Bea cukai merupakan istilah yang berhubungan dengan urusan ekspor atau impor barang. Para pelaku bisnis perdagangan yang bergerak di bidang ekspor atau impor barang pastinya sudah mengenal bea cukai dengan baik, termasuk aturannya yang biasa disebut kepabeanan.
Bisnismu tidak bergerak di bidang ekspor dan impor tapi ingin tahu soal bea cukai? Tenang, kali ini kita akan membahasnya bersama-sama.
Apa itu Bea Cukai?
Bea cukai merupakan istilah yang mungkin sudah sering digunakan dan dikenal secara umum. Namun, ternyata masih ada sebagian orang yang belum mengetahui tentang apa itu bea cukai.
Istilah bea cukai terdiri dari dua kata, yaitu bea dan cukai. Berdasarkan buku Prosedur Hukum Pengurusan Bea dan Cukai oleh Burhanuddin S., kata bea berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ongkos. Bea biasanya digunakan untuk merujuk pada ongkos keluar dan masuk barang ke suatu negara.
Pengertian bea dalam prosedur bea cukai adalah bea masuk dan bea keluar daerah pabean. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang impor.
Sedangkan, bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.
Sementara, arti cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang 39 Tahun 2007.
Dari pengertian bea dan cukai tersebut, bisa disimpulkan bahwa bea cukai adalah biaya tambahan untuk barang-barang yang berkarakter khusus dan memiliki potensi sifat-sifat merugikan atau efek samping bagi penggunanya. Contohnya, produk turunan tembakau seperti rokok.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007, pemungutan produk bea cukai juga dikenakan terhadap barang yang masuk dalam kategori barang mewah atau bernilai tinggi tapi bukan kebutuhan pokok.
Tindakan ini diambil dengan alasan untuk menjaga keseimbangan pembebanan pungutan produk bea cukai antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan konsumen berpenghasilan rendah.
Maksud dari adanya pemungutan bea cukai adalah untuk digunakan sebagai jaminan kerugian bagi konsumen apabila suatu saat terkena dampak dari barang yang dikonsumsi.
Baca Juga: Mengenal Apa yang Dimaksud Ekspor dan Eksportir
Sejarah Bea Cukai
Sebagian besar negara di seluruh dunia memiliki bea cukai, bisa dipastikan saat berdirinya sebuah negara, lembaga bea cukai pun langsung dibentuk. Kenapa? Karena bea cukai merupakan perangkat negara yang konvensional, seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, maupun angkatan bersenjata.
Di Indonesia, lembaga bea cukai sudah ada sejak masa kerajaan atau sebelum datangnya kolonial Belanda. Sayangnya, pada zaman itu tidak ada dokumentasi yang bisa dijadikan sebagai bukti konkrit akan kebenarannya.
Saat VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Kongsi Dagang Hindia Timur masuk ke Indonesia, barulah dokumentasi seputar bea cukai mulai terlihat dengan jelas.
Saat itu, lembaga pengawasan yang memungut bea ekspor, impor dan cukai barang ini memang belum dinamai bea cukai, melainkan Hindia belanda menamainya dengan De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) yang dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai”.
Orang yang bertugas di dalamnya disebut douane. Tugasnya adalah memungut invoerrechten (bea impor/masuk), uitvoerrechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/ cukai).
Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia.
Setelah pendudukan VOC berganti menjadi Jepang, lembaga ini mengalami perubahan tugas, yaitu hanya melakukan pungutan cukainya saj, karena pemerintah tidak mengenakan pungutan untuk bea ekspor dan impor.
Saat Indonesia telah merdeka, lembaga bea cukai dibentuk kembali pada Oktober 1946 dengan sebutan Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu, Menteri Muda Keuangan, Sjafrudin Prawiranegara, menunjuk R.A Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama.
Mulai dari situ, lembaga bea cukai tersebut mengalami dua kali perubahan. Pada 1948 disebut dengan nama Jawatan Bea dan Cukai. Setelah tahun 1965 hingga saat ini, diubah namanya menjadi menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai).
Tugas dan Fungsi Utama Ditjen Bea Cukai
Lantas, sebenarnya apa saja sih tugas dari Ditjen Bea Cukai? Tugas yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai, yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu, fungsi utama Ditjen Bea Cukai adalah:
- Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemberian fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai yang tepat sasaran.
- Mewujudkan iklim usaha dan investasi yang kondusif dengan memperlancar logistik impor dan ekspor melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan dan cukai serta penerapan sistem manajemen risiko yang handal
- Melindungi masyarakat, industri dalam negeri dan kepentingan nasional melalui pengawasan dan/atau pencegahan masuknya barang impor dan keluarnya barang ekspor yang berdampak negatif dan berbahaya yang dilarang dan/atau dibatasi oleh regulasi
- Melakukan pengawasan kegiatan impor, ekspor dan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai lainnya secara efektif dan efisien melalui penerapan sistem manajemen risiko yang handal, intelijen, dan penyidikan yang kuat, serta penindakan yang tegas dan audit kepabeanan dan cukai yang tepat
- Membatasi, mengawasi dan/atau mengendalikan produksi, peredaran dan konsumsi barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik dapat membahayakan kesehatan, lingkungan, ketertiban dan keamanan masyarakat melalui instrumen cukai yang memperhatikan aspek keadilan dan keseimbangan, dan
- Mengoptimalkan penerimaan negara dalam bentuk bea masuk, bea keluar dan cukai guna menunjang pembangunan nasional.
Pajak Bea Cukai
Dalam penerapannya, memang hampir semua jenis barang yang diimpor akan dikenakan berbagai jenis pajak bea cukai. Hampir? Iya. Hampir semua, artinya tidak semua.
Ada beberapa barang impor yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan terbebas dari pungutan Bea Masuk (BM), bahkan bebas PPN dan PPh Impor.
Kok, bisa ya?
Alasannya adalah karena adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman. Diterangkan bahwa barang impor senilai USD3 tidak akan dikenakan dikenakan Bea Masuk dan PPh Pasal 22 Impor.
Ketentuan impor terkait barang kiriman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.010/2019 dan berlaku sejak 30 Januari 2020.
Dalam aturan ini, bea cukai menyesuaikan nilai pembebasan Bea Masuk atas barang kiriman, yang sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman, baru terbebas dari bea masuk.
Sesuai PMK 199/2019 tersebut, ketentuannya adalah:
- Nilai impor kurang dari USD3 per kiriman atau setara Rp43.500 (kurs Rp14.500 per dolar AS) => Bebas Bea Masuk, tapi dikenakan PPN 10%
- Nilai impor lebih dari USD3 hingga USD1500 per kiriman => Dikenakan Bea Masuk 7,5% dan PPN 10%
- Nilai impor lebih dari USD1500 per kirian => Dikenakan Bea Masuk, PPN, dan PDRI
Pihak yang menerima barang kiriman senilai lebih dari USD1500 wajib menyampaikan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) kepada pihak bea cukai untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan.
Baca Juga: Mari Mengenal Pengertian Pajak Lebih Dalam!
Karakteristik Barang Kena Cukai
Agar tidak rancu dalam mengidentifikasi jenis barang yang dikenakan cukai, sebaiknya kalian simak penjelasan berikut.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai cukai, karakteristik barang kena cukai adalah sebagai berikut:
- Peredarannya membutuhkan pengawasan
- Pemakaiannya menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan hidup dan masyarakat
- Demi mewujudkan keadilan dan keseimbangan, maka pemakaiannya perlu dikenakan pungutan oleh negara
- Konsumsinya perlu pengawasan dan pengendalian
Jenis Barang Kena Cukai
Berdasarkan karakteristik barang kena cukai tersebut, tidak semua barang termasuk dalam kategori yang akan dikenakan pungutan. Jenis barang kena cukai, antara lain adalah:
- Etil alkohol atau etanol yang tidak memperhatikan bahan dan proses pembuatannya
- Minuman dengan kandungan etil alkohol dalam kadar berapa pun yang tidak memperhatikan bahan dan proses pembuatannya. Berlaku untuk konsentrat yang mengandung etil alkohol.
- Hasil tembakau yang meliputi cerutu, daun tembakau iris, sigaret, rokok, dan hasil olahan tembakau lainnya yang tidak memperhatikan imbauan pemerintah dalam pembuatannya.
Tarif Barang Kena Cukai
Tarif bea cukai adalah besaran pungutan yang harus dibayarkan atas barang yang termasuk dalam karakteristik barang kena cukai.
Penentuan tarif dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Barang Berupa Hasil Tembakau
Barang kena cukai yang merupakan hasil tembakau masih terbagi lagi menjadi dua berdasarkan objek pasar, yaitu:
Dibuat di Indonesia
- 275% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan harga jual pabrik.
- 5% dari harga awal apabila harga yang digunakan merupakan harga jual eceran.
Dibuat untuk impor
- 275% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan nilai pabean yang ditambah bea masuk.
- 57% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan harga jual eceran.
2. Barang Cukai Lainnya
Tarif barang kena cukai lainnya juga terbagi menjadi dua berdasarkan objek pasar, yaitu:
Dibuat di Indonesia
- 1.150% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan harga jual pabrik
- 80% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan harga jual eceran.
Dibuat untuk impor
- 1.150% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan nilai pabean yang ditambah bea masuk
- 80% dari harga awal apabila harga awal yang digunakan merupakan harga jual eceran.
Kurs Pajak Bea Cukai
Kurs pajak bea cukai adalah nilai kurs yang digunakan untuk transaksi perpajakan di Indonesia. Sistem ini diterapkan untuk transaksi antarnegara yang menggunakan mata uang asing.
Umumnya, kurs pajak bea cukai digunakan sebagai dasar acuan penetapan pajak transaksi dalam kegiatan ekspor dan impor.
Pembayaran yang terkait dengan kurs bea cukai adalah:
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa
- Bea Masuk
- Bea Keluar
- Pajak Penghasilan (PPh) atas Pemasukan Barang
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Jadi, sebelum transaksi menggunakan mata uang terjadi, nilai tersebut harus dikonversi ke dalam rupiah terlebih dahulu. Besaran kurs pajak akan diatur oleh Menteri Keuangan setiap satu minggu sekali melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Informasi kurs pajak bea cukai juga akan ditampilkan di website online pajak yang akan selalu diperbarui sesuai KMK.
Tarif Normal Pajak Impor
Meskipun bea masuk terhadap barang kiriman dari luar negeri dikenakan tarif tunggal, namun pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap saran-saran dari para pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan berdatangan dari luar negeri.
Misalnya, produk tas, sepatu, dan garmen di Indonesia menjadi tidak laku, bahkan ada pengrajin yang terpaksa gulung tikar karena kalah dengan banjirnya produk-produk serupa dari luar negeri.
Pemerintah kemudian mencari solusi dengan menetapkan tarif bea masuk normal untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen.
Tarif tersebut sebesar:
- Tas khusus 15% – 20%
- Sepatu khusus 15% – 25%
- Produk tekstil dengan PPN 10%
- Serta PPh Pasal 22 impor sebesar 7,5% hingga 10%
Tujuan dari adanya penetapan tarif normal ini adalah demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM (Industri Kecil Menengah) dan dikenakan pajak, dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum.
Diharapkan dengan adanya penetapan tersebut, fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang kiriman (de minimis value) dapat benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri.
Baca Juga: Pajak Penghasilan/PPh: Dasar Hukum, Rumus, dan Tarif
Bagaimana? Sekarang sudah paham mengenai apa itu bea cukai? Dalam kegiatan ekspor dan impor barang, bea cukai adalah hal yang sangat penting. Sama pentingnya dengan perhitungan pajak bagi bisnis.
Jika kamu adalah pebisnis, jangan pernah lupa dan abai terhadap perhitungan pajak, ya! Bagaimanapun, setiap pemilik usaha diharapkan untuk dapat memahami perannya sebagai warga negara yang menjadi wajib pajak.
Khawatir salah melakukan perhitungan pajak? Tenang. Kamu tidak perlu khawatir menghadapi kebingungan terkait pajak dari bisnis yang dijalankan, apalagi kalau kamu sudah menggunakan aplikasi majoo yang memiliki kapabilitas untuk mencatat setiap transaksi yang dilakukan secara tepat dan akurat. Ajak teman pebisnismu yang lain untuk ikutan berlangganan majoo, supaya manfaatnya bisa dinikmati sama-sama.