Kebiasaan dan gaya hidup saat ini berubah drastis dalam waktu yang relatif singkat. Arus informasi, teknologi, dan kampanye pemasaran dari berbagai merek menggiring setiap orang ke arah gaya hidup mewah, tidak jarang pula berlebihan.
Tidak heran bila perilaku konsumtif menjadi fenomena yang memengaruhi gaya hidup masyarakat hari ini. Perilaku konsumtif adalah kebiasaan membelanjakan uang tanpa melewati pertimbangan matang.
Perilaku konsumtif dapat muncul baik karena faktor internal maupun eksternal. Namun, sebelum membahas faktor perilaku konsumtif, ada baiknya kita cermati definisinya terlebih dahulu.
Apa itu konsumtif?
Jika menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumtif adalah bersifat konsumsi, yaitu hanya memakai serta tidak menghasilkan sendiri.
Akan tetapi, untuk memahami perilaku konsumtif, kita perlu melihat perilaku ini dalam kaitannya dengan konsumerisme dan psikologi. Berikut ini pernyataan para ahli tentang apa itu konsumtif?
Erich Fromm, seorang social psychologist asal Jerman dalam bukunya The Sane Society menyebutkan bahwa seseorang bisa disebut konsumtif bila mempunyai barang karena pertimbangan status.
Jadi, seseorang yang konsumtif cenderung membeli barang yang berupa keinginan, bukan kebutuhan. Jumlah barang yang dibeli pun umumnya berlebihan dan tidak wajah demi menunjukkan statusnya.
Sementara itu, dalam buku Nuansa Psikologi Pembangunan, Prof. Djamaludin Ancok menerangkan bahwa perilaku konsumtif adalah sikap individu yang tidak bisa menahan keinginan untuk membeli barang, tanpa melihat fungsi dari barang tersebut.
Baca juga: Mengetahui Tentang Kebutuhan Primer, Sekunder, dan Tersier
Indikator perilaku konsumtif
Seperti yang sudah diketahui, seseorang dengan perilaku konsumtif akan cenderung membeli dan menggunakan barang tidak berdasarkan pertimbangan yang rasional.
Bahkan, individu tersebut justru cenderung mengonsumsi barang dalam jumlah yang tidak terbatas serta mementingkan pemenuhan keinginan semata.
Lalu, apa saja hal-hal yang menjadi indikasi bahwa seseorang telah berperilaku konsumtif? Silakan simak poin-poin di bawah ini!
Membeli produk sebab ada penawaran khusus
Sebagai contoh, ketika berjalan-jalan di mall, seorang konsumen memutuskan membeli celana jeans yang sedang sale hingga 70%. Padahal, orang tersebut tidak sedang membutuhkan celana jeans.
Hal serupa juga kerap terjadi saat terdapat penawaran khusus berupa BUY 1 GET 1. Orang mungkin seketika memutuskan membeli sepatu, produk makeup, peralatan mandi, dan lain-lain dengan alasan sedang ada promosi beli satu gratis satu.
Padahal, produk yang dibeli tidak dibutuhkan oleh orang tersebut saat itu.
Membeli produk dengan alasan tampilannya menarik
Sepertinya cukup banyak orang yang membeli suatu produk karena terlihat ‘lucu’ atau kemasannya ‘menarik. Hal ini tidak selalu terjadi pada barang, kadang ada yang memutuskan membeli makanan sebab tampak ‘enak’.
Nah, apabila ketertarikan terhadap tampilan yang menarik itu tidak dibarengi dengan adanya kebutuhan, waspada kamu berpotensi mempunyai perilaku konsumtif.
Melakukan pembelian produk demi menjaga citra diri atau gengsi
Hal ini salah satu indikator perilaku konsumtif yang sangat nyata, yaitu transaksi pembelian dilakukan untuk menjaga gengsi.
Sebagai contoh, seseorang berada di dalam kelompok pertemanan dengan status sosial tertentu. Setiap anggota kelompok cenderung membeli barang yang dibeli rekan sekelompoknya demi menjaga citra, sekalipun barang tersebut tidak dibutuhkan.
Pembelian didasarkan pada pertimbangan harga yang dianggap mewah
Dorongan ini mungkin muncul demi penerimaan di sebuah kelompok seperti poin sebelumnya. Namun, kasusnya tidak selalu demikian.
Seseorang dengan perilaku konsumtif mungkin membeli suatu barang karena menganggapnya mewah sekalipun tidak ditujukan agar diterima dalam lingkungan tertentu.
Membeli sebagai simbol status yang dianggap tinggi
Tidak sedikit orang menganggap bahwa kekayaan merupakan simbol status yang dianggap tinggi. Lalu, tak sedikit pula yang berpendapat, sering berbelanja atau membeli banyak barang adalah ciri seseorang kaya.
Karena itu, dalam beberapa kasus, sikap konsumtif didorong oleh keinginan untuk mempertahankan suatu simbol status.
Menggunakan suatu produk karena unsur konformitas dengan model yang mengiklankannya
Konformitas terjadi ketika individu meniru sikap dan perilaku orang karena adanya tekanan, baik nyata maupun imajiner. Jadi, pola konsumsi yang berkaitan dengan konformitas kerap terjadi pada remaja.
Bertransaksi dalam rangka meningkatkan rasa percaya diri
Ditinjau dari sisi psikologi, ternyata ada individu yang melekatkan nilai diri pada benda-benda yang dipakai atau dimilikinya. Karena itu, individu ini perlu selalu membeli, menggunakan, atau memiliki barang tertentu supaya merasa percaya diri.
Ingin coba-coba
Karena ingin coba-coba, sehingga membeli produk dengan fungsi sama dari merek berbeda meskipun sudah memilikinya dan produk sebelumnya belum habis
Baca juga: Pengertian Kebutuhan Sekunder: Faktor dan Contohnya
Dampak perilaku konsumtif
Jika diamati, sepintas perilaku konsumtif mungkin terasa kurang baik. Namun, seperti segala hal lain, perilaku konsumtif pun tetap mempunyai dua sisi.
Maka dari itu, dampak yang ditimbulkan pun tetap ada yang positif sekaligus negatif. Di bawah ini beberapa dampak perilaku konsumtif yang mungkin terjadi.
Dampak positif perilaku konsumtif
Hampir sebagian besar konsumen menginginkan kepuasan ketika bertransaksi atau melakukan pembelian. Nah, salah satu dampak positif perilaku konsumtif bagi konsumen secara pribadi adalah dapat memunculkan rasa puas.
Mengingat karakter perilaku konsumtif adalah cenderung berbelanja terus-menerus, gaya hidup ini memberi dampak baik sebab dapat mendorong perputaran roda perekonomian.
Jadi, bagi produsen atau pemilik usaha, hal ini tentu menguntungkan. Bahkan, dari sisi bisnis, consumptive behavior justru didorong agar sektor ekonomi terus hidup.
Dampak negatif perilaku konsumtif
Meskipun disebutkan sebelumnya bahwa perilaku konsumtif bisa mendatangkan rasa puas bagi konsumen, tetapi dampaknya tidak selalu positif.
Dari sisi perencanaan keuangan, perilaku ini tentu dianggap sebagai kebiasaan kurang baik sebab dapat menimbulkan pemborosan dan tidak terencananya alokasi finansial.
Kemudian, kepemilikan benda atau barang juga membuat jurang kaya dan miskin makin kentara. Akibatnya, muncul kesenjangan sosial. Tidak hanya itu, inflasi juga mengintai sebagai akibat dari perilaku konsumtif.
Baca juga: Deflasi adalah: Penyebab, Jenis, dan Dampaknya
Perilaku konsumtif berarti tingginya jumlah orang membelanjakan uangnya. Jika angka spending tinggi, uang yang beredar banyak sehingga mendorong menurunnya nilai uang dan terjadilah inflasi.
Faktor perilaku konsumtif
Sampai titik ini mungkin mulai timbul pertanyaan, apa sebenarnya yang mendorong munculnya perilaku konsumtif?
Nah, perilaku konsumtif dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Seperti yang sudah diketahui, faktor internal merupakan dorongan yang asalnya dari dalam diri, sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh lingkungan.
Mari kita cermati faktor-faktor perilaku konsumtif tersebut!
Faktor internal yang memengaruhi perilaku konsumtif
Berbicara faktor interal, biasanya perilaku konsumtif didorong oleh rasa puas setelah membeli suatu barang.
Dalam rasa puas tersebut, terdapat kepercayaan diri, konsep diri, dan dorongan lain yang sifatnya sangat personal. Yuk, kita bedah satu per satu!
- Motivasi: hal yang mendorong seseorang untuk melakukan pembelian suatu barang atau jasa.
- Kepercayaan diri: seseorang dengan self esteem rendah umumnya lebih mudah terpengaruh jika dibandingkan dengan orang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi
- Observasi: sebelum membeli barang, umumnya orang melakukan pengamatan terlebih dahulu, baik pada diri sendiri maupun orang lain terkait barang yang akan dibeli.
- Proses belajar: pengalaman individu masing-masing berpengaruh terhadap keputusan membeli suatu barang.
- Kepribadian
- Konsep diri: mencakup ide, persepsi, serta sikap yang dimiliki seseorang atas dirinya.
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku konsumtif
Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal sumbernya di luar diri, seperti budaya, keluarga, kelas sosial, serta kelompok referensi.
-
Kebudayaan
Sebagai hasil karya dan proses belajar manusia, kebudayaan menjadi bagian dari masyarakat, memiliki pola, dan mempunyai tatanan.
Budaya menunjukkan kesamaan sekaligus variasi yang terintegrasi secara keseluruhan. Jadi, wajar sekali bila kebudayaan berpengaruh terhadap pola perilaku konsumsi masyarakat.
-
Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang perilakunya sangat memengaruhi seseorang, termasuk dalam keputusan berbelanja.
-
Kelas sosial
Secara umum, kelas sosial dibagi menjadi tiga, yaitu masyarakat kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Penggolongan tersebut didasarkan pada jumlah kekayaan, kekuasaan, atau ilmu pengetahuan.
Tentunya, setiap kelas sosial memiliki pola perilaku konsumsi yang berbeda dengan kelas sosial lainnya, mengingat daya belinya pun berbeda. Karena itu, kelas sosial menjadi salah satu faktor perilaku konsumtif.
-
Kelompok referensi
Kelompok referensi diartikan sebagai sekelompok orang yang memengaruhi sikap, pendapat, norma, serta perilaku konsumen.
Umumnya, kelompok referensi menentukan produk dan merek yang digunakan sesuai aspirasi kelompok. Di dunia digital sekarang, kelompok referensi lebih dikenal dengan sebutan influencer.
Baca juga: Influencer: Jenis, Tugas, dan Pengaruhnya Terhadap Bisnis
Kesimpulan
Selama ini, aktivitas konsumsi diterjemahkan sebagai proses pemanfaatan barang atau jasa oleh konsumen akhir. Namun, definisi tersebut tampaknya gagal mencakup multiperan yang dimiliki konsumerisme dalam hidup seseorang.
Pasalnya, hari ini kita mengerti bahwa aktivitas konsumsi jauh melampaui sekadar pemenuhan kebutuhan fisik akan makanan, tempat tinggal, dan sebagainya. Konsumsi dan perilaku konsumen jauh lebih kompleks dari itu.
Salah satu bukti kompleksitas tersebut adalah adanya perilaku konsumtif. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, perilaku konsumtif adalah kecenderungan seseorang berbelanja tanpa pertimbangan rasional.
Kegiatan konsumsi ditujukan untuk pemenuhan keinginan, tanpa benar-benar mempertimbangkan kebutuhan dan fungsi dari produk itu sendiri.
Kondisi mengonsumsi lebih banyak ini menjadi gaya hidup yang akrab dengan masyarakat karena didorong faktor internal dan faktor eksternal, termasuk kampanye-kampanye pemasaran.
Pertanyaannya, apakah kampanye pemasaran bisa tidak mendorong perilaku konsumtif? Tentu saja bisa.
Pemilik usaha dapat mengatur program promosi dan kampanye pemasaran yang bertanggung jawab di aplikasi POS. Jadi, kamu bisa mengajak masyarakat untuk lebih menyadari keputusannya atau mindful saat bertransaksi.
Sebagian pemilik usaha mungkin merasa hal ini merugikan bisnis. Padahal, dampaknya akan positif untuk jangka panjang sebab perilaku konsumsi yang bertanggung jawab juga berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.