B2B adalah salah satu model bisnis yang cukup banyak digunakan, khususnya di dalam bisnis-bisnis dengan skala yang besar. Namun bukan berarti setiap pelaku usaha memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan B2B.
Sesungguhnya penting juga untuk memahami setiap model bisnis yang ada agar operasional bisnis juga bisa berjalan terus searah dengan rencana bisnis di awal. Karena ketika pelaku usaha tidak memahami pemahaman serta batasan setiap model bisnis, ada kemungkinan ketika menjalankan sebuah operasional, ada satu atau waktu ketika pelaku usaha tersebut menyebrang ke model bisnis yang berbeda.
Padahal, dengan menyebrang ke model bisnis yang berbeda, tentu saja kebutuhannya juga akan berbeda. Apabila pelaku usaha tidak menyadari kebutuhan yang berbeda untuk model bisnis yang berbeda pula, bisa jadi perbedaan tersebut menjadi hambatan dalam meraih keuntungan bisnis yang ditargetkan.
Oleh karena itu, ada baiknya kita membahas terlebih dulu apa itu B2B dan apa perbedaan yang dimilikinya dengan model bisnis B2C.
Apa itu B2B?
B2B atau business to business adalah model bisnis yang menempatkan pelaku usaha sebagai sebuah bisnis dan menjadikan bisnis lain sebagai audiens targetnya.
Dari pengertian tersebut, wajar jika modal bisnis B2B lebih sering dipilih oleh bisnis dengan skala yang besar, karena bagi bisnis besar, mudah untuk menyasar bisnis lainnya sebagai audiens target.
Sebagai ilustrasi, salah satu contoh bisnis yang dapat dikategorikan sebagai model bisnis B2B adalah penyedia alat-alat kesehatan yang menawarkan produknya kepada rumah-rumah sakit atau klinik.
Bisnis tersebut dapat dikategorikan sebagai model bisnis B2B karena sekalipun produk yang dijual hanya satu item saja, jika dilihat secara kuantitas, dari satu item alat kesehatan tersebut dapat digunakan atau “dijual kembali” ke banyak pasien yang menjadi konsumen terhadap rumah sakit tersebut. Jadi, rumah sakit di sini dilihat sebagai sebuah bisnis, dan tidak dihitung sebagai satu entitas konsumen saja.
Mengapa bisa demikian? Karena rumah sakit sendiri dapat dibilang sebagai sebuah bisnis dengan pasien-pasien yang dimilikinya sebagai konsumen. Oleh karena itu, ketika sebuah bisnis penyedia alat-alat kesehatan menjual, misalnya saja, mesin USG, bisnis tersebut bisa dianggap sebagai model bisnis B2B karena secara tidak langsung menyasar pasien-pasien dalam jumlah banyak, tetapi melalui rumah sakit sebagai konsumennya.
Berangkat dari pengertian dan contoh di atas, model bisnis B2B adalah model bisnis yang secara tidak langsung menyasar konsumen dari bisnis lain, dengan secara langsung melakukan transaksi terhadap bisnis lain tersebut.
Keuntungan yang Ditawarkan Model Bisnis B2B
Seperti kebanyakan bisnis, tentu ada manfaat yang dapat diperoleh langsung melalui model bisnis B2B, itulah mengapa tak sedikit pelaku usaha yang menggunakan model bisnis ini untuk menyasar konsumen. Sebenarnya, apa saja, sih, keuntungan menjalankan model bisnis B2B?
Dapat Menyasar Pasar yang Lebih Luas dalam Satu Transaksi
Karena sifat yang dimilikinya, model bisnis B2B adalah cara terbaik yang bisa dilakukan oleh seorang pelaku usaha untuk menarget pelanggan dalam jumlah besar dengan satu kali transaksi saja.
Dibanding harus menawarkan produk yang dimiliki satu per satu kepada setiap pelanggan, model bisnis B2B membuat pelaku usaha dapat menjual produk atau jasanya kepada satu konsumen saja, kemudian konsumen yang ditarget ini menawarkan kembali produk atau jasa tersebut kepada konsumen-konsumen lainnya yang jumlahnya jauh lebih besar.
Dalam contoh bisnis penyedia jasa kesehatan, pelaku usaha yang menjalankan bisnis tersebut tidak perlu mendatangi setiap konsumen untuk menawarkan alat kesehatan yang menjadi komoditas bisnisnya, tetapi cukup menawarkannya kepada pihak rumah sakit. Nantinya, konsumen yang jumlahnya lebih banyak cukup “membeli ulang” alat kesehatan tersebut kepada pihak rumah sakit.
Mampu Memasarkan Produk atau Jasa yang Harganya Mahal
Masih berangkat pada contoh bisnis penyedia alat-alat kesehatan, manfaat lain yang bisa diperoleh melalui model bisnis business to business adalah kemampuan model bisnis ini menjual produk atau jasa yang sebenarnya harganya sangat tinggi, sehingga tidak dapat dijual secara langsung ke konsumen akhir.
Dalam contoh tersebut, tentu rasanya sangat tidak masuk akal untuk menjual mesin USG yang harganya sangat mahal kepada setiap calon ibu atau perempuan yang membutuhkan mesin tersebut. Jika ditawarkan dari rumah ke rumah, tentunya tidak akan ada yang mau membeli mesin dengan harga mahal yang mungkin hanya dipergunakan di saat-saat tertentu saja.
Namun, jadi masuk akal jika pelaku usaha menawarkan mesin USG tersebut kepada rumah sakit yang memang memiliki anggaran untuk membeli mesin yang sangat mahal tersebut. Calon ibu sebagai konsumen akhir dapat tetap memperoleh manfaat mesin USG tersebut dengan “membeli ulang” kepada pihak rumah sakit hanya ketika mereka membutuhkan saja.
Pihak rumah sakit yang disasar oleh pelaku usaha dengan model bisnis B2B adalah bisnis yang menjanjikan karena mampu memasarkan ulang mesin USG kepada konsumen akhir dengan biaya jasa atau biaya penggunaan yang terhitung murah dibanding jika konsumen akhir harus membeli sendiri mesin USG tersebut untuk setiap keperluannya.
Memastikan Adanya Pemasukan Bisnis dalam Jumlah Besar
Manfaat lain dari model bisnis business to business adalah adanya jaminan pemasukan bisnis dalam jumlah besar. Dalam contoh penyedia alat kesehatan di atas, pelaku usaha dapat menjual produknya dalam jumlah besar kepada rumah sakit, sehingga pemasukan bisnis yang diterima pun bisa langsung dalam jumlah besar.
Namun, dengan skema yang sama, model bisnis B2B semacam ini sebenarnya juga memiliki potensi risiko, karena ketika pelaku usaha tidak dapat menutup transaksi dengan bisnis yang ditargetkannya, pemasukan dalam jumlah besar tersebut masih belum dapat dihitung karena belum ada keuntungan yang secara riil diterima oleh pelaku usaha.
Upaya yang perlu dikeluarkan juga mungkin tidak akan semudah model bisnis yang menyasar konsumen akhir secara langsung. Akan tetapi, karena setiap transaksi dapat dinilai sebagai sebuah proyek, ketika ada satu proyek atau tender yang lolos, pemasukan bisnis yang hanya diterima sekali itu saja sudah dapat digunakan untuk menanggung beban biaya operasional dalam jangka yang lebih panjang dibanding ketika menerima pemasukan bisnis dengan menjual produk secara langsung kepada konsumen akhir.
Kegiatan pemasaran langsung kepada konsumen akhir tersebut sudah dapat digolongkan sebagai model B2C atau business to consumer. Jika model bisnis business to business digunakan untuk menarget bisnis lain sebagai pasarnya, model bisnis business to consumer adalah model bisnis yang langsung menarget konsumen akhir melakukan penjualan langsung tanpa melibatkan bisnis lain apa pun di dalamnya.
Sebenarnya, apa perbedaan B2B dan B2C jika dilihat dari model bisnisnya?
Perbedaan B2B dan B2C secara Model Bisnis
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perbedaan B2B dan B2C yang paling mencolok adalah target pasar yang dituju.
Jika model bisnis B2B menawarkan produk atau jasa yang menjadi komoditas usahanya kepada bisnis lain, model bisnis B2C akan menawarkan produk maupun jasa tersebut secara langsung kepada konsumen akhir. Sebagai ilustrasi agar lebih mudah memahami, kita masih dapat menggunakan contoh penyedia alat kesehatan kepada rumah sakit.
Jika penyedia alat kesehatan yang menawarkan jasanya kepada rumah sakit dianggap memanfaatkan model bisnis B2B, ketika rumah sakit tersebut “menjual kembali” alat kesehatan yang telah dibelinya kepada pasien, rumah sakit tersebut sedang menerapkan model bisnis B2C.
Dalam contoh tersebut, pihak rumah sakit dianggap menerapkan model bisnis B2C karena ketika ia menawarkan “mesin USG” kepada pasien, pihak rumah sakit tengah menarget konsumen akhir.
Mesin USG yang sudah dibeli dengan harga yang cukup tinggi tersebut ditawarkan sebagai jasa yang dapat digunakan oleh banyak pasien. Setiap pasien yang ingin menggunakan mesin USG tersebut tidak perlu membayar penuh jasa yang diterimanya sesuai dengan harga beli mesinnya itu sendiri, tetapi hanya membayar sebanyak yang dibutuhkannya.
Namun, karena mesin USG itu ditawarkan kembali sebagai jasa, pihak rumah sakit dapat menjajakannya kembali kepada lebih dari satu pasien, sehingga meskipun setiap pasien membayar dengan harga jasa yang tergolong jauh lebih kecil dibanding harga beli mesin USG, pihak rumah sakit masih dapat memperoleh keuntungan jika pasien yang ingin membeli manfaat mesin tersebut sebagai jasa ada banyak; atau ketika pemasukan yang diterima rumah sakit dari pasien akhirnya melebihi jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli mesin USG tersebut.
Memahami perbedaan B2B dan B2C ini menjadi penting karena pelaku usaha perlu memahami karakter bisnis yang dimilikinya lebih cocok dipasarkan dengan menerapkan model bisnis B2B atau B2C.
Karena adanya perbedaan tersebut, tentu saja karakter pemasaran yang dilakukan akan berbeda. Jangan sampai bisnis yang sifatnya sebenarnya lebih tepat dengan B2B dipasarkan secara B2C atau kebalikannya, karena keuntungan bisnis yang akan diperoleh pun tidak dapat tercapai karena model pemasaran yang dilakukan akan menjadi tidak optimal.
Memahami perbedaan B2B dan B2C juga dapat membantu pelaku usaha memahami batasan-batasan yang dimiliki oleh model bisnis masing-masing. Meski mungkin model bisnis B2B menawarkan keuntungan yang jauh lebih besar dalam satu transaksi, jangan mudah tergoda untuk menerapkannya jika memang sifat usaha yang tengah dijalankan memang tidak sesuai dengan batasan tersebut dan sebenarnya lebih mudah dipasarkan dengan model bisnis B2C.
Sebaliknya juga demikian, jangan mudah tergoda dengan cara pemasaran pada B2C yang lebih mudah jika memang produk atau jasa yang ingin ditawarkan lebih tepat dilakukan dengan model bisnis B2B. Setiap model bisnis tentunya baru akan optimal ketika diterapkan pada sifat bisnis masing-masing usaha sesuai dengan porsi dan batasannya.
Ketidaktahuan batasan ini akan membuat suatu usaha mudah berganti model bisnis, padahal untuk mengubah model bisnis dari yang tengah dijalankan ke model bisnis yang baru akan memunculkan risiko hilangnya potensi pendapatan yang justru akan merugikan bagi pengembangan bisnis yang berkelanjutan.
Agar bisnis yang tengah diupayakan dapat terus maju dan berkembang, kenali terlebih dahulu apa itu B2B dan B2C, identifikasi mana yang lebih tepat diterapkan untuk karakter dan sifat bisnis yang tengah dijalankan. Kemudian, manfaatkan aplikasi majoo untuk mengelola operasional bisnis secara akurat, rapi, dan otomatis!