Pernah menyadari, nggak, setiap hari kamu menerima notifikasi dari e-marketplace di ponselmu, seringnya bahkan lebih dari satu-dua kali per hari? Kalau kamu perhatikan, notifikasi itu biasanya memberitahukan ada barang di wishlist-mu yang sedang diskon, atau ada toko yang sedang sale besar-besaran. Nah itu adalah salah satu contoh iklan hard selling.
Kalau kamu nggak mengaktifkan notifikasi, atau nggak menginstal e-marketplace di ponselmu, kamu masih bisa menemukan contoh promosi hard selling di mana-mana. Mulai dari baliho, spanduk, poster yang dipasang di depan toko, sampai rak khusus barang diskon di toko langgananmu yang membuatmu berpikir, “Eh, diskon. Beli nggak, ya?”
Baca Juga: Berapa Biaya Iklan untuk Pemasaran di Platform Digital?
Apa sih, Hard Selling Itu?
Dalam bidang penjualan, ada dua pendekatan yang digunakan. Yang pertama adalah soft selling, dan yang kedua adalah hard selling.
Pendekatan soft selling umumnya digunakan untuk branding dan pengenalan produk atau layanan. Tujuan soft selling ini adalah untuk mengenalkan brand mereka kepada kita, calon konsumen, dengan membuat kita merasa relate dengan citra brand tersebut, atau untuk meyakinkan kita akan kualitas produk dan layanan mereka.
Strategi soft selling ini biasanya menargetkan peningkatan jumlah konsumen dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun.
Tentu saja, soft selling ini membutuhkan biaya yang besar. Biayanya menjadi besar karena agar strategi promosi soft selling ini berhasil, brand harus menyusun strategi kampanye yang kompleks dan berdurasi cukup panjang. Selain itu, strategi soft selling sama sekali tidak menyasar volume penjualan atau nilai transaksi.
Lain halnya dengan hard selling. Hard selling strategy menggunakan pendekatan yang lebih to the point, lebih langsung, lebih blak-blakan. Strategi ini seringnya membuat kita, sebagai konsumen, merasa harus melakukan pembelian sekarang juga kalau tidak mau kehilangan kesempatan emas.
Strategi hard-selling ini juga membutuhkan biaya yang cukup besar, meski durasi kampanyenya biasanya tidak selama strategi soft-selling. Besar biayanya biasanya dikarenakan penggunaan platform promosi yang beragam secara serempak dan intensif, agar dapat menarik perhatian pelanggan dan calon pelanggan mereka.
Contoh Promosi Hard Selling
Contoh iklan hard selling atau contoh promosi hard selling sebenarnya sangat mudah ditemukan di mana-mana. Kamu pasti pernah melihatnya dan pernah menikmatinya.
Setiap kali kamu melihat poster atau spanduk dengan tulisan ‘Sale’, ‘Obral’, ‘Buy 1 Get 1’, kamu sudah menyaksikan contoh promosi hard selling. Contoh iklan hard selling ini memang bertujuan untuk menarik calon konsumen secara langsung agar melakukan transaksi saat itu juga.
Tidak hanya itu, ada beberapa contoh promosi hard selling lainnya yang termasuk kreatif, seperti:
Senin harga naik!
Tempat terbatas!
Limited Stock!
Hari Terakhir!
Dan masih banyak lagi.
Cara Membuat Contoh Hard Selling Strategy
Seperti yang sudah dibahas di atas, perbedaan utama antara strategi penjualan soft selling dan hard selling strategy adalah pada tujuannya. Soft selling cenderung bertujuan untuk meningkatkan jumlah pelanggan, sedangkan hard selling bertujuan untuk mencapai volume penjualan tertentu.
Strategi hard selling sering sekali digunakan dalam bisnis fashion, yang trend turn over-nya cukup cepat. Beragam busana muslim dan baju koko akan memenuhi hampir semua department store dan toko baju menjelang bulan puasa sampai hari Lebaran. Namun, masihkah orang membeli busana muslim seusai Lebaran?
Mungkin masih, tapi tidak sebanyak menjelang Lebaran, dan kebanyakan akan memilih busana muslim harian yang harganya lebih murah daripada busana muslim Lebaran.
Apabila masih ada stok yang tersisa, kemungkinan besar kamu baru bisa menjualnya lagi tahun depan – sementara trendnya bisa saja sudah berganti dan model busana muslimmu akan terkesan usang.
Untuk itu, tak jarang begitu usai Lebaran, semua pedagang busana muslim akan melakukan hard selling, memberi diskon besar-besaran untuk menghabiskan stok.
Selain bisnis yang barangnya sangat tergantung pada trend, bisnis makanan pun sering melakukan hard selling. Kebanyakan bakery akan mendiskon kue dan roti dagangan mereka sampai lebih dari lima puluh persen menjelang tutup toko. Prinsipnya sederhana. Kue dan roti itu tidak akan terasa lezat dan segar lagi keesokan harinya.
Bisnis lainnya adalah bisnis yang bergantung pada waktu, seperti kursus dan event. Kursus dan event memiliki tanggal dan waktu mulai, yang tidak bisa ditunda. Semua kursi atau tiket sebaiknya terjual habis sebelum acara dimulai, bukan?
Baca Juga: Mengenal Iklan Advertorial Dan Cara Membuatnya
Nah, untuk membuat strategi hard selling, kamu harus memperhatikan dan mengikuti langkah-langkah ini:
1. Pelajari Karakteristik Barang Daganganmu
Yang pertama kali harus kamu perhatikan adalah karakteristik barang daganganmu. Apakah barang daganganmu sangat tergantung atau terpengaruh oleh trend? Apakah barang daganganmu punya masa simpan yang panjang? Atau apakah kamu dikejar waktu karena event-mu harus berjalan pada tanggal yang sudah ditentukan?
Kalau barang daganganmu tidak termasuk kelompok yang disebut di atas, kamu tidak perlu melakukan hard selling. Kamu, tentunya, masih bisa menyertakannya ketika kamu melakukan promosi hard selling untuk barang lainnya.
Misalnya, kamu masih punya stok kaus kaki yang menumpuk. Hanya melakukan hard selling untuk kaus kaki ini justru akan menimbulkan pertanyaan tentang kualitasnya. Lain halnya bila kamu melakukan hard selling untuk sepatu daganganmu yang mungkin tahun depan sudah tidak trendi lagi. Kamu bisa menyertakan kaus kaki tadi, entah dijual dengan harga diskon, atau sebagai bonus setiap pembelian sepatu.
2. Pilih Strategi Hard Selling yang Pas
Sebegitu seringnya kita melihat poster sale, cuci gudang, diskon, membuat promosi semacam itu tidak terlalu memikat lagi. Apalagi kalau setiap bulan tokomu membuat promosi hard selling.
Kamu harus memilih strategi yang paling pas untuk produkmu. Sebagai contoh, toko donat A memasang poster “Diskon 50% untuk semua donat setelah pk. 20.00”. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi di sini.
Kemungkinan pertama, akan ada orang yang memahaminya sebagai pemberitahuan bahwa setelah pukul 20.00, rasa dan kualitas donatmu sudah menurun. Kelompok ini akan cenderung memilih untuk membeli donatmu sebelum pukul 20.00.
Kemungkinan kedua, akan ada kelompok yang memilih untuk hanya mengunjungi toko donatmu setelah pukul 20.00, karena mengejar donat dengan harga murah.
Toko donat B menggunakan strategi yang berbeda. Mereka tidak memasang poster, tetapi langsung memberi tahu konsumen ketika mereka berada di kasir, bahwa ada promo beli satu gratis satu setelah pukul 20.00
3. Jangkau Sebanyak-banyaknya Calon Pembeli
Untuk bisa mencapai volume penjualan yang ditargetkan dalam waktu singkat, kamu perlu promosi yang gencar. Jangkau sebanyak-banyaknya calon pembeli dengan mengiklankannya di semua media sosial, radio, yang sesuai dengan target pasarmu.
Tidak jarang, toko-toko tertentu mendirikan tenda di depan toko mereka khusus untuk memajang dan menjual barang-barang yang mereka diskon, sehingga semua kendaraan yang lewat bisa melihat.
Nah, untuk iklan, bagi kamu yang paham ads di media sosial, pastinya nggak ada masalah, kan? Tentunya kamu masih perlu untuk mengonsep iklannya, mendesain, dan kemudian menjalankan kampanyenya.
Untuk menghemat waktu dan energimu, kamu bisa memanfaatkan majooAds, lho! majooAds ini merupakan layanan dari majoo.id yang bisa membantumu mulai dari mengonsep iklan sampai dengan eksekusi kampanyemu. Kamu tidak perlu pusing mencari agensi iklan, atau desainer grafis. Kamu hanya perlu hubungi majoo, dan semuanya akan ditangani langsung oleh tim yang profesional dan berpengalaman.
Tunggu apa lagi? Coba majoo sekarang!
Sumber Data:
https://blog.skillacademy.com/perbedaan-hard-selling-dan-soft-selling
https://www.ukmindonesia.id/baca-deskripsi-program/hard-selling/
https://accurate.id/marketing-manajemen/hard-selling-dan-soft-selling-pengertian-perbedaan-dan-fungsinya/