Pendekatan Ordinal, Perilaku Konsumen yang Perlu Diketahui

Ditulis oleh Nisa Destiana

article thumbnail

Kepuasan terhadap barang atau jasa dianggap tak bisa dinilai secara kuantitatif dari kacamata pendekatan ordinal.

Perilaku konsumen merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para ahli ekonomi dan pelaku usaha. Berbicara perilaku konsumen, apakah kamu familier dengan pendekatan ordinal dan kardinal?

Para ahli ekonomi modern mulai meninggalkan konsep pendekatan kardinal dan menerapkan pendekatan ordinal atau ordinal utility approach untuk mempelajari perilaku konsumen. 

Beberapa dari kamu mungkin bertanya, apa perbedaan pendekatan kardinal dan ordinal? Pendekatan kardinal menyatakan bahwa barang dihitung dengan angka. Sementara itu, dalam pendekatan ordinal, barang tidak semata-mata dinilai dengan angka, tetapi melalui perbandingan.

Untuk memahami ordinal utility approach, mari simak penjelasan di bawah ini!

Pengertian Pendekatan Ordinal

Pendekatan ordinal atau ordinal utility approach dikembangkan oleh banyak ahli ekonomi. Beberapa di antaranya, yaitu John R. Hicks, R. G. Allen, Vilfredo Pareto, dan Ysidro Edgeworth. Lalu, apa yang dimaksud dengan ordinal utility approach?

Secara singkat, pendekatan ordinal adalah suatu pendekatan yang menganggap kepuasan tak dapat diukur secara kuantitatif, tetapi berjenjang dan hanya bisa dibandingkan. 

Pendekatan ini didasarkan pada fakta bahwa utilitas suatu barang atau komoditas tidak bisa diukur dalam jumlah absolut.

Biar bagaimanapun konsumen bisa memberikan pendapat secara subjektif terkait kepuasan yang diperolehnya. Mungkin suatu komoditas dinilai lebih memberikan kepuasan, kurang memberikan kepuasan, atau sama saja bila dibandingkan dengan komoditas lain.

Baca juga: Apa Itu Customer Experience? Simak Pengertian dan Contohnya!

Asumsi dalam Pendekatan Ordinal

Ordinal utility approach akan sulit dipahami tanpa mengetahui asumsi-asumsi yang melandasi pendekatan tersebut. Karena itu, untuk lebih memahami pendekatan perilaku konsumen yang satu ini, kamu perlu mengenal asumsi-asumsi di baliknya terlebih dahulu.

Rationality

Setiap konsumen diasumsikan bertindak rasional, yaitu berusaha mengejar kepuasan maksimum walaupun dihadapkan dengan keterbatasan bujet.

Utility is Ordinal

Merujuk pada asumsi tersebut, kepuasan tidak dapat diukur, tetapi hanya bisa dibandingkan atau sifatnya bertingkat.

Transitivity and Consistency of Choice

Konsumen akan selalu konsisten dalam membuat pilihan antara berbagai kombinasi barang atau komoditas. 

Dengan kata lain, jika konsumen lebih menyukai barang A dibandingkan dengan barang B, dan konsumen tersebut lebih menyukai barang B daripada barang C, konsumen pasti lebih menyukai barang A dibandingkan dengan barang C. 

Dalam bentuk persamaan matematika, situasinya akan menjadi: Jika A > B dan B > C, maka A > C.

Non Satiation 

Seperti yang sudah diketahui, ‘satiation’ dalam bahasa Inggris berarti ‘kenyang’. Dengan demikian, ‘non satiation’ secara harfiah bisa diartikan ‘tidak kenyang’.

Asumsi yang satu ini menyatakan bahwa konsumen menyukai barang dalam jumlah lebih banyak daripada yang sedikit. 

Konsumen juga diasumsikan selalu ingin terus mengonsumsi barang atau komoditas. Inilah yang sering disebut sebagai “asumsi ketiadaan kepuasan” atau “konsumsi tanpa kejemuan” (assumption of satiation).

Indifference Curve

Seperti telah dibahas sebelumnya, ahli ekonomi yang mencetuskan ordinal utility approach salah satunya adalah John R. Hicks. Secara khusus, Hicks telah menerapkan pendekatan ordinal untuk mempelajari perilaku konsumen. 

Interpretasi grafis diandalkan oleh sebagian besar ahli ekonomi dalam penerapan ordinal utility approach untuk memperjelas ide atau gagasan yang ingin diungkapkan. Adapun elemen grafis yang digunakan, salah satunya indifference curve atau kurva ketidakpedulian.

Indifference curve (IC) adalah kurva yang menggambarkan kombinasi konsumsi dua macam barang atau jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama. Setiap titik dalam kurva melambangkan tingkat kepuasan yang tidak berbeda (indifference), meski kombinasi konsumsi barang atau jasanya berbeda-beda.

 Dalam ordinal utility approach, kepuasan hanya bisa dibandingkan atau bersifat bertingkat.

Untuk mengetahui lebih jelas tentang indifference curve, coba perhatikan kombinasi penggunaan barang berikut ini!

 

Kombinasi

Jumlah Pakaian

Jumlah Makanan

A

1

7

B

2

5

C

3

4

D

4

3,5


Dalam tabel di atas, terlihat berbagai kombinasi konsumsi pakaian dan makanan. Kombinasi-kombinasi tersebut membuahkan kepuasan yang sama besarnya. 

Kombinasi A, B, C, dan D tersebut kemudian digambarkan ke dalam sebuah grafik yang sumbu horizontalnya mengukur jumlah pakaian, sedangkan sumbu vertikal mengukur jumlah makanan.

Dengan demikian, contoh pendekatan nilai guna ordinal dapat dilihat pada indifference curve berikut ini.

Bidang yang berada di antara sumbu vertikal dan sumbu horizontal disebut ruang komoditi (commodity space). Bentuk grafis kombinasi A hingga D dalam ruang komoditi itulah yang disebut indifference curve (IC).

Ciri-Ciri Pendekatan Ordinal

Setelah mengetahui pengertian dan alat ukurnya, sebagian dari kamu mungkin ingin mengetahui karakteristik ordinal utility approach.

Jadi, apa ciri-ciri pendekatan ordinal? Ciri pendekatan ordinal biasanya diterjemahkan sebagai ciri indifference curve, yaitu memiliki kemiringan negatif, cembung ke arah ordinat, kurva di sebelah kanan menunjukkan tingkat kepuasan lebih tinggi, dan kurva tidak saling berpotongan.

Supaya kamu lebih memahaminya, mari kita bahas ciri-ciri tersebut satu per satu!

Memiliki Slope atau Kemiringan Negatif

Berhubung indifference curve mempertahankan kepuasan yang sama, maka penambahan di satu barang harus diimbangi dengan pengurangan barang lainnya. 

Dengan kata lain, misal saat konsumen berusaha menambah pakaian, kompensasinya jumlah makanan harus dikurangi. Itulah alasan IC bentuknya mengarah ke bawah (downward sloping).

Cembung ke Arah Ordinat

Bentuk kurva cembung didasarkan pada asumsi tingkat subtitusi marjinal atau marginal rate of substitution yang terus berkurang. Marginal rate of substitution (MRS) adalah ukuran yang menggambarkan sejauh mana konsumen bersedia menukarkan barang yang satu dengan barang lainnya dalam kurva IC yang sama.

Kita ambil contoh dari tabel di atas. Ketika konsumen mengubah kombinasi dari A menjadi B, konsumen harus mengorbankan dua unit makanan untuk menambah satu unit pakaian. Dengan demikian, tingkat substitusi marjinalnya sebesar 2:1.

Kemudian, jika konsumen menambah satu unit pakaian lagi, konsumen harus mengorbankan 1 unit makanan atau MRS = 1:1. Lalu, jika konsumen kembali menambah satu unit pakaian, jumlah makanan yang harus dikorbankan sebanyak 0,5 unit atau MRS = 0,5:1. Apabila kita perhatikan, nilai MRS ternyata terus menurun.

Dari gambar tabel di atas, terlihat bahwa semakin banyak konsumen menambah konsumsi pakaian, akan semakin sedikit konsumsi makanan yang mau dikorbankannya. 

Jumlah unit konsumsi makanan yang dikorbankan demi menambah pakaian terus berkurang, yaitu dari 2 akhirnya menjadi 0,5.

Semakin ke Kanan, Semakin Tinggi Kepuasannya

Dalam pembahasan sebelumnya telah disebutkan tentang asumsi bahwa konsumen lebih menyukai jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan yang sedikit. 

Posisi IC yang lebih tinggi atau lebih ke kanan menggambarkan jumlah pakaian dan makanan yang lebih banyak. Posisi IC tersebut tentunya lebih disukai konsumen karena memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

Sesama Indifference Curve Tidak Saling Berpotongan

Sesama kurva IC tidak mungkin saling berpotongan sebab adanya asumsi konsistensi dan transitivity

Sesuai asumsi konsistensi atau transitivity, karena A = B dan A = C, maka seharusnya B = C. Artinya, konsumen harus memperoleh kepuasan yang sama di titik B dan C. 

Namun, pada kenyataannya kombinasi B lebih banyak mengandung makanan daripada kombinasi C. Jadi, secara logis, berdasarkan asumsi tadi, konsumen mustahil memperoleh kepuasan yang sama dari kombinasi B dan C. Itulah sebabnya kurva IC tidak mungkin saling berpotongan.

Baca juga: Definisi, Metode, serta Indikator Kepuasan Pelanggan

Berdasarkan paparan di atas, kita jadi mengerti bahwa penilaian kepuasan terhadap suatu barang atau komoditas sangat bersifat subjektif. Dari sudut pandang pendekatan ordinal, konsumen juga tidak dapat menilai secara kuantitatif terkait besaran kepuasan yang diperolehnya.

Maka dari itu, hal terbaik yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha ialah memastikan bisnis memberikan pelayanan terbaik dan produk dengan kualitas sehingga pengalaman pelanggan pun optimal dan konsumen merasa puas.

Untuk mencapai hal tersebut, kamu perlu memastikan setiap aspek operasional bisnis dikelola dengan baik. Karena itu, gunakan aplikasi POS lengkap agar pengelolaan aktivitas harian bisnis lebih efektif dan efisien!

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Frequently Asked Question

Pendekatan kardinal menyatakan bahwa barang dihitung dengan angka. Sementara itu, dalam pendekatan ordinal, barang tidak semata-mata dinilai dengan angka, tetapi melalui perbandingan.
Ciri pendekatan ordinal biasanya diterjemahkan sebagai ciri indifference curve, yaitu memiliki kemiringan negatif, cembung ke arah ordinat, kurva di sebelah kanan menunjukkan tingkat kepuasan lebih tinggi, dan kurva tidak saling berpotongan.
Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo