Perbedaan Pajak dan Retribusi yang Harus Dipahami

Ditulis oleh Akidna Rahma

article thumbnail


Apa perbedaan pajak dan retribusi yang perlu kita ketahui sebagai pelaku usaha?


Jelaskan perbedaan antara pajak dan retribusi! Model pertanyaan ini mungkin sudah sangat sering kita temui dalam mata pelajaran ekonomi dan akuntansi, baik ketika duduk di bangku sekolah menengah atas maupun sekolah menengah pertama. Siapa sangka, pertanyaan ini kembali muncul setelah sekian lama ketika sudah menjalankan bisnis kita sendiri.

Namun, tentu ada perbedaan besar dari pertanyaan di atas ketika ditanyakan di dalam ruang kelas atau saat kita sudah mengelola bisnis kita sendiri. Dalam ruang kelas, pertanyaan terkait pajak dan retribusi hanya memiliki implikasi sebatas teori yang sekadar perlu dipelajari sesuai dengan materi pembelajaran dari guru, kan?

Akan tetapi, pertanyaan serupa memiliki efek yang lebih serius apabila ditanyakan kepada seorang pelaku usaha. Sudah tidak lagi bicara tentang teori ekonomi dan semacamnya, pajak serta retribusi dalam bisnis dapat memengaruhi banyak hal yang sifatnya bisa dirasakan langsung, baik oleh pelanggan, dan terutama bagi pelaku usaha itu sendiri.

Jadi, sebenarnya, apa perbedaan di antara kedua hal tersebut, sih?

Perbedaan Antara Pajak dan Retribusi

Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat, tak ada salahnya kembali membuka buku pelajaran saat sekolah dulu dan sekali lagi memahami pengertian dari pajak serta pengertian dari retribusi; mengenali apa saja karakter utama yang menjadi ciri khasnya, sifatnya, tujuan, dan hasilnya. Dengan demikian, kita akan lebih mudah dalam membedakan mana biaya yang sebaiknya dimasukkan dalam pos pajak, dan mana yang lebih tepat berada di pos retribusi.

  1. Pajak

Sebenarnya, apa, sih, yang dimaksud dengan pajak? Mengapa kita perlu membayarkan pajak secara berkala kepada negara? Apa tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan sistem pajak?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pajak diartikan sebagai pungutan wajib yang umumnya berupa uang dan harus dibayarkan oleh seseorang sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah terkait dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa pajak bersifat wajib dan mengikat, di mana setiap warga negara harus membayarkan pajak tersebut kepada pemerintah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tak jauh berbeda dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Direktorat Jenderal Pajak Negara Kesatuan Republik Indonesia secara sederhana juga memaknai pajak sebagai pungutan wajib dari rakyat untuk negara. Hanya saja, Dirjen Pajak sedikit lebih lengkap dalam menjelaskan pengertian pajak dengan menambahkan fungsinya sebagai alat pembiayaan pengeluaran negara.

Lebih lanjut, Dirjen Pajak juga menjelaskan bahwa warga negara yang telah membayarkan pajak sesuai dengan aturan, tidak mendapatkan imbalan secara langsung, karena uang yang dikumpulkan dari pembayaran pajak tersebut akan digunakan untuk keperluan negara dengan berorientasi pada kemakmuran rakyat. Inilah mengapa pajak kemudian bersifat wajib dan mengikat.

Bisa dibilang bahwa pajak merupakan bentuk kontribusi wajib dari masyarakat untuk pembangunan negara.

  1. Retribusi

Setelah memahami pengertian dari pajak, sekarang saatnya membahas secara lengkap pengertian dari retribusi untuk mengetahui apa perbedaan pajak dan retribusi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa pengertian retribusi adalah pungutan uang oleh pemerintah kota praja dan lainnya sebagai balas jasa, kaitannya dengan penggunaan fasilitas publik yang telah disediakan oleh pemerintah setempat. Sehingga sifatnya menjadi wajib dan mengikat secara terbatas.

Dari penjelasan tersebut, tentu muncul sebuah pertanyaan baru. Apa yang dimaksud dengan bersifat wajib dan mengikat secara terbatas? Nah, apabila dicermati dari pengertian retribusi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas, disebutkan bahwa retribusi merupakan bentuk balas jasa yang diberikan oleh seseorang kepada pemerintah setempat.

Dengan kata lain, retribusi menjadi wajib dan harus dibayarkan ketika, dan hanya ketika, seseorang memanfaatkan fasilitas publik tertentu. Sebaliknya, tidak ada kewajiban bagi mereka yang tidak memanfaatkan fasilitas publik tersebut untuk membayarkan iuran retribusi.

Sebenarnya, dari pengertiannya saja sudah ketahuan apa yang membuat iuran pajak berbeda dengan retribusi, tetapi banyak pelaku usaha yang kesulitan untuk melakukannya karena kedua bentuk iuran ini memiliki tujuan kurang lebih sama dan cakupan skala yang bisa jadi tak jauh berbeda.

Kesamaan Tujuan serta Cakupan Pajak dan Retribusi

Banyak yang secara besar menggolongkan bahwa iuran pajak umumnya ditarik oleh pemerintah pusat, sementara iuran retribusi dikelola oleh pemerintah daerah.

Dalam tahap tertentu, anggapan tersebut memang benar adanya. Namun, harus diingat pula bahwa pajak tidak sepenuhnya memiliki cakupan skala nasional, karena pemerintah daerah pun dapat melakukan penarikan pajak daerah.

Dengan pola pikir yang serupa, meski bisa dibilang jarang sekali terjadi, apabila pengelolaan suatu fasilitas publik dilakukan oleh pemerintah pusat, dan bukan oleh pemerintah daerah, iuran retribusi yang dikenakan kepada masyarakat pun akan dikelola secara pusat, dan bukan secara daerah. Adanya cakupan skala yang saling beririsan ini yang kemudian membuat banyak pelaku usaha kesulitan menentukan apakah biaya yang baru saja dikeluarkan sebaiknya digolongkan sebagai pajak atau justru retribusi.

Terlebih lagi, secara fungsi dan tujuan, tidak ada perbedaan antara pajak dan retribusi karena keduanya sama-sama difungsikan sebagai pemasukan yang nantinya akan dikelola sebagai alat pembayaran oleh pemerintah masing-masing. Namun, apabila kita kembali kepada pengertian pajak yang sudah dijabarkan sebelumnya, sebenarnya ada perbedaan mendasar yang bisa disimpulkan.

Ingat bahwa, secara pengertian, retribusi merupakan iuran yang dibayarkan sebagai balas jasa atas pemanfaatan fasilitas publik. Dengan kata lain, dalam dunia bisnis, retribusi dapat diandaikan sebagai layanan prabayar.

Seorang warga negara hanya membayarkan retribusi setelah menikmati fasilitas publik yang disediakan oleh pemerintah daerah setempat. Atau, bisa juga dibilang bahwa hasil dari iuran retribusi yang ditarik oleh pemerintah dapat dinikmati terlebih dahulu dan secara langsung oleh masyarakat.

Penjelasan tersebut tentu membuatnya berbeda dari penjabaran pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa warga negara tidak selalu dapat menikmati hasil pajak secara langsung.


Dengan mengetahui perbedaan pajak dan retribusi, kita dapat menghitung beban pengeluaran bisnis secara akurat.

Perbedaan Teknis Antara Pajak dan Retribusi

Secara teknis, pajak dan retribusi juga memiliki perbedaan mendasar yang cukup jauh.

Apabila retribusi umumnya dilakukan secara langsung, misalnya saja dengan membayar di pintu tol setelah menggunakan jalan tol atau membayarkan tiket masuk untuk menikmati taman maupun tempat lain yang menjadi fasilitas publik, penarikan untuk pajak sendiri dapat dibedakan menjadi dua:

  1. Pajak langsung

  2. Pajak tidak langsung

Jika retribusi pasti akan ditarik setelah atau sebelum seseorang memanfaatkan fasilitas publik, pajak dapat ditarik secara berkala atau tidak, terlepas dari penggunaannya.

Sebagai contoh, seseorang bisa saja diharuskan membayar pajak pertambahan nilai atau tidak tergantung pada apakah orang tersebut baru saja melakukan pembelian barang tertentu. Apabila ada barang kena pajak yang dibeli, orang tersebut harus membayarkan pajak pertambahan nilai; namun apabila tidak, pajak pertambahan nilai juga tidak perlu dibayarkan.

Karakter pajak semacam itu dapat digolongkan sebagai pajak tidak langsung, berbeda dengan pajak langsung yang pasti akan ditarik secara berkala terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh wajib pajak. Misalnya saja, seseorang harus secara berkala membayarkan pajak bumi dan bangunan untuk properti yang dimilikinya, terlepas apakah orang tersebut menempati properti yang menjadi objek pajak atau tidak.

Contoh lain dari pajak langsung adalah pajak penghasilan yang pasti akan ditarik kepada setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan tahunan, terlepas dari sifat mata pencaharian yang diambil apakah merupakan pegawai kontrak atau bahkan pekerja lepas; warga negara harus secara rutin melaporkan penghasilannya setiap tahun dan membayarkan pajak sesuai dengan nilai dari penghasilan yang diperoleh.

Teknis tersebut menjadi salah satu perbedaan pajak dan retribusi yang paling mudah untuk diidentifikasi, bukan?

Perbedaan Fungsi Antara Pajak dan Retribusi

Meski memiliki tujuan yang kurang lebih sama, yaitu sebagai alat pembayaran untuk berbagai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan negara, tetapi ada perbedaan antara pajak dan retribusi apabila dilihat dari fungsinya. Perbedaan ini tak dapat dikesampingkan begitu saja, karena pada perjalanannya perbedaan ini kemudian memunculkan perbedaan-perbedaan lain yang lebih signifikan.

Secara fungsi, retribusi memiliki batasan yang lebih jelas jika dibandingkan dengan pajak. Karena diperuntukkan sebagai balas jasa atas fasilitas publik yang diberikan oleh pemerintah setempat kepada warga negara, sebagian besar hasil pendapatan negara dari retribusi umumnya akan digunakan untuk mengelola fasilitas publik itu sendiri.

Sebagai contoh, retribusi pasar atau taman umumnya akan dikumpulkan dan dikelola untuk memastikan kondisi pasar maupun taman di mana retribusi tersebut ditarik tetap rapi dan dinikmati oleh masyarakat. Biaya renovasi atau pemugaran yang dilakukan pemerintah daerah terhadap fasilitas publik yang dikelolanya, biasanya diambil dari iuran retribusi tersebut. Inilah yang menjadi alasan mengapa biaya retribusi umumnya mengikat kepada setiap warga negara yang menggunakan fasilitas publik tertentu.

Ingat bahwa fasilitas umum bisa saja rusak dan membutuhkan pemeliharaan secara berkala agar dapat tetap dinikmati. Apabila retribusi ini dihapuskan atau ditiadakan, pemerintah akan kesulitan untuk mengelola fasilitas publik tersebut karena besarnya beban biaya pemeliharaan yang harus dikeluarkan.

Berbeda dengan itu, fungsi pajak dapat lebih luas dengan batasan yang juga fleksibel. Pajak yang ditarik di suatu daerah, misalnya saja, bisa saja tidak digunakan untuk kepentingan wajib pajak yang berdiam di daerah tersebut.

Hal ini dilakukan karena penerapan sistem pajak juga memiliki fungsi sebagai pemerataan pembangunan negara. Jadi, sangat wajar sekali apabila pajak yang ditarik di suatu daerah tidak dinikmati oleh masyarakat yang berada di daerah tersebut karena uang pajak tersebut kemudian digunakan untuk membangun fasilitas umum di daerah lain yang pendapatan pajaknya mungkin masih rendah.

Fungsi ini pula yang kemudian menjadi alasan mengapa Direktorat Jenderal Pajak menjelaskan bahwa hasil pajak yang ditarik oleh negara dari masyarakat mungkin saja tidak dapat secara langsung dinikmati oleh masyarakat, karena pajak tersebut akan dikumpulkan secara terpusat dan dikelola berdasarkan kebutuhan daerah.

Selain terkait dengan wilayah geografi, pemanfaatan hasil pajak juga dapat diterapkan secara lintas bidang. Maksudnya, pajak yang ditarik dari sektor ekonomi tertentu bisa saja digunakan untuk menanggung pengeluaran yang dibutuhkan oleh sektor ekonomi lainnya.

Hal ini dapat terjadi karena pengumpulan pajak yang dilakukan secara terpusat, kemudian pengelolaannya didistribusikan kepada setiap daerah yang ada. Itulah mengapa anggaran pembangunan dan belanja di suatu daerah bisa saja berbeda dengan anggaran pembangunan dan belanja di daerah yang lain.

Jika suatu daerah dirasa membutuhkan pembangunan yang lebih besar untuk bidang pendidikan, misalnya saja, bisa saja pajak yang ditarik dari sektor lain kemudian dialihkan ke sektor pendidikan. Dengan adanya fungsi pengelolaan pajak ini, diharapkan pemanfaatan hasil pajak bisa benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan di setiap daerah dengan pembagian sektor ekonominya masing-masing.

Setelah memahami berbagai perbedaan antara pajak dan retribusi yang sudah dijabarkan di atas, tentunya sebagai pelaku usaha kita juga memahami pentingnya untuk secara rutin membayarkan pajak dan retribusi sesuai dengan aturan yang berlaku, kan? Ingat bahwa meski kita mungkin tidak bisa menikmati hasilnya secara langsung, bagaimanapun juga, pengelolaan pajak serta retribusi pasti dilakukan dengan memfokuskan kemakmuran kita ke depannya.

Sebagai contoh, apabila kita menolak membayarkan retribusi jalan, padahal kita menggunakan jalan tersebut untuk melakukan distribusi produk bisnis secara masif dan rutin, bisa jadi jalan yang kita gunakan jadi rusak dan berlubang dan pemerintah daerah tidak memiliki biaya untuk mengatasi kerusakan-kerusakan tersebut. Lebih lanjut, tentu jalan yang rusak akan mengganggu bisnis kita karena dapat menimbulkan masalah distribusi seperti keterlambatan pengiriman barang dan semacamnya.

Hal yang sama juga berlaku untuk pajak; apabila kita tidak secara rutin membayarkan pajak sesuai dengan kewajiban yang kita miliki, bisa jadi pembangunan di sektor ekonomi lainnya akan terganggu dan kita tidak dapat secara maksimal menjalankan operasional bisnis karena dampak yang diberikan kepada pada rantai bisnis kita.

Namun, tidak perlu cemas. Manfaatkan aplikasi Majoo dengan fitur akuntansinya yang dapat diandalkan, tak hanya untuk menghitung pengeluaran pajak saja, tetapi juga mencatat dan menerbitkan setiap faktur maupun tagihan bisnis yang dapat membuat kita menghitung beban pajak secara tepat dan akurat!

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo