Sejak diumumkan Maret 2020 bahwa Indonesia mengalami dampak dari virus Covid-19, pemerintah mencoba menerapkan berbagai cara untuk membantu perekonomian masyarakat.
Beberapa metode bantuan diberikan. Mulai dari bantuan sembako, dana bantuan bagi para pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, kartu prakerja, bantuan kuota data internet bagi yang sekolah atau bekerja dari rumah, sampai ke bantuan dana bagi para pelaku UMKM atau yang biasa disebut BLT (Bantuan Langsung Tunai) UMKM.
Bantuan Langsung Tunai ini diberikan pemerintah secara khusus untuk para pelaku UMKM dengan besaran Rp 2,4 juta. Dana tersebut disalurkan satu kali ke rekening pelaku UMKM yang ada di data pemerintah.
Jumlah 2,4 juta ini tentunya tidak sedikit, tetapi juga terhitung tidak terlalu banyak. Banyak pihak menilai bahwa Bantuan Langsung Tunai ini belum cukup efektif untuk mendongkrak kembali perekonomian pelaku UMKM yang anjlok selama pandemi. Masih banyak UMKM yang belum bisa pulih atau malah hancur sama sekali.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Pertama, daya beli masyarakat yang drastis menurun. Masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh UMKM karena pemasukan mereka yang juga menurun. Sedangkan masyarakat yang ekonominya ada di kelas menengah ke atas banyak yang menahan diri untuk tidak berperilaku konsumtif. Selain menjaga stabilitas keuangan yang belum menentu, banyak masyarakat yang masih belum berani untuk terlalu sering keluar rumah. Hal ini tentu berdampak lumayan besar bagi pelaku UMKM yang biasa menjajakan produknya di sepanjang jalan/kaki lima.
Kedua, bantuan yang disalurkan tidak merata. Sudah menjadi rahasia umum jika tidak meratanya penyaluran bantuan ini menjadi sebuah kendala besar bagi kesejahteraan sosial yang adil untuk masyarakat. Kita juga tahu, untuk bisa mendapatkan bantuan ini, pelaku UMKM harus memenuhi berbagai persyaratan. Salah satu syarat yang banyak dikeluhkan adalah pelaku UMKM harus memiliki rekening tabungan dengan saldo di bawah dua juta rupiah. Bagi pelaku UMKM menengah mungkin hal ini bisa dengan mudah mereka penuhi, tetapi bagi pelaku UMKM yang sangat mikro tentunya tidak banyak dari mereka yang terpikir untuk memiliki rekening tabungan.
Ketiga, bantuan yang diberikan sebagai bantuan usaha akhirnya berubah menjadi cara bertahan hidup. Tidak bisa dipungkiri, banyak pelaku UMKM yang bangkrut dan memilih untuk menutup usahanya. Hal ini bukan saja berdampak bagi mereka pribadi melainkan juga ke para karyawannya yang terpaksa kehilangan pekerjaan. Dua hal ini lalu menyebabkan terjadinya semakin banyak masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia. Bantuan yang awalnya diterima untuk membantu mempertahankan jalannya usaha akhirnya mau tidak mau berubah menjadi sumber dana untuk hidup sehari-hari.