Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Penulis Andiana Moedasir
28 March 2022

article thumbnail

Setiap warga negara yang baik dan patuh pasti akan membayar pajak, termasuk di dalamnya pajak penghasilan.

Orang bijak, taat pajak. Begitu slogannya. Salah satu pajak yang harus dikeluarkan tiap tahun oleh setiap warga negara adalah pajak penghasilan atau disingkat dengan PPh.

Pajak penghasilan menjadi wajib untuk setiap warga yang sudah memiliki penghasilan yang bisa berupa upah, gaji, tunjangan, jabatan, dan pekerjaan.

Besarnya pajak penghasilan tentu berbeda-beda. Semakin besar upah yang diterima maka semakin besar pula pajak yang dikeluarkan.

Terlebih jika kamu memiliki usaha atau sebagai pedagang. Pengetahuan mengenai cara menghitung PPh orang pribadi maupun pedagang harus dikuasai. 

Tentu kamu tak ingin usahamu dikenakan sanksi karena abai menyetor pajak, bukan?

Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan (PPh) adalah jenis pajak yang harus dikeluarkan oleh masyarakat yang telah bekerja dan setidaknya memiliki penghasilan minimal 4,5 juta rupiah tiap bulannya.

Pajak ini sifatnya mengikat untuk semua WNI yang bekerja di dalam maupun luar negeri. Proses pembayarannya setahun satu kali saja.

Dasar hukum PPh tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami perubahan sebanyak 4 kali yakni pada tahun 1992, 1994, 2000, dan yang terakhir tahun 2008.

Terdapat 2 jenis kategori pajak penghasilan, yaitu:

  • PPh yang dibebankan untuk wajib pajak orang pribadi (WP-OP), yakni bagi para pegawai, nonpegawai, dan pengusaha/pedagang.
  • PPh yang dibebankan untuk suatu perusahaan atau badan usaha tetap (BUT).

Pembahasan kita kali ini kita sempitkan untuk kategori pertama yaitu cara menghitung pajak penghasilan pribadi dan cara menghitung pajak penghasilan pedagang.

Baca Juga: Leverage adalah: Pengertian, Jenis, dan Contohnya 

Aturan PPh Orang Pribadi

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP) bertujuan untuk melindungi masyarakat kalangan menengah ke bawah, termasuk salah satunya mengenai aturan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, peraturan PPh orang pribadi ini bertujuan untuk memberikan perhatian dan keberpihakan kepada masyarakat yang pendapatannya rendah dan seseorang yang sumber pendapatannya lebih tinggi akan membayar lebih tinggi.

Dalam rinciannya, RUU HPP aturan PPh orang pribadi terdiri dari penghasilan  Rp0 sampai Rp60 juta per tahun dikenakan tarif 5%, di atas Rp60 juta sampai Rp250 juta per tahun dikenakan tarif 15%, dan di atas Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun akan dikenakan tarif 25%.

Baca Juga: Wajib Pajak? Perhatikan 4 Asas Pemungutan Pajak Berikut!

Cara Menghitung Pajak Penghasilan

Sebetulnya cara menghitung pajak penghasilan itu sederhana. Kamu hanya perlu mengikuti 4 langkah utama: menentukan penghasilan bersih setahun, lalu menghitung penghasilan tidak kena pajak (PTKP), kemudian menghitung penghasilan kena pajak (PKP), dan akhirnya bisa menentukan pajak penghasilannya.

Kita coba lakukan satu per satu langkahnya beserta aturannya sekaligus simulasinya.

1. Menentukan Penghasilan Bersih Setahun

Penghasilan bruto atau penghasilan kotor adalah semua pendapatan yang kamu terima selama setahun. Berupa upah, gaji, tunjangan, dan lain-lain.

Dalam menghitung PPh, variabel yang dimasukkan adalah penghasilan bersih selama setahun.

Aturannya:

Penghasilan Bersih = Penghasilan Kotor – Biaya Wajib (misal: biaya pensiun, hutang)

Simulasi:

Hadian merupakan seorang kepala keluarga dengan satu anak yang bekerja di perusahaan swasta. 

Total penghasilan dari gaji, tunjangan, dan insentifnya senilai Rp100.000.000. Hadian tidak memiliki utang ke bank, hanya membayar dana pensiun sebesar Rp2.000.000.

Penghasilan bersih Hadian = Penghasilan Kotor – Dana Pensiun

                                               = Rp100.000.000 – Rp2.000.000

                                               = Rp98.000.000

Maka, penghasilan bersih Hadian yang akan dihitung dalam PPh Hadian sebesar Rp98.000.000.

2. Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).

Dengan kata lain, jika penghasilan bulanan seseorang tidak mencapai ambang batas PTKP maka tidak wajib bayar pajak. 

Dasar hukum penentuan tarif PTKP 2019 adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016. 

Sementara secara detail cara menghitungnya dijelaskan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016.

Aturannya:

  • Rp54.000.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
  • Rp4.500.000 tambahan untuk wajib pajak yang telah menikah.
  • Rp54.000.000 untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
  • Rp4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Simulasi:

Masih dengan contoh Hadian. Karena Hadian memiliki istri dan seorang anak, maka besaran PTPK Hadian dihitung seperti berikut ini.

PTKP Hadian = PTKP Hadian + PTKP Istri + PTKP Anak

                       = Rp54.000.000 + Rp4.500.000 + 4.500.000

                       = Rp63.000.000

Maka, PTKP Hadian yang akan dihitung dalam PPh adalah sebesar Rp 63.000.000.

3. Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan kena pajak (PKP) adalah penghasilan yang dihitung dari penghasilan kotor dikurangi upah untuk mengumpulkan dan menjaga penghasilan.

Hal ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPH).

Aturannya:

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bersih – PTPK

Simulasi:

Dari simulasi sebelumnya, besaran penghasilan kena pajak Hadian menjadi seperti ini.

PKP Hadian = Penghasilan Bersih – PTKP Hadian

                    = Rp98.000.000 – Rp63.000.000

                    = Rp35.000.000

Maka, PKP Hadian yang akan dihitung dalam PPh Hadian sebesar Rp35.000.000.

4. Menghitung Pajak Penghasilan

Akhirnya kamu sampai pada perhitungan akhir, yakni menghitung pajak penghasilan. Jika sudah mendapatkan nilai penghasilan tidak kena pajak, maka kamu tinggal mengalikannya dengan persentase tarif yang sudah ditentukan.

Aturannya:

Tarif PPh untuk wajib pajak orang pribadi (WP-OP) berdasarkan tarif lama (berpedoman pada UU PPh) dan tarif baru (berpedoman pada RUU HPP-Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berlaku pada 1 April 2022) adalah:

 

Tarif Lama (UU Pajak Penghasilan)

Tarif Baru (RUU HPP)

Penghasilan 0 - Rp50 juta

5%

Penghasilan 0 - Rp60 juta

5%

Penghasilan Rp50 juta - Rp250 juta

15%

Penghasilan Rp60 juta - Rp250 juta

15%

Penghasilan Rp250 juta - Rp500 juta

25%

Penghasilan Rp250 juta - Rp500 juta

25%

Penghasilan di atas Rp500 juta

30%

Penghasilan Rp500 juta - Rp5 miliar

30%

 

 

Penghasilan di atas Rp5 miliar

35%

 

Sedangkan tarif PKP untuk badan usaha tetap (BUT) seperti di bawah ini.

 

Tahun Pajak

Tarif UU PPh 

Tarif UU HPP

Tahun 2020 - 2021

22%

 

Tahun 2022 dst.

20%

22%


 

Simulasi:

Karena Hadian seorang pegawai, maka cara menghitung PPh menggunakan tarif WP-OP. Kamu menghitungnya dengan tarif lama sesuai dengan UU PPh.

Tarif yang dikenakan adalah 5% karena PKP Hadian di bawah Rp50 juta, yakni hanya sebesar Rp35.000.000.

PPh Hadian = PKP Hadian x Tarif PPh

                    = Rp36.000.000 x 5%

                    = Rp1.750.000

Maka, PPh yang harus dilaporkan dan disetor pada negara oleh Hadian sebesar Rp1.750.000.

Baca Juga: Cara Menghitung PPN dan PPh yang Perlu Diketahui oleh Bisnis 

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pedagang

Jika kamu adalah pelaku UMKM yang mencakup pedagang atau pengusaha online shop, maka membayar pajak menjadi wajib.

Besaran pajak penghasilan pedagang atau UMKM tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.

Tarif PPh yang berlaku adalah 0,5% per bulan jika penghasilan kotor/bruto (omzet) kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun.

Tarif pajak setengah persen ini berlaku untuk usaha dagang dan industri jasa. Misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung atau rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

Pajak tersebut juga berlaku untuk UMKM konvensional maupun yang online.

Pajak penghasilan pedagang dibayarkan per bulan. Tarif pajak ini pun ada batas waktunya, sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018, antara lain:

  • Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi selama 7 tahun
  • Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer atau Firma selama 4 tahun
  • Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) selama 3 tahun.

Setelah dari jangka waktu tersebut tarif pajak disesuaikan dengan PPh 17. Diharapkan para pelaku usaha sudah bisa membuat pembukuan yang rapi setelah waktu tersebut.

Simulasi I 

Alia memiliki usaha menjual kerudung dengan omzet sebulan Rp15.000.000. Dia memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi cara menghitung pajak penghasilan bulanan Alia adalah:

Untuk omzet Juli 2018 yang disetorkan Agustus = 0,5% x Rp15.000.000= Rp75.000

Maka, pajak penghasilan bulanan yang dibayar Alia di bulan Agustus sebesar Rp75.000. Namun, Alia hanya bisa memanfaatkan tarif setengah persen itu sampai waktu 7 tahun. Setelah itu, dia wajib membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.

Simulasi II 

Bapak Moris yang menggeluti usaha kaca mozaik mengantongi omzet sebesar Rp700.000.000 per tahun. Rupanya istrinya yang juga memiliki usaha skincare meraup omzet Rp 500.000.000 per tahun. Keduanya belum memiliki anak.

 Maka perhitungan PPh finalnya bisa dilakukan dengan dua cara.

1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) digabung:

Omzet suami Rp700.000.000

Omzet istri Rp500.000.000

Total omzet gabungan = Rp1.200.000.000

Pajak penghasilan suami dan istri = 0,5% x Rp1.200.000.000 = Rp6.000.000

Pajak penghasilan bulanan = Rp6.000.000 : 12 = Rp500.000

2. NPWP Terpisah atau Bayar Pajak Masing-masing:

Omzet suami Rp700.000.000

Pajak penghasilan suami = 0,5% x Rp700.000.000 = Rp3.500.000 (setahun)

Pajak penghasilan bulanan = Rp3.500.000 : 12 = Rp291.666,67 per bulan

Omzet istri Rp500.000.000

Pajak penghasilan istri = 0,5% x Rp500.000.000 = Rp2.500.000 (setahun)

Pajak penghasilan bulanan = Rp2.500.000 : 12 = Rp208.333,33 per bulan

Karena usaha keduanya berbentuk Perseroan Terbatas, maka Bapak Moris dan istrinya hanya bisa menikmati tarif setengah persen sampai 3 tahun saja. Selebihnya mengikuti tarif pajak normal.

 Karyawan bujang atau sudah menikah, memiliki perhitungan pajak penghasilan berbeda. Begitu pula dengan perhitungan pajak penghasilan seorang pedagang.

Baca Juga: Cara Menghitung PPh yang Wajib Kamu Pahami!

Kesimpulan

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan pada orang pribadi atas penghasilan yang diterimanya dalam masa tahun pajak.

Pengetahuan tentang cara menghitung pajak penghasilan ini berguna bagi setiap wajib pajak  dalam proses pelaporan pajak.

Jika kamu bukan seorang pegawai yang penghasilan per bulannya tetap, maka perlu membuat daftar atas penghasilan yang kamu terima tiap bulannya.

Besaran penghasilan yang dihitung bukan hanya gaji pokok tapi juga tunjangan-tunjangan yang kamu terima.

Semoga penjelasan mengenai pajak penghasilan ini bisa dicerna dengan mudah, ya. Ingat di setiap rupiah yang kamu dapatkan dari usaha ada kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Ya, pajak untuk membangun negeri. Pedagang yang bijak, tentu taat pajak. 

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo