Pajak impor merupakan salah satu jenis pajak yang diatur di dalam Undang-Undang dan wajib dibayarkan oleh wajib pajak yang melakukan kegiatan importasi.
Aturan ini juga dimiliki oleh sebagian besar negara di dunia yang menggunakan barang impor sebagai objek pajaknya. Di Indonesia, ketentuan mengenai jenis pajak impor ini telah tertuang dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan Bea Masuk.
Biasanya, pengenaan bea masuk ini dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri dari barang-barang sejenis dengan barang impor terkait.
Supaya kamu bisa lebih memahami tentang pajak impor, berikut ini beberapa penjelasan pentingnya untuk kamu pahami.
Pajak Impor Adalah …
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, seluruh kegiatan impor akan ditangguhkan pajak Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh).
Aturan ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 yang berisi tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 mengenai kepabeanan.
Dapat dikatakan bahwa pajak impor adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas kegiatan impor barang.
Pemungutan ini mencakup beberapa jenis pajak yang tertuang di dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan Bea Masuk, di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Masing-masing jenis pajak ini tidak memiliki nilai yang spesifik, sebab nilai pajak akan dihitung berdasarkan persentase sebuah barang dengan nilai transaksinya atau dikenal dengan sebutan ad valorem.
Hal ini diperkuat dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang memiliki asas perhitungan yang berbeda-beda.
Sederhananya, pajak impor akan dihitung berdasarkan nilai impor sedangkan Bea Masuk lebih mengacu kepada nilai pabean yang dimiliki.
Nilai impor yang disebutkan di sini merupakan nilai barang dalam intercom (International Commercial Terms), CIF (Cost, Insurance, and Freight) yang ditambahkan dengan Bea Masuk.
Baca juga: Bea Cukai: Pengertian, Sejarah, dan Perhitungannya
Ketentuan Pajak Impor
Ketentuan awal pajak impor yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) adalah sebesar 27,5% sampai 37,5% dengan rincian sebagai berikut:
- Bea masuk sebesar 7,5%
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%
- Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10% untuk Wajib Pajak yang mempunyai NPWP, dan 20% untuk Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP.
Kemudian, Peraturan Menteri Keuangan mengeluarkan penyesuaian tarif pajak impor terbaru menjadi 17.5%, dengan rincian sebagai berikut:
- Bea masuk sebesar 7,5%, tidak berubah
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap 10%
- Pajak Penghasilan (PPh) ditiadakan, menjadi 0%
Akan tetapi, terdapat pengecualian tarif tunggal yang ditetapkan pada beberapa objek pajak tertentu, misalnya seperti:
- Barang tekstil dan tas akan dikenai tarif Bea Masuk sebesar 15% hingga 20%, PPN 10%, dan PPh antara 7,5 hingga 10%.
- Sedangkan, sepatu akan dikenakan Bea Masuk sebesar 25% hingga 30%, dengan tarif PPN 10% dan PPh 7,5%-10%, sama seperti barang tekstil dan tas.
Berdasarkan PPh Pasal 22 atas impor, terdapat 6 jenis tarif yang disesuaikan dengan kelompok barang impornya, di antaranya adalah:
- Barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I pada Peraturan Menteri ini, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu yang dikenai Bea Masuk dengan tarif pembebanan tunggal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, akan dikenai tarif sebesar 10% dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
- Barang tertentu lainnya yang tercantum dalam Lampiran II pada Peraturan Menteri ini sebesar 7,5% dari nilai impor dengan atau tanpa Angka Pengenal Impor (API).
- Kelompok barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu seperti yang tercantum dalam Lampiran III akan dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
- Kelompok barang yang tidak tercantum pada lampiran namun menggunakan Angka Pengenal Impor (API) akan dikenai tarif sebesar 2,5% dari nilai impor.
- Kelompok barang yang tidak tercantum pada lampiran dan tidak disertai Angka Pengenal Impor (API) maka akan dikenai tarif sebesar 7,5% dari nilai impor.
- Kelompok barang yang tidak dikuasai (barang tidak bertuan atau tidak ada pemiliknya) akan dikenakan tarif sebesar 7,5% dari harga jual (lelang).
Kelompok barang yang tidak dikuasai adalah jenis barang yang tidak bertuan, disebabkan karena ketidakmampuan atau keadaan lain yang menyebabkan barang tersebut tidak ada yang memiliki.
Atau suatu kondisi saat pemilik sebelumnya tidak mampu menuntaskan dokumen resmi yang dibutuhkan untuk membuat status kepemilikannya dicabut.
Barang-barang ini akan dilelang untuk menentukan besaran pajak yang mesti ditangguhkan pemilik baru jenis barang ini.
Baca juga: Pajak Tidak Langsung: Definisi, Jenis, dan Unsur
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199 Tahun 2019, untuk barang impor dengan nilai USD3 atau sekitar Rp43.500 (kurs Rp14.500 per dolar AS), maka tidak akan dikenakan Bea Masuk dan PPh Impor.
Bagi penerima kiriman barang senilai lebih dari USH1500, maka kamu harus menyampaikan PIB atau Pemberitahuan Impor Barang kepada Bea Cukai untuk dilakukan penghitungan besaran pajak yang mesti dibayarkan.
Cara Menghitung Pajak Impor
Pajak impor merupakan salah satu iuran wajib yang mesti dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan atau perusahaan kepada negara.
Kewajiban ini hanya berlaku bagi warga negara yang telah memenuhi syarat secara subjektif maupun objektif dari setiap jenis pajaknya, termasuk pajak barang impor.
Kemudian, untuk dapat mengetahui nilai pajak impor suatu barang atau cara menghitung pajak impor adalah dengan dengan menjumlahkan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan.
Perlu kamu ketahui bahwa, masing-masing jenis pajak ini memiliki ketentuan yang berbeda-beda mulai dari objek, subjek, cara menghitung, hingga melaporkan pajaknya.
Rumus yang bisa kamu gunakan untuk menghitung Bea Masuk, PPN, dan PPh pada pajak impor adalah sebagai berikut:
Bea Masuk = Persentase tarif x Harga beli barang impor
PPN = 10% x (Harga beli barang impor + Bea Masuk)
PPh = 0
Pada beberapa jenis kelompok barang yang khusus seperti tekstil, tas, dan sepatu perhitungan PPh-nya akan menjadi seperti ini.
PPh = 10% x Harga beli barang impor jenis tekstil, tas, dan sepatu.
Agar lebih mudah memahaminya, berikut ini adalah contoh perhitungan pajak impor untuk dua jenis kategori barang yang berbeda.
1. Dedy ingin membeli album musik dari penyanyi luar negeri favoritnya yang belum ada di Indonesia. Untuk itu, Dedy harus membelinya secara online agar bisa mendapatkan album musik original itu. Harga beli album musik tersebut adalah sekitar Rp800.000.
Nah, dikarenakan barang yang dibeli Dedy merupakan barang impor, maka Dedy harus menyisihkan uang lebih untuk membayar biaya impornya. Maka, berapa besaran pajak impor yang harus dibayarkan oleh Dedy?
Diketahui jenis barang yang dibeli oleh Dedy adalah barang umum, maka perhitungan Bea Masuknya akan seperti ini:
Bea Masuk = 7,5% x Harga beli barang impor
Bea Masuk = 7,5% x Rp800.000
Bea Masuk = Rp60.000
Jadi, besaran Bea Masuk yang ditetapkan adalah Rp60.000. Kemudian, kamu perlu menghitung PPN dari barang tersebut.
PPN = 10% x (Rp800.000 + Rp60.000)
PPN = 10% x Rp860.000
PPN = Rp86.000
Di sini, kamu bisa mendapatkan nilai PPN dari barang tersebut, yakni sebesar Rp86.000.
Dikarenakan PPh yang dibebankan pada barang jenis ini adalah 0%. Maka, berikut total besaran pajak impor yang harus dibayar oleh Dedy.
Pajak impor = Rp60.000 + Rp86.000 + 0
Pajak impor = Rp146.000
Jadi, besaran pajak impor yang akan dikenakan pada barang yang dibeli Dedy adalah sejumlah Rp146.000.
2. Rudi membeli sebuah produk sepatu dari negara Belanda dengan harga Rp2.500.000. Berdasarkan ketentuan pajak impor terbaru yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mewajibkan pembelinya membayar PPh sebesar 10%. Maka, berapa besaran pajak impor yang harus dibayarkan oleh Rudi?
Diketahui jenis barang yang dibeli Rudi termasuk ke dalam kategori barang khusus dibebankan Pajak Penghasilan di dalamnya. Maka, perhitungannya menjadi:
Bea Masuk = 7,5% x Harga beli barang impor
Bea Masuk = 7,5% x Rp2.500.000
Bea Masuk = Rp187.500
Besaran Bea Masuk yang ditetapkan adalah Rp187.500.
PPN = 10% x (Rp2.500.000 + Rp187.500)
PPN = 10% x Rp2.687.500
PPN = Rp258.750
Besaran PPN yang ditetapkan adalah Rp258.750.
PPh = 10% x Harga beli barang impor jenis tekstil, tas, dan sepatu
PPh = 10% x 2.500.000
PPh = 250.000
Besaran PPh yang ditetapkan adalah Rp250.000.
Maka, total pajak impor yang akan dibebankan kepada Rudi atas barang yang dibeli adalah sebesar
Pajak impor = Rp187.500 + Rp258.750 + Rp250.000
Pajak impor = Rp696.250
3. PT. Berkah Jaya melakukan impor produk tekstil dari negara Perancis dengan harga USD500, asuransi USD50 dan pengangkutan (freight) USD200. Untuk menghitung besaran pajak impor, kamu harus mengetahui berapa nilai impornya.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa nilai impor adalah CIF (Cost + Insurance + Freight) atau harga, asuransi dan biaya pengiriman barang ditambahkan dengan besaran bea masuknya.
Cara menghitung pajak impor produk tekstil tersebut yaitu :
Bea masuk = tarif bea masuk x CIF x kurs IDR
Bea Masuk = 7,5% x USD(500+50+200) x 14.000
Bea Masuk = 7,5% x USD750 x 14.000
Bea Masuk = Rp787.000
PPN = tarif x (CIF + bea masuk)
PPN = 10% x {(USD750 x Rp14.000) + Rp787.000)
PPN = 10% x (Rp10.500.000 + Rp787.000)
PPN = 10% x Rp11.287.000
PPN = Rp1.128.700
PPh = tarif x (CIF + bea masuk)
PPH = 10% x Rp11.287.000
PPH = Rp1.128.700
Produk tekstil bukanlah kategori barang mewah maka tidak dikenakan Pajak Pembelian Barang Mewah (PPnBM).
Jadi pungutan pajak impor PT. Berkah Jaya adalah
Pajak impor = Rp1.128.700 + Rp1.128.700 = Rp2.254.000
Berkah Jaya juga harus membayar bea masuk barang impor sebesar Rp.787.000. Sedangkan harga produk USD500 atau setara dengan Rp7.000.000.
Maka total dari harga yang harus dibayarkan untuk membeli produk tekstil impor tersebut oleh PT. Berkah Jaya adalah sebesar :
Total transaksi = Harga barang (cost) + bea masuk + (PPN + PPh)
Total transaksi = Rp. 7.000.000 + Rp. 787.000 + Rp. 2.254.000
Total transaksi = 10.041.000
Itulah contoh perhitungan pajak impor dari dua jenis kelompok barang yang berbeda. Kamu bisa menggunakan perhitungan pajak impor ini sesuai dengan kelompok barang yang ingin kamu beli.
Baca juga: Cara Menghitung PPN dan PPh yang Perlu Diketahui oleh Bisnis
Pembayaran Pajak Impor dan Bea Masuk
Terdapat dua cara pembayaran pajak impor dan Bea Masuk yang bisa kamu pilih berdasarkan jenis jasa pengirimannya, di antaranya:
1. Pengiriman melalui jasa pengiriman
Jika kamu memilih melakukan pengiriman melalui jasa pengiriman, biasanya jasa pengiriman yang dipilih akan berkoordinasi dengan konsumen untuk perhitungan pajaknya.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah konsumen sudah memiliki NPWP atau tidak. Kemudian, pembayaran akan dilakukan melalui perusahaan jasa pengiriman sebelum barang dikeluarkan dari bandara.
2. Pengiriman melalui Pos Indonesia
Namun, apabila kamu memilih jasa pengiriman melalui Pos Indonesia, maka barang akan langsung dikeluarkan dari bandara menuju kantor pos.
Nantinya, kantor pos yang akan mengirimkan pemberitahuan ke alamat konsumen bahwa barang yang dibeli sudah tiba, sekaligus dengan tagihan yang mesti dibayarkan.
Barang baru akan bisa diambil setelah konsumen melunasi seluruh kewajibannya di kantor pos terdekat.
Penutup
Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa pajak impor adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas kegiatan impor barang. Pengaturan pajak impor ini telah diatur oleh Undang-Undang yang pemungutannya dibagi menjadi beberapa jenis yang tertuang di dalam Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) dan Bea Masuk.
Masing-masing jenis pajak ini tidak memiliki nilai yang spesifik, sebab nilai pajak akan dihitung berdasarkan persentase sebuah barang dengan nilai transaksinya.
Untuk barang impor dengan nilai USD3 atau sekitar Rp43.500 (kurs Rp14.500 per dolar AS), maka tidak akan dikenakan Bea Masuk dan PPh Impor, sedangkan barang senilai lebih dari USH1500 harus menyampaikan PIB kepada Bea Cukai untuk dilakukan penghitungan besaran pajak yang mesti dibayarkan.
Nah, agar semua transaksi pembelian barang impor maupun lokal dapat tersimpan dengan baik, ada baiknya untuk dicatat ke dalam pembukuan agar kamu bisa memantau kondisi kesehatan finansial baik pribadi maupun perusahaan.
Untuk mendapatkan metode pencatatan yang lebih akurat dan mudah, kamu bisa memanfaatkan aplikasi POS seperti majoo. Aplikasi majoo memiliki banyak layanan yang akan memudahkan kamu dalam melakukan pencatatan, pembukuan, hingga membuat laporan keuangan dengan cepat. Jadi, tunggu apa lagi? Coba majoo sekarang!