Hitung Penyusutan dengan Metode Garis Lurus, Begini Caranya!

Ditulis oleh Nisa Destiana

article thumbnail

Depresiasi merupakan metode perhitungan penyusutan untuk aset-aset fisik

Dalam dunia akuntansi, kita mengenal depresiasi atau penyusutan nilai. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa suatu aset akan mengalami pengurangan nilai dari waktu ke waktu.

Istilah depresiasi menunjukkan besarnya nilai dari sebuah aset yang telah digunakan setelah kurun waktu tertentu. Untuk menghitung depresiasi, kamu dapat menggunakan metode garis lurus.

Metode ini dikenal juga dengan sebutan straight line depreciation atau penyusutan metode garis lurus. Straight line basis tidak hanya dapat digunakan untuk menghitung depresiasi, tetapi dapat juga digunakan untuk mengkalkulasi amortisasi. 

Jika perhitungan depresiasi dikenakan pada harta yang tangible atau berwujud, amortisasi berlaku untuk intangible asset. Jadi, amortisasi adalah teknik akuntansi yang digunakan untuk menurunkan nilai aset tidak berwujud secara berkala dalam periode tertentu.

Lalu, bagaimana tahapan cara menghitung penyusutan metode garis lurus? Sebelum membahas detail perhitungannya, mari kita cermati lebih dalam terkait metode akuntansi yang satu ini.

Pengertian Metode Garis Lurus

Straight line basis atau metode garis lurus merupakan metode perhitungan penyusutan aktiva tetap dengan karakteristik nilai beban penyusutan sama setiap tahunnya. Nilai penyusutan tersebut tidak berubah sampai usia ekonomis aset yang bersangkutan habis.

Sebelum membahas lebih jauh terkait perhitungan straight line basis, tentu kamu perlu mengerti definisi penyusutan atau depresiasi itu sendiri.

Secara sederhana, penyusutan adalah perpindahan biaya dari beban secara berkala selama masa penggunaan atau fungsinya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perusahaan menggunakan perhitungan depresiasi untuk aset yang bersifat fisik. Sementara itu, pengurangan nilai aset-aset yang tidak berwujud dihitung dengan amortisasi.

Sebagai contoh, amortisasi digunakan untuk menghitung penurunan nilai hak paten atau perangkat lunak. 

Baik depresiasi maupun amortisasi digunakan untuk membebankan aset dalam kurun waktu yang lama, bukan hanya saat pembeliannya saja.

Baca juga: Memahami Definisi dan Contoh Aktiva dalam Dunia Bisnis

Dengan kata lain, perusahaan bisa meregangkan aset dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh keuntungan dari aset tanpa mengurangi biaya penuh dari laba bersih.

Metode penyusutan garis lurus dihitung dengan membagi perolehan nilai sisa dengan estimasi waktu penggunaan aset. Supaya kamu bisa melihat cara perhitungannya dengan lebih jelas, silahkan simak penjelasan di bawah ini.


Cara Menghitung Penyusutan Metode Garis Lurus

Metode yang satu ini tergolong cukup banyak digunakan oleh perusahaan. Biasanya, straight line basis dipilih untuk menghitung penyusutan harta atau aset yang fungsinya tidak terpengaruh oleh jumlah produk yang dihasilkan bisnis, misalnya bangunan dan peralatan kantor.

Terdapat beberapa komponen yang memengaruhi biaya penyusutan aktiva tetap, yaitu harga perolehan, nilai residu, dan usia ekonomis. Mari kita bahas satu per satu!

  • Harga Perolehan atau Acquisition Cost

Harga perolehan merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap sampai aset tersebut siap digunakan.

Bisa dikatakan, komponen yang satu ini sangat penting dalam perhitungan depresiasi. Pasalnya angka harga perolehan akan menjadi dasar seberapa besar depresiasi yang harus dialokasikan dalam setiap periode akuntansi.

  • Nilai Residu atau Salvage Value

Suatu aset atau aktiva tentu akan memasuki titik habis pakai atau retirement pada waktu tertentu. Jika waktu tersebut tiba, beberapa aktiva mungkin akan atau harus dijual.

Nah, taksiran nilai pada saat penghentian penggunaan aktiva tersebut, disebut dengan salvage cost atau nilai residu.

Tentu saja tidak semua aktiva mempunyai nilai residu sebab ada pula aset yang tidak dijual kembali setelah selesai digunakan. Dilihat dari sisi ekonomi, sudah pasti hal ini kurang direkomendasikan.

  • Usia Ekonomis atau Estimated Economic Life

Rata-rata aset memiliki dua jenis usia, yaitu usia fisik serta usia fungsional. Sesuai namanya, usia fisik berkaitan dengan kondisi fisik aktiva atau aset yang bersangkutan.

Kita bisa menyebut suatu aktiva memiliki usia fisik jika kondisi fisik aktiva tersebut masih baik. Di sisi lain, sebuah aktiva juga mempunyai kontribusi yang terkait penggunaan atau dikenal dengan usia fungsional.

Selama aktiva memberikan kontribusi bagi perusahaan, maka aktiva tersebut masih memiliki usia fungsional.

Usia fungsional atau lebih dikenal dengan sebutan usia ekonomis inilah yang akan dijadikan dasar perhitungan beban penyusutan.

Rumus Metode Garis Lurus

Rumus metode garis lurus tentu melibatkan ketiga komponen tersebut. Kamu dapat menghitungnya dengan rumus berikut ini:

Metode garis lurus = (Harga perolehan - Nilai residu) : Usia ekonomis


Supaya lebih jelas, kita lihat contoh cara menghitung penyusutan metode garis lurus di bawah ini.

Sebut saja, harga perolehan suatu aset adalah sebesar Rp15.000.000, sedangkan estimasi nilai residunya senilai Rp1.500.000. Lalu, diketahui bahwa usia ekonomis aset tersebut adalah lima tahun. Maka, nilai penyusutannya bila dihitung dengan metode garis lurus adalah sebagai berikut:

= (Rp15.000.000 - Rp1.500.000) : 5

= Rp13.500.000 : 5

= Rp2.700.000

Metode garis lurus digunakan untuk menghitung aset yang nilainya tidak dipengaruhi jumlah produksi

Kamu juga dapat menampilkan hasil perhitungan tersebut dalam bentuk persentase. Cara menghitungnya dengan mengalikan nilai Rp2.700.000 dengan usia ekonomis. Jadi, diperoleh nilai sebesar Rp13.500.000.

Biaya atau harga perolehan disusutkan sebesar Rp13.500.000 atau 20% yang didapat dari 100%/5 tahun.

Baca juga: Memahami Definisi dan Contoh Biaya Eksplisit

Kelebihan dan Kekurangan Metode Garis Lurus

Selain dengan menggunakan straight line basis, penyusutan juga dapat dihitung dengan metode saldo menurun, jumlah angka tahun, satuan jam kerja, dan satuan hasil produksi. 

Setiap metode tentu mempunyai karakteristik tersendiri, begitu juga dengan metode penyusutan garis lurus.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam metode ini, beban penyusutan setiap tahun sama serta tidak dipengaruhi oleh output produksi.

Dibandingkan aspek kegunaan, metode ini lebih mengutamakan aspek waktu. Adapun kelebihan metode ini adalah relatif lebih mudah dalam pengaplikasiannya dan lebih mudah dalam menentukan biaya penyusutannya.

Wajar saja bila banyak perusahaan memilih metode yang satu ini, menimbang kepraktisan aplikasinya.

Meskipun begitu, straight line basis pun mempunyai kekurangan, yaitu biaya pemeliharaan dan perbaikan dianggap sama pada setiap periode akuntansi.

Padahal, sudah tentu biaya-biaya tersebut akan berubah dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, biaya perawatan sudah bisa dipastikan akan ada kenaikan setiap tahunnya.

Maka dari itu, beban penyusutan yang diakui cenderung tidak mencerminkan usaha yang digunakan dalam menghasilkan pendapatan.

Tidak hanya itu, laba yang diperoleh setiap tahun pun kurang bisa menggambarkan tingkat pengembalian yang sebenarnya dari usia penggunaan aktiva.

Selain itu, bisa dikatakan metode ini melibatkan cukup banyak asumsi. Harga perolehan memang sudah diketahui, tetapi kamu perlu menaksir nilai residu serta usia ekonomis dari suatu aset.

Jika taksiranmu kurang tepat, perusahaan akan menghadapi risiko menanggung kerugian biaya. Tambahan pula, metode ini menganggap penurunan nilai aset konstan. Padahal, hal ini mungkin tidak berlaku untuk semua aset.

Kelebihan serta kekurangan serupa juga berlaku untuk straight line basis yang diterapkan dalam amortisasi.

Baca juga: Definisi, Cara Membuat, dan Contoh Jurnal Penyesuaian Bisnis

Kekeliruan Terkait Depresiasi

Layaknya aspek lain dalam bisnis, penyusutan pun kerap dipahami secara keliru. Pertama, depresiasi sering disamakan dengan penurunan nilai pasar dari suatu aset.

Pasalnya, biaya aset tetap yang tidak digunakan dan tidak dilaporkan dalam neraca tentu tidak sama dengan realisasi penjualan.

Jadi, aktiva tetap umumnya disimpan, tetapi tidak ditujukan untuk dijual kembali. Adapun penjualan kembali aset didasarkan pada fungsi aset, bukan nilai pasar.

Berikutnya, kekeliruan kerap timbul dalam hal perhitungan sebab terbatasnya pengetahuan tentang komponen apa saja yang memengaruhi biaya penyusutan.

Seperti yang sudah diketahui, nilai penyusutan sangat bergantung pada estimasi nilai di akhir masa penggunaan atau nilai residu, harga perolehan, dan usia ekonomis aset.

Karena itu, kamu memang perlu memahami ketiga hal tersebut jika ingin dapat mengkalkulasi biaya penyusutan secara akurat.

Lalu, kekeliruan lain yang lazim muncul, yaitu adanya kas yang disiapkan untuk mengganti aset tetap ketika mengalami penurunan nilai kemampuan atau pemanfaatan jasa.

Padahal, penyusutan berbeda dengan beban sehingga tidak membutuhkan pengeluaran kas di setiap periode akuntansi.

Pertanyaan Seputar Metode Penyusutan

Setelah membaca uraian di atas, masih adakah pertanyaan di benak Majoopreneurs tentang metode penyusutan ini? Mari kita jawab beberapa pertanyaan yang sering diajukan seputar metode penyusutan, ya.

Berapa metode penyusutan?

Akuntansi mengenal 5 metode penyusutan, yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun ganda, metode jumlah angka tahun, metode satuan jam kerja, dan metode satuan hasil produksi.

Berikut ini penjelasannya.

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode ini adalah metode depresiasi aset tetap yang biaya penyusutannya tetap sama setiap tahunnya hingga akhir usia ekonomis aset tetap tersebut. Metode ini digunakan jika nilai ekonomis aset tetap terus sama setiap tahun.

Fungsinya adalah untuk menyusutkan aset-aset yang manfaatnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume jasa atau produk yang diproduksi seperti peralatan kantor dan bangunan.

Ada dua cara menghitungnya, yaitu:

Menggunakan nilai sisa:

Depresiasi = (Harga Perolehan – Nilai Sisa) : Usia Ekonomis

Tanpa nilai sisa:

Depresiasi = Harga Perolehan : Umur Ekonomis

2. Metode Saldo Menurun Ganda

Metode ini adalah metode depresiasi yang ditentukan berdasarkan persentase dari suatu harga buku pada tahun tertentu. Rumusnya adalah:

Depresiasi = { 2 x (100% : Usia Ekonomis) } x Harga Beli atau Nilai Buku

3. Metode Satuan Hasil Produksi (Productive Output Method)

Metode ini didasarkan pada jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode tertentu. Rumusnya adalah:

Beban Depresiasi per Tahun = Jam Satuan Produk yang Dihasilkan x Tarif Depresiasi per Produk

Tarif Depresiasi per Satuan Produk = Harga Perolehan Nilai Sisa : Jumlah Total Produk yang Dihasilkan

4. Jumlah Angka Tahun (Sum of the Year Digit Method)

Metode ini berdasar pada jumlah angka tahun. Rumusnya adalah:

Depresiasi = Sisa Usia Penggunaan : Jumlah Angka Tahun x (Harga Perolehan Nilai Sisa)

5. Metode Satuan Jam Kerja (Service Hours Method)

Dengan metode ini, beban penyusutan aset tetap didasarkan pada jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode tertentu. Rumusnya adalah:

Beban Depresiasi per Tahun = Jam Kerja yang Dapat Dicapai x Tarif Depresiasi Tiap Jam

Tarif Depresiasi Tiap Jam = Harga Perolehan Nilai Sisa : Jumlah Total Jam Kerja Penggunaan Aset Tetap

Apa asumsi yang dipakai pada metode garis lurus?

Straight line method atau metode garis lurus adalah cara paling sederhana dan paling banyak digunakan untuk menghitung nilai penyusutan aset tetap, seperti peralatan dan bangunan.

Asumsi dari metode garis lurus adalah bahwa aset tetap (fixed assets) akan dihilangkan secara merata selama usia manfaatnya. Artinya, aktiva tetap akan mengalami penurunan fungsi atau kegunaan dalam jumlah yang sama setiap periode.

Apa perbedaan metode penyusutan garis lurus dan saldo menurun ganda?

Metode garis lurus berlawanan dengan metode saldo menurun yang mengadopsi sistem depresiasi dipercepat. Akibatnya, beban penyusutan pada tahun awal akan lebih besar daripada tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan beban penyusutan metode garis lurus akan berjumlah tetap atau konstan setiap periode selama umur ekonomis aset.

Kesimpulan

Dalam menjalankan operasionalnya, perusahaan tentu memiliki aset, baik yang tangible maupun intangible. Kedua jenis aset tersebut dimiliki oleh bisnis karena kegunaan atau kontribusinya.

Akan tetapi, nilai dari aset-aset yang dimiliki bisnis akan terus berkurang dari waktu ke waktu. Karena itu, perlu ada perhitungan penyusutan yang dikenal dengan depresiasi dan amortisasi.

Depresiasi merupakan perhitungan penyusutan aset atau aktiva yang bersifat nyata. Sementara itu, amortisasi adalah cara menghitung penyusutan aset yang tidak nyata seperti hak paten atau intellectual property.

Untuk menghitung penyusutan, ada beberapa metode yang bisa kamu gunakan, salah satunya metode garis lurus atau straight line basis. Metode ini sesuai untuk kamu pilih jika kamu menginginkan teknik yang sederhana.

Karakteristik metode yang satu ini memang simpel karena beban penyusutan dianggap sama pada setiap periode akuntansi. Maka dari itu, metode ini hanya sesuai bagi aset-aset yang nilainya tidak berkaitan langsung dengan produksi.

Sebagai contoh, bangunan untuk gerai fisik atau bangunan untuk kantor. Begitu juga dengan peralatan kantor. Sebaliknya, kamu tidak dapat menghitung depresiasi mesin dengan metode ini sebab kontribusinya berhubungan langsung dengan jumlah barang yang dihasilkan.

Di samping aspek akuntansi, seperti perhitungan penyusutan, tentu banyak sekali aspek bisnis lain yang perlu kamu tangani. Karena itu, permudah pengelolaan operasional harian bisnis yang kamu miliki dengan menggunakan aplikasi POS yang tepat.

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo