Agar dapat memahami kebutuhan dan meningkatkan loyalitas konsumen, pemilik bisnis perlu mengenal mereka. Sayangnya, suatu bisnis sering kali memiliki banyak konsumen sehingga tidak mudah untuk mengenal mereka secara personal. Lalu apa yang harus dilakukan? Kamu dapat merujuk pada penelitian terpercaya tentang perilaku konsumen.
Setiap orang memang berbeda, tetapi otak manusia memiliki kecenderungan untuk bereaksi sama. Memahami seluk-beluk pikiran manusia akan membantumu menemukan cara kreatif dan etis untuk memengaruhi konsumen, bahkan menjadikannya pelanggan setia.
Memanfaatkan kekuatan label
Dalam riset perilaku psikologi, diketahui bahwa konsumen suka diberi label. Mereka lebih berpartisipasi bila merasa menjadi bagian dari kelompok tertentu.
Pada tahun 2011, dilakukan sebuah penelitian terhadap 133 orang dewasa. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui apakah pemberian label memengaruhi partisipasi peserta penelitian terhadap pemungutan suara.
Setelah menjalani sesi wawancara, peneliti menyampaikan kepada setengah dari peserta penelitian bahwa mereka lebih aktif secara politik. Padahal, hal ini tidak didasarkan pada wawancara, tetapi dipilih secara acak. Kelompok lain tidak diberi label apa pun, hanya diwawancarai tentang pola pemungutan suara yang selama ini mereka lakukan.
Kelompok peserta yang diberi label lebih aktif secara politik, 15% lebih tinggi partisipasinya dalam pemungutan suara. Mengapa demikian? Pikiran kita berusaha mempertahankan konsistensi, meskipun hal tersebut artifisial.
Hampir setiap orang sangat menyukai konsistensi. Oleh sebab itu, saat diberi label sebagai bagian dari kelompok tertentu, ada kecenderungan sangat mudah menerima pesan tersebut. Selama kita menyetujui pesan yang disampaikan.
Hal ini juga yang membuat status “gold” atau “platinum” sangat efektif untuk program loyalti pelanggan. Jadi, tidak perlu takut memberi label kepada pelanggan. Orang suka merasa memiliki kualitas superior atau memiliki tingkat status tertentu.
Membentuk saingan
Sudah bukan rahasia, dibutuhkan jejaring yang baik untuk mencapai kemajuan bisnis. Namun, sebenarnya kamu juga tetap butuh saingan. Khususnya, bila kamu ingin memiliki basis pelanggan setia.
Hal tersebut dibahas dalam sebuah studi kontroversial “Social Categorization and Intergroup Behaviour”. Dalam penelitian tersebut, ahli psikologi sosial, Henri Tajfel berusaha menjelaskan bagaimana manusia dapat melakukan tindakan kebencian dan diskriminasi massal.
Peserta penelitian diminta memilih antara dua pelukis yang tidak memiliki kaitan khusus. Setelah memilih, peserta penelitian dikelompokkan berdasarkan pilihan masing-masing. Tajfel menemukan bahwa orang menunjukkan kesetiaan kepada orang satu kelompok dan diskriminasi pada orang lain di luar kelompok tersebut. Bahkan, hanya karena alasan yang sepele.
Dalam dunia pemasaran, hal tersebut mungkin mengingatkanmu pada Apple. Bagaimana mereka membangun ide rivalitas terhadap pengguna PC yang dianggap membosankan dan tidak trendi. Di saat yang sama, Apple menawarkan Mac dengan desain berbeda dari komputer yang beredar di pasaran.
Jadi, kamu tidak benar-benar butuh saingan secara fisik. Kamu hanya perlu menumbuhkan pertentangan ide atau persepsi yang mampu beresonansi dengan konsumen.
Bagaimana hasilnya? Bukankah Apple memiliki pelanggan setia, bila tidak ingin dibilang die hard fans?
Wakili sesuatu yang bermakna
Konsumen suka dikaitkan dengan brand, jika brand tersebut dianggap memegang nilai yang sama. Kebanyakan pelanggan yang memiliki hubungan kuat dengan suatu brand disebabkan nilai yang dipegang oleh brand tersebut.
Dengan kata lain, sebenarnya konsumen bukan setia kepada perusahaan, melainkan kepada nila yang diusungnya. TOMS Shoes, perusahaan asal Los Angeles, merupakan contoh yang tepat.
Banyak konsumen mengidolakan merek sepatu ini, sebagian di antaranya menjadi pelanggan yang sangat setia. Pasalnya, merek sepatu ini dianggap memiliki nilai mulia, di samping tujuan bisnis. Kebijakan yang sangat disukai konsumen adalah menyumbangkan sepasang sepatu untuk setiap pasang sepatu yang terjual.
Maka dari itu, komunikasikan secara jelas nilai yang diusung bisnismu. Konsumen mungkin menyukai produkmu, tetapi pelanggan setia menyukai nilai yang diperjuangkan di balik transaksi bisnis. Jadi, nilai apa yang diperjuangkan oleh bisnismu?
Timbal balik dalam bentuk kejutan
Apa hal utama yang dapat membuat pelanggan setia? Jawabannya adalah timbal balik. Dan timbal balik yang berupa kejutan memberikan dampak lebih signifikan. Hal ini telah diteliti sejak lama oleh ahli psikologi, Norbert Schwarz.
Apakah kamu pernah merasa senang karena menemukan uang receh Rp5.000? “Kejutan” kecil ini mampu menciptakan pandangan positif. Artinya, bahkan timbal balik sekecil apa pun mampu meningkatkan loyalitas konsumen.
Berikan kejutan untuk konsumen, meski nilainya sangat sederhana. Misal, tiba-tiba memberikan sisir bambu gratis bagi pelanggan, bila bisnismu adalah barbershop.
Bagi kamu yang memiliki bisnis ekspedisi, kamu dapat memberikan upgrade layanan. Paket reguler yang harusnya dikirim dalam waktu empat hari, dinaikkan menjadi layanan cepat, dan sudah tiba dalam waktu satu hari misalnya. Konsumen baru diberi tahu saat paket tersebut sudah tiba. Rasanya bagi konsumen akan berbeda dibanding bila mereka sudah tahu sejak awal akan menerima bonus upgrade layanan.
Memberi timbal balik kepada konsumen berdampak signifikan bagi loyalitas. Namun, saat ini hampir semua bisnis mencoba melakukannya. Maka dari itu, kamu perlu lebih menonjol dibandingkan bisnis lain dengan cara memberikannya dalam bentuk kejutan. Selamat mencoba!