Tahukah kamu bahwa industri fesyen merupakan salah satu industri yang menyumbang polusi sangat tinggi bagi bumi? Polusi yang dihasilkan industri fesyen konon lebih merusak dibanding polusi gabungan dari industri pelayaran dan penerbangan. Limbah dari kegiatan pembuatan baju, celana, hingga sepatu, terus meningkat dari waktu ke waktu. Seiring dengan peningkatan jumlah air bersih yang terbuang demi memenuhi tren mode terkini.
Agaknya hal tersebut menginspirasi Rowland Asfales untuk mengembangkan Pijakbumi, merek sneakers ramah lingkungan asal Kota Kembang.
Baca Juga: Pertanyaan Besar: Keuntungan Menjadi Pengusaha adalah …?
Ingin turut menjaga bumi
Jauh sebelum mengembangkan bisnis sneakers ramah lingkungan, Fales -sapaan akrab Rowland Asfales- sudah memulai bisnis sepatu. Pemicunya sederhana saja, sepatu miliknya hilang. Ketika itu, ia menyewa sebuah indekos di daerah Taman Sari, Bandung.
Untuk mengganti sepatu yang hilang, Fales berjalan-jalan ke daerah Cibaduyut. Sayangnya, sepatu kulit yang dijajakan di sana masih terlalu mahal bagi dompet Fales waktu itu. Sehingga ia pun pulang dengan tangan kosong.
Fales yang waktu itu sudah lulus dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, akhirnya memutuskan untuk membuat sepatu sendiri. Di luar dugaan, sepatu hasil karya Fales diminati oleh teman-temannya. Melihat peluang bisnis tersebut, Fales pun mulai menjual sepatu secara online. Harga 200-400 ribu rupiah yang ia tetapkan ternyata masih belum mampu bersaing dengan merek sneakers lokal lain ketika itu. Usaha miliknya pun bangkrut.
Sampai suatu ketika ia menemukan artikel yang menyatakan dunia fesyen sebagai penghasil limbah yang sangat tinggi, tak terkecuali sepatu kulit. Sebagian besar sepatu kulit diproduksi dengan menggunakan bahan kimia yang berdampak buruk bagi bumi dan manusia. Kenyataan tersebut yang menginspirasi Fales untuk membangun Pijakbumi.
Fales bereksperimen untuk memproduksi sepatu yang tetap terlihat trendi, namun juga mendukung kelestarian lingkungan. Dibuatlah sneakers ramah lingkungan dengan bahan kulit alami dan disamak menggunakan ekstrak tumbuhan. Pemilihan ekstrak tumbuhan digunakan untuk menggantikan senyawa kimia. Adapun tumbuhan yang digunakan adalah Kenaf, jenis tumbuhan tropis yang banyak tumbuh di Afrika dan Asia.
Penggunaan ekstrak tumbuhan dalam proses pembuatannya, menghasilkan kulit dengan warna tan alami serta tekstur yang lembut. Warna dan tekstur yang tidak akan ditemukan pada kulit yang diproses dengan secara kimiawi.
Masih dalam rangka mengurangi polusi dan berupaya menjaga bumi, proses pembuatan sepatu juga dilakukan dengan mesin jahit tradisional, di mana energinya masih dihasilkan dari gerakan kaki. Hal tersebut juga yang membuat merek sepatu yang satu ini tidak banyak memunculkan jahitan, melainkan mengandalkan cutting yang halus.
Baca Juga: dr. Tirta, Sosok di Balik Cemerlangnya Bisnis Shoes and Care
Visi keberlanjutan bawa Pijakbumi terima penghargaan di Italia
Dalam industri sepatu, tidak banyak brand yang memiliki orisinalitas desain, menggunakan material ramah lingkungan, sekaligus mempromosikan kearifan lokal. Pijakbumi adalah satu dari yang sangat jarang tersebut. Wajar saja jika bisnis ini mendapat sorotan.
Visi keberlanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini juga dilihat sebagai suatu konsep yang sangat inovatif. Karena konsep inovatif ini pula, Fales dinobatkan sebagai Emerging Designer The MICAM Milano 2020.
MICAM Milano sendiri merupakan pameran perdagangan internasional yang melibatkan industri profesional alas kaki. Acara tersebut diselenggarakan di Fiera Milano Rho, Italia. Pada perhelatan tersebut, terdapat 12 desainer sepatu dari seluruh dunia yang menerima penghargaan Emerging Designer. Penghargaan tersebut didasarkan pada konsep inovatif yang diusung oleh masing-masing desainer.
Melihat apa yang dilakukan oleh Fales, segala sesuatu memang sangat tergantung pada visi dan tujuan. Bahkan ketika bergerak dalam industri yang diklaim sebagai penyumbang limbah sekali pun, kita tetap bisa memberikan kontribusi baik bagi lingkungan jika kita memilih untuk memiliki tujuan tersebut.
Dari sisi pemilik bisnis, ternyata membangun bisnis sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan itu mungkin. Begitu pula dari sisi konsumen, menjaga bumi tanpa ketinggalan tren fesyen itu bukan hal mustahil. Pertanyaannya, kita mau atau tidak?