Cara menghitung pajak perlu kamu ketahui, sebab pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Pajak terdiri dari beberapa jenis dan dibebankan kepada objek pajak tertentu.
Salah satu pajak yang umum dibayarkan oleh warga ke negara adalah PPh (Pajak Penghasilan). Pajak ini tentu dibebankan kepada seseorang wajib pajak yang sudah memiliki penghasilan. Objek pajak yang terkena pajak PPh adalah semua yang bentuk penghasilan, seperti upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau pembayaran lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan.
PPh ini dihitung berdasarkan besaran upah atau gaji yang diterima. Semakin besar upah atau gaji yang diterima, semakin tinggi pajak yang akan dikenakan. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih lengkap mengenai pengertian hingga cara menghitung PPh yang benar.
Apa Itu PPh?
PPh (Pajak Penghasilan) adalah jenis pajak yang dibebankan kepada wajib pajak—badan usaha atau orang pribadi, atas penghasilan yang diterimanya.
UU Pajak Penghasilan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah diubah oleh Pemerintah. Ada aturan baru dalam Undang-undang ini yaitu terdapat tambahan lapisan tarif pajak penghasilan bagi PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.
PPh memiliki beberapa kategori, antara lain:
- PPh yang dikenakan wajib pajak orang pribadi—pegawai, bukan pegawai, dan pengusaha.
- PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan, perusahaan, serta objek yang dikenakan PPh itu sendiri
Baca Juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Tarif PPh Terbaru
Perubahan tarif PPh terbaru orang pribadi menyangkut lapisan tarif dan batasan penghasilan. Dalam UU PPh sebelumnya, lapisan terbawah penghasilan mencapai Rp50 juta. Namun pada UU HPP terbaru menjadi Rp 60 juta per tahun. Tarif PPh perorangan tetap sama yaitu 5%. Berikut ini tabel perbandingan tarif PPh tahun lalu dan yang terbaru.
Diubah menjadi berikut ini:
Baca Juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Bulanan yang Praktis
Cara Menghitung PPh
Ketika kamu menjadi seorang wajib pajak yang harus membayar pajak ke negara, tentu kamu harus menghitung pajak yang harus dibayar dengan benar. Berikut ini contoh cara menghitung PPh.
Contoh 1
Lita seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta dan masih lajang. Lita memiliki gaji bersih per bulan sebesar Rp5.000.000 atau Rp60.000.000 per tahun. Cara menghitung PPh nya adalah sebagai berikut:
- Hitung PTKP
Karena Lita belum menikah, PTKP yang didapat sebesar Rp54.000.000
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rumus menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = Penghasilan neto – PTKP
= Rp60.000.000 – Rp54.000.000
= Rp6.000.000
- PPh Pasal 21
Karena Penghasilan Kena Pajak Lita kurang dari Rp60.000.000 dalam satu tahun, maka dari itu Lita hanya dikenakan tarif PPh sebesar 5%
PPh 21 Terutang = Tarif PPh x PKP
= 5% x Rp 6.000.000
= Rp300.000 per tahun.
PPh Pasal 21 tersebut sudah dipotong oleh perusahaan sehingga saat Lita melaporkan SPT Tahunan nilai pajaknya akan nihil.
Contoh 2
Ahmad adalah seorang kepala keluarga dengan tanggungan 1 anak. Ahmad memiliki penghasilan bersih Rp15.000.000 per bulan. Berikut cara menghitung PPh yang harus dibayar Ahmad.
- Hitung PTKP
Penghasilan neto dalam satu tahun = Rp15.000.000 x 12 bulan = Rp180.000.000
PTKP = Rp54.000.000 (besaran PTKP dalam setahun) + Rp4.500.000 (tanggungan istri)+ Rp4.500.000 (tanggunan 1 anak)
= Rp63.000.000
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = Penghasilan neto – PTKP
= Rp180.000.000 – Rp63.000.000
= Rp117.000.000
- PPh Pasal 21
Ahmad akan dikenakan dua lapisan tarif pajak penghasilan, yaitu:
Lapisan pertama tarif 5% untuk penghasilan Rp60.000.000.
Lapisan kedua tarif 15% dengan sisa PKP Rp57.000.000.
Tarif 5% = Rp60.000.000 x 5% = Rp3.000.000
Tarif 15%= Rp57.000.000 x 15% = Rp8.550.000
PPh 21 Terutang = Rp3.000.000 + Rp8.550.000
= Rp11.550.000.
Apa Itu PPh Final?
PPh final adalah pajak yang dikenakan setiap wajib pajak dengan tarif dasar pengenaan pajak tertentu. Tentunya PPh final berbeda dengan skema pajak secara umum atas penghasilan yang merek terima sepanjang tahun berjalan.
PPh final bisa diartikan pajak yang tidak diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh Terutang tahunan.
Dengan demikian, Pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), penghasilan yang telah dikenakan PPh Final ini tidak akan dihitung lagi pajak penghasilannya dengan penghasilan lain yang tidak final (nonfinal) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
Objek Pajak PPh Final
PPh final terdiri dari beberapa objek pajak yang nantinya akan dikenakan pajak. Berikut ini objek pajak PPh final, antara lain:
- Penghasilan yang berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan Surat Utang Negara (SUN), dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
- Penghasilan berupa hadiah undian.
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa efek, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan.
- Penghasilan tertentu lainnya.
Cara Menghitung PPh Final
Tarif PPh Final bentuknya memang flat sehingga besaran nominal penghasilan brutonya tinggal dikalikan dengan tarifnya saja. Namun ada tarif PPh final progresif yang tarif pajaknya tinggi akibat dari penghasilan yang tinggi pula. Berikut ini contoh cara menghitung PPh final.
1. Contoh Menghitung PPh Final Deposito
Pak Bambang memiliki deposito di Bank XXX sebesar Rp200.000.000 dengan tingkat bunga 12% per tahun dan menerima bunga setiap bulan sebesar Rp2.000.000.
Maka PPh Final atas deposito tersebut adalah:
Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong Bank XXX adalah 20% x Rp2.000.000 = Rp400.000
Pajak deposito per tahun adalah = Rp400.000 x 12 bulan = Rp4.800.000
2. Contoh Menghitung PPh Final UMKM
Pak Rizki adalah seorang pengusaha UMKM dengan omzet Rp1,2 miliar dalam satu tahun. Rata-rata omzetnya Rp100.000.000 per bulan.
Karena jumlah peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 miliar sehingga Pak Rizki dikenakan PPh final sesuai PP 23 UMKM Tahun 2018.
PPh Final yang harus dibayar Pak Rizki adalah Rp100.000.000 x 0,5% = Rp500.000.
PPh Final UMKM ini wajib dibayarkan setiap tanggal 10 tiap bulannya.
Baca Juga: Menilik PTKP dan PKP Beserta Contohnya
Apa Itu PPh Badan?
PPh badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dari badan usaha. Subjek pajak di sini adalah badan usaha. Bentuk badan usaha ini dapat berupa:
- Perseroan Terbatas (PT)
- Persekutuan Commanditaire vennootschap (CV)
- Perseroan lainnya
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
- BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apa pun
- Firma
- Kongsi
- Koperasi
- Dana Pensiun
- Persekutuan
- Perhimpunan
- Yayasan
- Organisasi Massa
- Organisasi Sosial Politik
- Atau organisasi yang sejenis
- Lembaga
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
- Bentuk Badan lainnya
Cara Menentukan PPh Badan
Untuk menentukan tarif PPh Badan harus memperhatikan hal berikut ini:
1. Bentuk Badan
Badan usaha sudah memiliki syarat perseroan terbuka tertentu atau belum.
2. Besarnya Peredaran Bruto Melebihi Rp50 Miliar atau Tidak
Untuk wajib pajak badan yang tidak melebihi Rp 50 miliar, terdapat bagian penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas dan bagian yang tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif PPh Badan.
Berikut ini alur penghitungan PPh Badan untuk WP Badan Perseroan Terbuka (Tbk).
Cara Menghitung PPh Badan
Berikut contoh cara menghitung PPh Badan dengan tarif yang berlaku dan sesuai pada kondisi masing-masing WP badan.
PT XXX merupakan Perusahaan Tbk dengan penghasilan bruto sebesar Rp80 miliar dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari hasil pembukuannya sebesar Rp5 miliar.
Karena peredaran bruto PT XXX telah melebihi Rp50 miliar, maka ketentuan perhitungan PPh Badan sesuai Pasal 17 ayat (2a) yaitu menggunakan tarif 25%.
Maka, PPh Badan Terutang PT XXX adalah:
Peredaran Bruto = Rp80.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp5.000.000.000
PPh Badan = (25% x PKP)
= 25% x Rp5.000.000.000
= Rp1.250.000.000
Apa Itu PPh 23?
PPh 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan—selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
PPh 23 dikenakan saat terjadi transaksi antara kedua pihak. Pihak penjual pihak yang memberi jasa akan dikenakan PPh 23. Pihak pembeli akan memotong dan melaporkannya ke kantor pajak.
Pihak yang memotong PPh Pasal 23 dan pihak penerima penghasilan yang terkena potongan PPh Pasal 23, yaitu:
- Pemotong PPh Pasal 23
- Badan pemerintah
- Subjek pajak badan dalam negeri
- Penyelenggaraan kegiatan
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
- Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu sesuai dengan Direktur Jenderal Pajak KEP-50/PJ/1994, antara lain:
- Dokter, arsitek, akuntan, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
- Orang pribadi yang menjalankan usaha atau bisnis. Bisnis ini melakukan pembukuan atas pembayaran sewa.
- Wajib pajak orang pribadi yang hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.
- Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
- Wajib pajak dalam negeri—orang pribadi atau badan.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh 23 seperti berikut ini:
Penghasilan yang dikenai PPh 23 tarif 15%, seperti bunga, dividen, royalti dan hadiah. Sedangkan, penghasilan yang dikenai PPh 23 tarif 2% seperti penghasilan jasa dan sewa.
Cara Menghitung PPh 23
Untuk lebih memahami penghitungan PPh Pasal 23, berikut ini caranya.
PT Diandra Creative adalah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku dan percetakan. Perusahaan ini melakukan sejumlah pembayaran yang terkait dengan PPh 23 kepada beberapa pihak dengan rincian seperti berikut ini:
- Pembayaran terhadap royalti tiga orang penulis:
- Friska dengan nomor NPWP 01.444.888.2.987.000, dengan royaltinya sebesar Rp25.000.000.
- Liana dengan nomor NPWP 01.888.555.2.456.000, royaltinya sebesar Rp10.000.000.
- Ainun yang belum memiliki NPWP, royaltinya sebesar Rp5.000.000.
- Pembayaran bunga pinjaman kepada Bank BRI untuk bulan September sebesar Rp1.500.000 dengan nomor NPWP 03.111.222.2.541.000.
Jadi penghitungan PPh Pasal 23 untuk PT Diandra Creative adalah sebagai berikut:
- Untuk pembayaran royalti kepada penulis:
- Friska 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000
- Liana 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000
- Ainun 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
Karena Ainun belum memiliki NPWP, dikenakan tambahan PPh sebesar 100% dengan nominal = 100% x Rp750.000 = Rp750.000. Maka dari itu Ainun dikenakan pemotongan pajak sebesar Rp750.000 + Rp750.000 = Rp1.500.000.
- Untuk pembayaran atas bunga pinjaman pada Bank BRI, tidak dikenakan PPh Pasal 23. Hal ini karena penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada pihak bank adalah pengecualian terhadap PPh Pasal 23.
Kesimpulan
PPh adalah jenis pajak yang dibebankan kepada orang pribadi maupun badan usaha atas penghasilan yang diterimanya.
Jadi, apakah kamu sudah memahami bagaimana cara menghitung PPh dengan benar? Perhitungan pajak memang cukup rumit, akan lebih bermanfaat bila kamu bisa memahaminya dengan baik.
Apabila kamu mempunyai bisnis dan masih bingung untuk menghitung besaran pajak yang harus dibayarkan, kamu bisa menggunakan aplikasi wirausaha online seperti aplikasi majoo.
Fitur yang ada di dalam aplikasi majoo sangat beragam, seperti fitur akuntansi, inventory, CRM (Customer Relationship Management), kasir online, dan masih banyak lagi.
Fitur akuntansi ini yang akan membantumu dalam menghitung jumlah pajak yang bisa kamu setorkan. Sungguh mudah, bukan?
Tunggu apalagi! Untuk kemudahan operasional bisnismu, gunakan aplikasi majoo sekarang juga!