Setiap jenis usaha memiliki kewajiban pajak yang berbeda. Oleh sebab itu, sebagai seorang pelaku UMKM, kamu wajib memahami serba-serbi pajak, mulai dari pengertian pajak UMKM, cara menghitung pajak UMKM, dan lain sebagainya. Perlu dipahami bahwa regulasi pajak selalu berubah setiap saat, termasuk pajak UMKM. Dengan demikian, update informasi mengenai ketentuan hingga besaran pajak UMKM menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini aturan pajak untuk UMKM terbaru diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Berbagai aktivitas usaha tentu tidak lepas dari adanya lembar bukti bahwa usaha atau perusahaan tersebut memenuhi kewajiban pajaknya. Oleh sebab itu, sebagai seorang pelaku UMKM, kamu tidak boleh lupa memasukkan perencanaan pajak dalam daftar blueprint usaha. Tidak hanya pengertian mengenai pajak UMKM dan cara menghitung pajak UMKM, dalam artikel ini juga akan dibahas mengenai kriteria UMKM dan besar pajak yang wajib dibayar. Langsung saja, simak pembahasan selengkapnya di bawah ini!
Apa yang Dimaksud dengan Pajak UMKM?
Pajak UMKM adalah pajak yang dibebankan kepada para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bersifat mengikat dan memaksa. Walau demikian, tarif pajak yang ditetapkan pada pelaku UMKM akan disesuaikan dengan kapasitas usahanya. Oleh sebab itu, kamu tidak perlu khawatir akan merasa terbebani dengan pemberlakuan pajak ini.
Pada dasarnya, pajak diberlakukan agar pembangunan negara bisa terwujud. Secara tidak langsung, sebagai pelaku UMKM kamu juga ikut berkontribusi pada pembangunan negara. Saat ini, pajak UMKM diatur oleh pemerintah dan memiliki dasar hukum yang sah, yaitu sebagai berikut:
- Undang-Undang 6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dan diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 yang berisi tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang telah diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang berisi tentang Pajak Pertambahan Nilai
- Undang-Undang Nomor 20/2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah
Pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan tanpa ada sumber hukum yang melandasinya, terlebih untuk urusan pajak yang bersifat mengikat dan memaksa. Oleh sebab itu, saat ini dasar-dasar hukum di atas menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan pajak untuk UMKM.
Baca juga: Pajak Impor: Pengertian, Ketentuan, dan Cara Menghitungnya
Kriteria UMKM dan Besar Pajak yang Wajib Dibayar
Setelah mengetahui pengertian pajak UMKM, kamu tentu bertanya-tanya berapa persen pajak penghasilan UMKM? Apakah UMKM kena PPh? Lantas, berapa wajib pajak UMKM? Jawabannya, setiap jenis UMKM memiliki besaran pajak yang berbeda. Menurut undang-undang, kriteria UMKM adalah sebagai berikut:
-
Usaha Mikro
Usaha mikro dapat diartikan sebagai suatu usaha ekonomi produktif yang dimiliki individu atau badan usaha yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Salah satu kriteria usaha mikro adalah badan usaha tersebut memiliki omzet atau kekayaan bersih yang mencapai Rp50.000.000 (tidak termasuk bangunan dan tanah). Selain itu, hasil penjualan usaha mikro minimal mencapai Rp300.000.000 per tahun.
-
Usaha Kecil
Usaha kecil dapat diartikan sebagai suatu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri atau independen, dimiliki oleh perorangan badan usaha atau suatu kelompok dan bukan merupakan cabang dari usaha utama. Salah satu kriteria usaha kecil adalah badan usaha tersebut memiliki omzet atau kekayaan bersih yang mencapai Rp50.000.000 dengan kebutuhan yang dipakai maksimal Rp500.000.000. Hasil penjualan usaha kecil minimal mencapai Rp300.000.000 dan maksimal Rp2.500.000.000 per tahun.
-
Usaha Menengah
Usaha menengah dapat diartikan sebagai suatu usaha ekonomi produktif yang bukan cabang dari usaha utama atau perusahaan pusat serta menjadi bagian secara tidak langsung maupun secara langsung bagi usaha kecil dan atau usaha besar. Salah satu kriteria usaha menengah adalah badan usaha tersebut memiliki omzet atau kekayaan bersih yang mencapai Rp 500.000.000 sampai Rp10.000.000.000 (tidak termasuk bangunan dan tanah). Selain itu, hasil penjualan usaha menengah minimal mencapai Rp2.500.000.000 dan maksimal Rp50.000.000.000 per tahun.
Jadi, berapa wajib pajak UMKM? Pemerintah menetapkan tarif pajak UMKM sebesar 0,5% dari setiap penghasilan yang didapat oleh pelaku UMKM sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018. Peraturan tersebut menyempurnakan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 dengan beberapa aturan yang disempurnakan, seperti pengenaan tarif dan jangka waktu pengenaan pajak untuk orang pribadi maupun badan usaha.
Sebelumnya, tarif pengenaan pajak untuk UMKM sebesar 1% dari penghasilan final ataupun bruto, namun kebijakan pemerintah berubah dan saat ini menjadi 0,5%. Penurunan tarif tersebut merupakan kebijakan pemerintah pada UMKM yang memiliki omzet maksimal 4,8 miliar. Hal tersebut bertujuan agar nilai lebih dari kewajiban pajak yang dibayarkan dapat menjadi modal kerja yang tentu sangat dibutuhkan para pelaku UMKM. Penurunan tarif pajak tersebut mulai berlaku pada 1 Juli 2018 lalu.
Baca juga: Apa Itu PPh Pasal 23? Yuk, Pahami Sama-sama!
Bagaimana Cara Menghitung Pajak UMKM?
Cara menghitung pajak UMKM menggunakan rumus PPh pajak UMKM adalah sebagai berikut:
-
Rumus Penghasilan Kena Pajak WP OP
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto – PTKP
-
Rumus PPh Terutang
PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17
-
Rumus pajak perusahaan (WP) Badan (UMKM)
PPh Badan = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Badan
- PPh Badan UMKM/UKM dengan tarif PPh Final dapat dihitung dengan cara:
- Mekanisme PPh OP secara Umum
- PPh Final PP 23/2018
- Mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
Sekarang, kita lihat contoh perhitungan pajak PPh Final UMKM berikut ini:
Pak Rangga adalah seorang pelaku UMKM yang mendirikan usahanya pada tahun 2018 dengan omzet per tahun mencapai Rp3.500.000.000. Dengan demikian, Pak Rangga sebagai WP Pribadi yang melakukan usaha dengan skala UMKM dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23 Tahun 2018. Selanjutnya, Pak Rangga sebagai WP Pribadi dapat menggunakan fasilitas PPh Final setengah persen hingga 7 tahun terhitung sejak tahun 2018 dan berakhir pada tahun 2024.
Jadi, bagaimana cara menghitung pajak UMKM?
Setelah mengetahui kategori UMKM yang dikenakan kewajiban pajak hingga besaran pajaknya, sekarang kita akan mencari tahu cara menghitung pajak UMKM. Pelaku UMKM yang memiliki omzet bruto maksimal Rp4,8 miliar setahun dikenakan PPh Final 0,5% dari peredaran bruto. Untuk menghitung PPh Final PP 23/2018, caranya sangat mudah, yaitu semua transaksi penjualan atau jasa bruto per bulan tinggal dikalikan 0,5%.
Perlu diingat jika tenggat waktu atau jatuh tempo pembayaran pajak dan pelaporan SPT pajak berbeda-beda, tergantung pajak tersebut termasuk dalam kategori pajak bulanan atau pajak tahunan. Detail mengenai ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
-
Pajak Bulanan
- Batas waktu pembayaran PPh 21, PPh 23. PPh 26, dan PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
- Batas waktu pembayaran PPh Final PP 23/2018 dan PPh 25 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
- Batas waktu pembayaran PPN paling lambat akhir bulan berikutnya
- Batas waktu pelaporan SPT Pajak Bulanan/SPT Masa untuk SPT PPh 4 ayat (2), PPh 15, PPh 21, PPh 23/26, PPh 25, PPh 22 paling lambat 20 hari setelah akhir tahun pajak. Untuk PPh 22, untuk pemungutan oleh bendaharawan paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir. Untuk SPT PPN & PPnBM adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
-
Pajak Tahunan
- Batas waktu pembayaran PPh Badan paling lambat tanggal 30 April setelah akhir tahun pajak. Jika tanggal jatuh tempo penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, penyetoran PPh Badan dapat dilakukan paling lambat di hari kerja berikutnya.
- Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat tanggal 30 April setelah akhir tahun pajak. Jika tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur, penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dapat dilakukan paling lambat di hari kerja berikutnya.
- Pelaporan SPT Tahunan Pribadi UMKM dilaporkan paling lambat tanggal 31 Maret setiap tahunnya untuk tahun pajak sebelumnya atau 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
Perlu diperhatikan bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau pajak kurang bayar berdasarkan hasil pelaporan SPT Tahunan harus dilunasi dengan SSP sebelum SPT PPh tersebut dilaporkan kembali ke DJP.
Baca juga: SIUP: Langkah-Langkah Mudah Cara Membuat SIUP Online
Penutup
Penting diperhatikan bahwa aturan pengenaan sanksi denda telat lapor atau bayar pajak sudah berubah. Terbaru, ketentuan tarif sanksi pajak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berlaku tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang perhitungannya mengacu pada suku bunga bank sentral Indonesia (Bank Indonesia/BI 7 days repo reserve rate). Tarif bunga sanksi administrasi pajak yang ditetapkan Kementerian Keuangan ini digunakan sebagai dasar untuk menghitung besar sanksi pajak yang akan dikenakan pada wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan perpajakan berlaku.
Selain informasi mengenai pengertian pajak UMKM dan cara menghitung pajak UMKM, temukan juga berbagai informasi seputar online shopping, digital marketing, peluang usaha, dan strategi bisnis yang tepat di sini. Untuk urusan partner pembayaran, jangan ragu memilih majoo yang setia menemani langkahmu dalam bekerja dan membangun bisnis. Dalam aplikasi majoo, terdapat berbagai fitur praktis dan menarik yang dapat disesuaikan dengan segala kebutuhanmu. Tunggu apa lagi? Yuk, berlangganan sekarang!