Pajak Penghasilan/PPh: Dasar Hukum, Rumus, dan Tarif

Ditulis oleh Andiana Moedasir

article thumbnail

Kenali Pajak Penghasilan dengan baik agar kamu bisa berbisnis dengan tenang dan menunjukkan bahwa kamu adalah wajib pajak yang patuh terhadap peraturan negara.

“Udah gajian, kan, bro? Udah bayar pajak penghasilan juga?” 

“Udah dibayarin kantor sekalian.”

“Pajak penghasilan bukannya bayar sendiri? Kok, dibayarin kantor?”

“Jadi gini, bro …”

Percakapan tentang pajak, terutama Pajak Penghasilan sepertinya tidak asing lagi di telinga masyarakat, tetapi hanya sedikit yang mengetahui informasi tentang pajak ini dengan baik. 

Singkatnya, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan baik dari perorangan maupun badan. 

Pajak adalah iuran wajib kepada negara setiap jangka waktu tertentu oleh warga negara untuk kepentingan umum yang bersifat memaksa. 

Manfaat membayar pajak memang tidak bisa dirasakan secara langsung. Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam bernegara terutama pada pembangunan.

Sebagai Wajib Pajak, masyarakat perlu memahami tentang pajak penghasilan ini secara menyeluruh. Dengan begitu, Wajib Pajak pun dapat bertanggung jawab melaksanakan kewajiban secara tepat. 

Pada hakikatnya, pajak merupakan bagian dari hak dan kewajiban hidup sebagai warga negara di Indonesia.

Penghasilan yang dikenakan pajak dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.

Adapun beberapa jenis PPh seperti PPh pasal 15, PPh pasal 19, PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPh pasal 29 dan PPh final pasal 4 ayat 2. 

Pada artikel ini, kita akan membahas sekilas tentang Pajak Penghasilan. Yuk!

Sejarah Pajak Penghasilan

Kita mundur sebentar ke tahun sebelum kemerdekaan, ya, Majoopreneurs. 

Dahulu, pajak penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang menyebar dan banyak didirikan di Indonesia. Pajak tersebut ditanamkan dengan pajak perseroan (PPs).

Pajak perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan dan diberlakukan sejak pada tahun 1925. 

Setelah pajak hanya dikenakan untuk perusahaan yang didirikan di Indonesia, secara perlahan akhirnya diterapkan juga pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan yang bekerja di suatu perusahaan.

Pada tahun 1932 diberlakukan yang disebut ordonansi pajak pendapatan. Ordonansi pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki pendapatan di Indonesia. 

Pada tahun 1935 diberlakukan ordonansi pajak upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah pegawai untuk membayar pajak atas gaji yang diterima.

Baca Juga: Apa Itu PPh Pasal 23? Yuk, Pahami Sama-sama! 

Apa itu PPh?

Definisi Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri.

Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan.

Selain itu, pengaturan terbaru tentang pajak penghasilan juga dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan melalui UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Kategori Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni:

  • PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha
  • PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan, hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri

Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Penghasilan

Dasar Pengenaan Pajak atau DPP adalah dasar pengenaan pajak yang diperoleh dari penghasilan kena pajak dari wajib pajak penerima penghasilan. 

Dasar Pengenaan Pajak dan pemotong PPh pasal 21 adalah penghasilan kena pajak bagi pegawai tetap, penerima pensiun berkala, pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar bulanan, bukan pegawai. 

Wajib Pajak yang dimaksud adalah yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Tarif PPh pasal 21 dipotong dari jumlah penghasilan kena pajak (PKP) yang dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh. 

Tarif PPh bersifat progresif yang artinya semakin tinggi penghasilan yang diterima maka akan dikenakan lapis tarif lebih tinggi.

Penyetoran pajak penghasilan harus disetor paling telat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan pembayarannya paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Berapa Tarif Pajak Penghasilan?

Setiap jenis-jenis PPh ditetapkan besar tarif pajak berbeda-berbeda sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU PPh. Di bawah ini majoo akan membahas tentang besar tarif PPh 21:

Tarif PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 yang memiliki NPWP dan tidak punya NPWP, adalah:

Tarif PPh 21 memiliki NPWP

Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif. Atau sama halnya dengan tarif PPh Pasal 21 dengan ketentuan besar tarif adalah:

  1. 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun
  2. 15% untuk penghasilan Rp50.000.000 – Rp250.000.000 per tahun
  3. 25% untuk penghasilan Rp250.000.000 – Rp500.000.000 per tahun
  4. 30% untuk penghasilan Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 per tahun
  5. 35% untuk penghasilan di atas Rp5.000.000.000 per tahun (aturan terbaru dalam UU HPP)
  6. Untuk WP yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dikenakan tarif 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP

Tarif PPh 21 tanpa NPWP

Bagi wajib pajak yang menerima penghasilan namun tidak memiliki NPWP, maka tarif pajak penghasilannya dikenakan 20% lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan terhadap yang memiliki NPWP, yakni:

  • Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 20% lebih tinggi dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
  • Ketentuan di atas diterapkan untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
  • Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Tentang Tarif PPh 22

Besar tarif atau pungutan pajak penghasilan pasal 22 adalah:

Atas impor

  • Bagi yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
  • Bagi non-API = 7,5% x nilai impor
  • Bagi yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

Atas pembelian barang

Pembelian barang ini dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD, yakni:

= 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final)

Atas penjualan hasil produksi

Penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

  • Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

Atas penjualan hasil produksi

Penjelasan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

  • Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final
  • Selain penyalur/agen bersifat tidak final

Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri

Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan, yaitu:

= 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir

Impor beberapa komoditas tersebut bagi importir yang menggunakan API, dengan tarif sebesar:

= 0,5% x nilai impor.

Atas penjualan

  • Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  • Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk (BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.

Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.

Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final.

 Pahami posisi kamu sebagai pekerja perusahaan atau pekerja lepas atau bahkan seorang pebisnis, karena akan berpengaruh terhadap penghitungan pajak penghasilan yang berbeda.

Tentang Tarif PPh 23

Besar tarif pajak penghasilan pasal 23 ditetapkan sebesar:

  • 15% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
  • 2% dari DPP untuk objek pajak lainnya
  • 100% atau dua kali lipat tarif standar PPh 23, jika tidak memiliki NPWP

Pengenaan tarif PPh 23 yang mengalami kenaikan 2 kali lipat tarif standar karena tak punya NPWP ini maka besar tarifnya menjadi:

  • 30% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
  • 4% dari DPP untuk objek pajak lainnya

Jumlah transaksi yang akan dikenakan angka tarif PPh yang naik 2 kali lipat ini adalah jumlah bruto sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Tarif Khusus PPh 23

Pada tarif kategori objek pajak hadiah dan penghargaan diterapkan ketentuan khusus, yakni:

  • 25% dari DPP jika hadiah undian atau lotre yang dianggap sebagai penghasilan
  • 20% dari DPP jika penerima hadiah dan penghargaan ekspatriat, dan bukan termasuk BUT internasional
  • 15% dari DPP jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk BUT
  • Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karier akan dikenakan tarif yang sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh 21

Tentang Tarif PPh Final Pasal 4 ayat (2)

PPh Final Pasal 4 ayat (2) ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau lainnya yang telah ditentukan pada objek-objek PPh 4 ayat (2) ini, di antaranya:

  • 20% untuk penghasilan dari deposito, tabungan, diskonto SBI (Surat Berharga Indonesia)
  • 5%-15% untuk penghasilan dari bunga obligasi
  • 0-10% untuk penghasilan dari simpanan koperasi
  • 0,1% untuk penghasilan atas penjualan saham

Rumus dan Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan 21

Karena pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak progresif, maka contoh perhitungannya seperti berikut ini:

Memiliki NPWP

Pak Hendro seorang pekerja lepas kreatif dan memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp95.000.000 dan Pak Hendro memiliki NPWP.

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:

 

= 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000

= 15% x Rp35.000.000 = Rp5.250.000

= Rp3.000.000 + Rp5.250.000

= Rp8.250.000

Tidak Memiliki NPWP

Pak Hendro pekerja bebas kreatif dengan gaji yang diterima sebesar Rp95.000.000, tapi Pak Hendro tidak memiliki NPWP.

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah:

 

= 5% x 120% x Rp60.000.000 = Rp3.600.000

= 15% x 120% x Rp35.000.000 = Rp6.300.000

= Rp3.600.000 + Rp6.300.000

= Rp9.900.000

Tentang Tarif PPh Final PP 23/2018

Besar tarif PPh Final untuk UKM berdasarkan PP No. 23/2018 ditetapkan sebesar 0,5% dari penghasilan atau total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan. Pembayaran PPh Final PP 23/2018 ini dibayarkan pada tanggal 10 setiap bulannya.

Baca Juga: Mengenal Fungsi EFIN Pajak dan Cara Mendapatkan EFIN Online 

Kesimpulan

Banyaknya jenis Pajak Penghasilan/PPh membuat kamu sebagai Wajib Pajak harus belajar mengenal jenis pajak yang sesuai dengan kondisi dan posisi yang kamu alami.

Dengan demikian diharapkan agar semua masyarakat taat untuk membayar pajak karena pajak merupakan salah satu hak dan kewajiban bagi warga negara Indonesia. 

Apabila masyarakat membayar pajak tepat waktu dan taat, tentunya akan berpengaruh pada penerimaan negara dan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Indonesia. 

Pembangunan juga akan berjalan dengan lancar dan berbagai fasilitas umum akan disediakan sehingga masyarakat merasakan manfaat membayar pajak

Setuju, kan, Majoopreneurs? Sekarang kamu bisa membuka artikel lain tentang pajak dan pendapatan yang sudah majoo siapkan untuk menambah wawasanmu sebagai warga negara yang baik.  

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo