Perbedaan utama antara pekerja dan pengusaha adalah pola pikir. Keduanya memang harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidangnya, namun pengusaha harus memiliki pola pikir yang kritis, kreatif, dan solutif.
Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan zaman, banyak pola pikir pengusaha lama yang sudah usang, yang tidak lagi bisa digunakan saat ini. Agar kita bisa menjadi pengusaha yang maju, kita harus membebaskan diri dari pola pikir kuno ini.
Menjemput Bola
Pola pikir paling usang pengusaha adalah menunggu bola. Pengusaha melakukan segala yang dia bisa untuk membuka dan memulai usahanya, lalu dengan keyakinan penuh, hanya menunggu konsumen datang. Ia yakin, rezeki akan datang dengan sendirinya.
Tentu saja pola pikir ini sudah tidak bisa dipakai lagi. Kita pun beranjak ke pola pikir yang lebih baru, menjemput bola. Pola pikir ini mengarahkan kita untuk mengejar calon konsumen ke tempat mereka berada, baik melalui media promosi, ataupun dengan memikat konsumen dengan berbagai cara.
Sayangnya, cara ini pun sudah usang. Pola pikir baru yang harus kita miliki adalah menciptakan bola. Kita tidak lagi bisa hanya menunggu tren atau mengikuti tren. Kita harus bisa menciptakan tren.
Pengeluaran Seminimal Mungkin
Prinsip ekonomi yang satu ini, menekan pengeluaran sekecil mungkin dan meningkatkan pemasukan sebesar mungkin, sebenarnya masih berlaku. Sayangnya, kita belum memutakhirkan pandangan kita terhadap definisi pengeluaran itu sendiri.
Pola bisnis lama banyak berkutat dengan properti dan aset, yang membutuhkan dana besar. Karenanya, pengeluaran tambahan bisa melukai kedudukan finansial perusahaan. Ini sangat berbeda dengan bisnis di era modern, yang investasi utamanya tidak lagi melulu properti dan aset fisik. Investasi era digital ini sudah berpindah ke networking dan teknologi.
Ketika kita memilih menggunakan aplikasi kasir, bukan lagi mesin kasir biasa, itu bukan pengeluaran, tetapi investasi. Investasi yang akan memberi kita tidak hanya keuntungan finansial tetapi juga efisiensi waktu. Sama halnya dengan ketika kita mengundang kolega atau menggratiskan makanan yang dipesan oleh pelanggan restoran yang sedang berulang tahun.
Pemasukan – Pengeluaran = Keuntungan
Pola pikir ini sangat umum dimiliki pebisnis lama. Dalam dunia bisnis yang berdinamika tinggi saat ini, apabila kita masih menggunakan pola pikir ini, bisnis kita akan cepat tergilas kompetisi.
Tingginya tingkat kompetisi membuat kita harus berpikir dua, tiga, kalau bisa sepuluh langkah ke depan. Kita harus selalu memikirkan cara agar kita tetap unggul dari kompetitor kita, baik dengan meningkatkan kualitas layanan, maupun dengan inovasi-inovasi baru.
Karenanya, kita harus memperbarui pola pikir ini menjadi pemasukan – pengeluaran = modal pengembangan usaha.
Monopoli
Tidak sedikit pengusaha yang bercita-cita untuk menjadi satu-satunya di dalam bidang usahanya. Kalaupun ada kompetitor, mereka berusaha menggilas atau mengakuisisi kompetitornya. Memonopoli pasar menjadi tujuan kebanyakan pengusaha lama.
Saat ini, memonopoli pasar adalah suatu kemustahilan. Karenanya, pola pikir ini harus kita tinggalkan. Adanya kompetitor justru menjadi peluang bagi usaha kita untuk bisa selalu unggul, dengan inovasi-inovasi kita, dan dengan peningkatan kualitas secara terus menerus.
Selain itu, meski kita menguasai pasar karena tidak ada kompetitor, kita akan dihadapkan pada konsumen yang memiliki ketidakpuasan yang tinggi. Ketidakpuasan mereka bukan karena kualitas kita tidak bagus. Namun, karena mereka tidak punya pembanding. Begitu ada kompetitor baru, mereka akan segera berpindah tanpa memedulikan kualitas, hanya karena faktor “baru”.
Dengan adanya kompetitor, konsumen kita memilih kita dengan sadar, sehingga loyalitas mereka terhadap bisnis kita pun akan lebih tinggi.
Memerdekakan diri dari pola pikir lama pebisnis tidak hanya membutuhkan perubahan pola pikir, tetapi juga kemampuan mengamati dari sudut pandang yang lain. Tentunya ini hanya bisa tercapai dengan terus menerus memperluas wawasan kita dan mengikuti perkembangan zaman.
Baca Juga: Mengenal Monopoli: Pasar, Perdagangan, dan Dampaknya