ketersediaan stok, hingga proses penjualan hariannya.
Koperasi termasuk dalam contoh retail independen karena tidak memiliki afiliasi maupun penggabungan dengan toko lainnya. Terlebih, seluruh anggota koperasi juga merupakan pemilik dari koperasi tersebut, menjadikan pengelolaannya sepenuhnya mandiri.
2. Waralaba
Usaha waralaba termasuk contoh retail yang tidak dikelola secara mandiri. Dalam sistem ini, kepemilikan usaha ada pada pihak atau badan tertentu yang tidak secara langsung mengelola operasi harian dalam usaha tersebut. Lebih lanjut, pengelolaan operasional diberikan kepada pihak yang membeli hak waralaba dari pemilik.
Dalam sistem waralaba, ada ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola agar pemilik usaha dapat memberikan hak waralaba.
Standar kualitas produk yang ditawarkan akan terjaga dan tetap sama terlepas dari di mana cabang waralaba tersebut berada karena umumnya pengadaan produk akan dilakukan oleh pemilik usaha secara terpusat. Sementara pembagian keuntungan akan diatur selanjutnya antara pemilik usaha dan juga pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan pengelolaan.
3. Corporate Chain
Secara sistem, usaha retail dengan jenis kepemilikan corporate chain tak jauh berbeda dengan usaha waralaba. Hanya saja, untuk corporate chain, kepemilikan usaha berada pada grup-grup perusahaan besar yang secara bersama-sama mengelola merek produk maupun jasa yang ditawarkan.
Corporate chain memungkinkan individu-individu untuk menjadi pemilik saham dan pemangku kepentingan yang menentukan arah serta strategi bisnis yang akan dilakukan.
Pertanyaan Terkait
1. Apa yang dimaksud dengan retail?
Secara umum, usaha retail adalah sebuah usaha yang bergerak di kuantitas penjualan secara eceran. Konsumen yang membeli produk dalam jumlah satuan ini hanya digunakan secara pribadi dan tidak dijual kembali.
2. Bagaimana cara kerja retail?
Umumnya, bisnis retail menggunakan supplier yang dapat menyuplai produk untuk mereka sehingga produk tersebut bisa dijual kembali kepada konsumen tingkat akhir. Rantai pasokan ini akan dimulai dari produsen, grosir, peritail, hingga konsumen tingkat akhir.
Pedagang grosir berperan sebagai pihak yang akan membeli barang-barang yang disediakan oleh produsen, kemudian menjualnya kembali kepada peritail. Setelah itu, peritail akan menjual kembali produknya secara langsung yang diambil dari pedagang grosir kepada para konsumen tingkat akhir. Konsumen adalah rantai terakhir yang berberperan sebagai pihak pembeli produk dan hanya digunakan untuk keperluan pribadi.
3. Apa itu retail dan non retail?
JIka berdasarkan produk yang dijual, peretail akan menjual langsung produknya secara eceran tanpa perantara media, biasanya berupa toko fisik (store). Sedangkan non retail adalah peretail yang menjual langsung produknya secara eceran dengan memanfaatkan media tertentu dalam memasarkan produknya, seperti menjualnya melalu e-commerce, email, telephone, dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Nah, dari pengertian retail serta contoh-contoh retail di atas, manakah yang paling sesuai dengan jenis usahamu? Apakah kamu mengelola minimarket milikmu sendiri? Atau kamu mengelola jaringan supermarket yang dimiliki oleh grup-grup perusahaan besar? Ataukah kamu baru ingin mulai merambah bisnis retail?
Apa pun contoh retail yang kamu kelola, pastikan untuk menggunakan aplikasi majoo yang dapat membantu operasional harian usahamu!
Gunakan aplikasi majoo sekarang dan nikmati beragam fitur serta kemudahan yang ditawarkannya!