Di tengah gempuran pandemi COVID-19, ada banyak sekali pemilik UMKM yang gigih berjuang agar bisnisnya tetap berjalan. Kisah mereka merupakan contoh inspiratif tentang bagaimana usaha kecil menggunakan kreativitas, koneksi, dan komunitas untuk bertahan di era new normal.
Strategi di era new normal ala Soto Sedaap Boyolali
Bagi penggemar soto, Soto Sedaap Boyolali mungkin menjadi pilihan tiap kali berkunjung ke Kendal atau Semarang. Kuahnya yang segar selalu menjadi alternatif bagi mereka yang kurang menyukai kuah kental berlemak.
Sayangnya, seperti bisnis lain, Soto Sedaap Boyolali juga turut terkena dampak pandemi. Pada awal pandemi, penjualan turun sekitar 5%-10%. Lalu, memasuki bulan Maret dan April 2020, pendapatan Soto Sedaap Boyolali berkurang hingga 75%.
Karena sepi pengunjung dan beban operasional tinggi, Andi Yusuf, sang pemilik, sempat harus merumahkan 30% dari karyawannya. Meskipun begitu, ia berjanji akan menghubungi kembali para pekerja tersebut jika keadaan mulai membaik.
Melihat kondisi tersebut, Andi Yusuf menimbang berbagai opsi strategi untuk mendongkrak penjualan yang sedang terjun bebas. Seiring dengan kunci operasional bisnis di era new normal yaitu minim kontak, Soto Sedaap Boyolali pun akhirnya membuka layanan drive in.
Pengunjung dapat menikmati semangkuk hangat soto di dalam kendaraan masing-masing. Untuk menyelesaikan pembayaran pun, pengunjung tidak harus masuk ke dalam gerai. Staf Soto Sedaap Boyolali akan menghampiri pengunjung sehingga transaksi tunai atau non tunai dapat diselesaikan dari dalam mobil.
Dengan begitu, penjualan mulai pulih dan naik ke posisi 55% dari yang semula hanya 25%. Strategi tersebut terus dilakukan hingga kini penjualan Soto Sedaap Boyolali sudah mencapai angka 80%. Selain itu, dari 30% pekerja yang semula dirumahkan, 20% di antaranya sudah dipekerjakan kembali.
Sebagai pemilik, Andi juga terus mengamati laporan yang disajikan oleh aplikasi POS. Memeriksa performa masing-masing outlet, mengamati produk yang paling diminati atau sebaliknya, serta menganalisis perbedaan performa setiap produk tersebut.
Kebab Durian Becek berupaya bangkit dengan pemasaran digital
Di Indonesia durian termasuk salah satu buah yang banyak digemari. Namun, tidak semua orang bisa menikmati durian dengan mudah karena harganya relatif mahal. Hal ini dilihat sebagai peluang oleh Fajar Isman yang juga penggemar durian.
Ia mendirikan bisnis Kebab Durian Becek yang menawarkan cara baru menikmati durian. Sebelum pandemi, usaha ini menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan yang Fajar harapkan. Akan tetapi, saat pandemi COVID-19 melanda, Fajar terpaksa menutup gerainya selama dua bulan pertama.
Berkat simpanan dana, pada masa tersebut Kedai Durian Becek masih bisa membayar gaji karyawan sebanyak 50%. Ternyata, pandemi yang semula diduga hanya berlangsung satu atau dua bulan berjalan sangat panjang.
Kebab Durian Becek memutuskan untuk kembali beroperasi dengan mengandalkan pemasaran melalui media sosial. Berkolaborasi dengan akun-akun yang memiliki basis follower besar di Instagram menjadi salah satu strategi yang dijalankan oleh Fajar Isman.
Berbagai promo pun dirancang oleh Fajar Isman untuk menarik minat konsumen. Program-program promosi tersebut dapat diatur dengan mudah di dalam aplikasi POS yang digunakan oleh Kebab Durian Becek.
Pick up point, cara Kibocheese bertahan di tengah krisis
Kamu mungkin sudah tidak asing lagi dengan cheese cake khas Jepang yang begitu populer di Indonesia sejak 2018. Salah satu merek yang cukup diminati adalah Kibocheese.
Meskipun termasuk ke dalam top 5 brand Japanese Cheesecake di Jabodetabek, Kibocheese tidak dapat mengelak dari hantaman krisis akibat pandemi. Seperti UMKM lainnya, penjualan Kibocheese terpuruk saat pandemi COVID-19 menyerang.
Pada bulan Maret 2020, mereka kehilangan penjualan hingga 60%. Kondisi makin buruk di bulan April karena penurunan penjualan mencapai 90%. Menghadapi hal tersebut, Vicky dan sang kakak sebagai pemilik sempat pivot dengan menjual frozen food.
Penjualan frozen food cukup baik, tetapi tidak dapat menggantikan omzet yang selama ini diperoleh dari penjualan cheesecake. Akhirnya, Kibocheese hadir dengan strategi pick up point di mana konsumen dapat mengambil pesanannya dengan transaksi minim kontak.
Menurut Vicky, platform digital juga memainkan peranan penting bagi pulihnya bisnis Kibocheese. Pasalnya, seluruh kampanye brand awareness dan pemasaran Kibocheese dilakukan melalui media sosial. Bahkan, produk pun didesain ulang supaya lebih sesuai untuk penjualan online. Pemasarannya juga dioptimalkan dengan berkolaborasi dengan influencer.
Tidak hanya itu, Vicky juga merasa beruntung, di tengah situasi seperti ini ia bisa memanfaatkan aplikasi POS untuk mengelola banyak cabang Kibocheese. Dengan sinkronisasi real time, ia juga bisa selalu menghadirkan laporan yang akurat, baik bagi dirinya maupun investor lain. Dalam situasi krisis, para investor bisnis tentu menjadi cemas dan perlu memantau detail perkembangan bisnis.
Dari ketiga kisah di atas, kita mengerti bahwa hampir semua bisnis menghadapi tantangan dan sandungan serupa. Masing-masing berjuang menemukan cara untuk keluar dari situasi sulit tersebut. Dengan persistensi dan optimalisasi tools yang tersedia, ketiga UMKM tersebut berhasil bangkit. Jadi, percayalah kamu juga bisa!