Socialpreneur atau yang juga dikenal dengan Wirausaha Sosial adalah kegiatan berwirausaha berbasis bisnis dengan misi utama menciptakan Social Impact, yang membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat kelas bawah. Misi utama socialpreneur adalah memandirikan masyarakat kelas bawah.
Seorang socialpreneur sudah selayaknya berani mengambil risiko dan tidak pernah berhenti berupaya untuk memberikan dampak positif melalui berbagai inisiatif yang dilakukannya.
Jika pada umumnya seseorang mendirikan dan menjalankan bisnis demi mengejar profit setinggi-tingginya, tidak demikian halnya dengan socialpreneur. Socialpreneur lebih menekankan unsur isu sosial daripada keuntungan semata.
Bukan berarti mereka mengabaikan keuntungan atau profit. Socialpreneur tetap mendapatkan keuntungan. Namun, keuntungan ini dimanfaatkan untuk membuat sebuah aksi positif dan bukannya untuk keuntungan pribadi.
Beberapa orang berikut ini tergerak hatinya untuk menjalankan usaha yang tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, tapi juga cenderung berupaya menolong sesama yang membutuhkan bantuan di lingkungan sekitarnya. Mereka berasal dari latar belakang yang berbeda tapi memiliki tujuan yang sama, yaitu bermanfaat bagi sesama dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Berikut kisah sukses 6 sosok tokoh socialpreneur Indonesia yang telah membuktikan bahwa ide bisnis wirausaha dengan membantu sesama bisa meraih sukses secara beriringan.
1. Masril Koto
Masril Koto memahami bahwa modal adalah permasalahan umum yang banyak dialami oleh petani di Indonesia. Masril adalah seorang petani yang tidak pernah merasakan lulus SD, tapi dengan usaha dan dukungan para petani seperjuangannya ia berhasil mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di wilayahnya Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada tahun 2007.
Masril memiliki misi untuk menyejahterakan para petani, terutama yang berada di daerah tempat tinggalnya. Produk tabungan yang dibuatnya pun bermacam-macam seperti tabungan persiapan persalinan, tabungan pembayaran pajak motor, juga tabungan pendidikan anak. Masril tidak ingin para petani hanya dieksploitasi dan berpenghasilan yang tak seberapa.
2. Dea Valencia
Dea adalah seorang lulusan Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang. Sudah sejak lama Dea memiliki cita-cita untuk mampu membawa batik ke pasar internasional.
Dea tidak sendirian. Kepeduliannya terhadap kaum difabel membuat Dea mengajak mereka bekerja sama. Dalam bisnis ini, Dea dibantu dan didukung penuh oleh karyawannya yang mayoritas merupakan kaum difabel. Batik Kultur Dea sukses bukan hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Belanda, Jerman, dan banyak negara lainnya. Dea mampu meraup omset hingga milyaran rupiah dari usaha batiknya.
3. Muhammad Abdul Karim
Abdul Karim berasal dari Tasikmalaya. Sejak masih kuliah Abdul Karim sudah memikirkan caranya menjadi pengusaha. Usaha bisnisnya dimulai dari berjualan donat dan nasi kuning, walau tak setiap hari barang dagangannya laris. Sisa dagangannya itulah yang sering ia berikan ke panti asuhan. Dari situ ia merasakan ada kepuasan tersendiri berjualan sekaligus berbagi dengan yang membutuhkan.
Karim kini dikenal aktif sebagai Direktur Eksekutif Sahabat Pulau, sebuah komunitas yang dibentuk olehnya dan yang fokus bergerak dalam bidang volunteering dan community development. Aktivitas Sahabat Pulau ini sudah tersebar di banyak titik di Indonesia. Misinya adalah menyelesaikan problem pendidikan pemuda dan anak-anak Indonesia, dan juga pemberdayaan wanita pesisir.
4. Agis Nur Aulia
Saat banyak pemuda enggan terjun di bidang pertanian karena dianggap tak menjanjikan atau kurang bergengsi, tidak demikian adanya dengan Agis, sarjana muda cumlaude dari Universitas Gajah Mada. Agis justru serius menggarap pertanian terpadu dan mengajak anak muda lainnya untuk ikut bertani.
Keinginannya untuk berkontribusi mewujudkan swasembada pangan, mendorong Agis merintis usaha peternakan sapi perah, kambing etawa, dan domba. Lewat model pertanian dan peternakan yang ia gagas, sudah ribuan petani belajar di Jawara Banten Farm. Jumlah ini belum termasuk petani-petani yang setiap bulannya datang dari berbagai daerah mulai dari Aceh, Yogyakarta, Jawa Barat bahkan dari NTT. Kebanyakan dari mereka hendak mencontoh model pertanian yang dibangun oleh Jawara Banten Farm.
5. Mesty Ariotedjo
Mungkin banyak dari kamu yang mengenal Mesty sebagai seorang wanita cantik yang jago memainkan harpa. Tapi tidak hanya itu. Lulusan fakultas kedokteran Universitas Indonesia ini juga memiliki minat yang besar tentang isu-isu kesehatan khususnya di daerah pelosok Indonesia yang masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Mesty merealisasikan kepeduliannya ini bersama beberapa rekannya dengan membuat Wecare.id, yang merupakan situs penggalangan dana bagi pasien kurang mampu di daerah terpencil, yang membutuhkan akses kesehatan mulai dari pemeriksaan, perawatan, biaya rujukan sampai dengan biaya kontrol. Sudah banyak pasien yang tertolong berkat aksi sosialnya ini.
6. Tarjono Slamet
Pada tahun 1990, Tarjono menghadapi kenyataan kaki kirinya harus diamputasi dan 10 jari tangannya tidak dapat digerakan karena mengalami kerusakan syaraf. Tarjono tentunya terpuruk dan membutuhkan waktu cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan dirinya. Saat akhirnya berhasil bangkit untuk kembali menata hidupnya, Tarjono pun mencari cara untuk bisa merangkul teman-teman yang menderita disabilitas agar juga bisa bangkit dan mandiri.
Tarjono berhasil mendapatkan dukungan penuh dari Pusat Rehabilitasi Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) di Yogyakarta untuk belajar membuat kerajinan tangan membuat mainan dari kayu. Tarjono berkeliling ke banyak negara seperti Australia, Selandia Baru, Belanda untuk belajar membuat kerajinan kayu. Hal ini juga yang akhirnya membuka jalan Tarjono untuk memasarkan produknya. Ia mendirikan Yayasan Penyandang Cacat Mandiri. Semua karyawan yang ada di tempatnya adalah penyandang disabilitas.