PHK: Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenisnya

Penulis Nisa Destiana
26 April 2022

article thumbnail

PHK adalah penyelesaian hubungan kerja karyawan yang dilakukan oleh perusahaan.

PHK adalah singkatan dari pemutusan hubungan kerja, yaitu pengakhiran masa kerja karyawan. Para karyawan atau pemilik perusahaan tentu tidak asing dengan istilah yang satu ini.

Walaupun PHK merupakan kebijakan perusahaan, pemerintah turut mengatur hal ini sehingga perusahaan tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja secara semena-mena.

Maka dari itu, sebagai pemilik usaha, kamu perlu berhati-hati dalam menetapkan keputusan pemutusan hubungan kerja agar tidak melanggar hak karyawan sekaligus tidak melanggar hukum.

Supaya kamu bisa memahami lebih jauh tentang ketentuan PHK, mari simak artikel ini sampai selesai!

Apa Itu PHK?

Pemutusan hubungan kerja atau PHK adalah tindakan mengakhiri hubungan kerja karyawan yang dilakukan oleh perusahaan, baik untuk waktu sementara maupun permanen.

Berbeda dengan pemecatan langsung, pengakhiran relasi kerja ini tidak ada kaitannya dengan performa kerja seorang karyawan.

Baca juga: Penilaian Kinerja Karyawan: Pengertian, Indikator, dan Contoh 

Jika pemecatan dipicu oleh performa kerja yang tidak efisien, penyimpangan, atau pelanggaran aturan, pemutusan hubungan kerja umumnya disebabkan oleh efisiensi perusahaan atau penutupan bisnis. Lebih detail tentang hal ini akan dibahas dalam faktor penyebab pemutusan hubungan kerja.

Terlepas dari penyebabnya, pemutusan hubungan kerja mengakibatkan hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan berakhir. 

Dasar Hukum PHK

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pihak perusahaan tidak dapat asal melaksanakan pemutusan hubungan kerja. Ada dasar hukum yang harus dijadikan acuan.

Berikut ini beberapa dasar hukum PHK yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.

  • Bab XII Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  • Pasal 154A ayat (1)Undang-Udang No. 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  • Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), waktu kerja, alih daya, serta PHK.

Baca juga: Apa Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contoh Outsourcing?

Faktor Penyebab PHK

Pemutusan hubungan kerja tidak terjadi secara tiba-tiba. Bahkan, hukum sudah mengatur faktor penyebab yang diperbolehkan untuk ditindaklanjuti dengan PHK

Tidak hanya itu, terdapat pula aturan terkait alasan-alasan yang tidak memperbolehkan perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Pastikan kamu memahaminya dengan membaca penjelasan di bawah ini.

Faktor Penyebab PHK Diperbolehkan

Faktor penyebab PHK berarti jika hal-hal di bawah ini terjadi, perusahaan bisa melakukan pengakhiran hubungan kerja. Alasan-alasan diatur di dalam undang-undang. Selengkapnya dapat kamu lihat pada poin-poin berikut ini.

  1. Adanya peleburan dan pemisahan perusahaan, tetapi karyawan tidak ingin melanjutkan hubungan kerja atau perusahaan memutuskan memberhentikannya.
  2. Terjadi force majeur atau efisiensi yang mengakibatkan penutupan perusahaan.
  3. Perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama dua tahun berturut-turut.
  4. Perusahaan mengalami pailit dan tidak mampu melakukan pelunasan kewajiban utang.
  5. Karyawan mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja karena hal-hal berikut:
    • Pengusaha menganiaya, mengancam, atau menyuruh karyawan melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
    • Perusahaan tidak menjalankan kewajibannya, menyuruh karyawan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai perjanjian, atau memberikan pekerjaan yang membahayakan keselamatan karyawan.
    • Perusahaan terlambat memberikan gaji dalam waktu tiga bulan berturut-turut.
  6. Saat terjadi sengketa antara perusahaan dan karyawan, lalu terdapat putusan pengadilan yang menyatakan pengusaha tidak melakukan hal yang dituduhkan dan perusahaan tidak ingin melakukan pengakhiran hubungan kerja.
  7. Karyawan mengundurkan diri setelah mengajukan permohonan tertulis minimal 30 hari sebelumnya, tidak ada ikatan dinas, dan telah melaksanakan kewajiban sampai tanggal yang ditetapkan.
  8. Karyawan tidak masuk kerja dalam waktu lima hari berturut-turut atau lebih, tanpa ada keterangan tertulis, serta sudah diberi peringatan secara patut dan tertulis minimal sebanyak dua kali.
  9. Karyawan melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan dan telah diberi somasi sebanyak tiga kali.
  10. Karyawan tidak dapat masuk kerja selama enam bulan karena dipenjara atau menjadi terduga tersangka kasus kriminal.
  11. Karyawan mengalami sakit atau cacat akibat kecelakan kerja sehingga tak lagi mampu memenuhi kewajiban kerja setelah 12 bulan.
  12. Karyawan memasuki masa pensiun atau meninggal dunia.

Faktor yang Tidak Boleh Ditanggapi dengan Tindakan PHK 

Apabila sebelumnya kamu membaca hal-hal yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja mungkin terjadi, selanjutnya kita akan membahas alasan-alasan yang tidak boleh diikuti dengan tindakan PHK.

  1. Karyawan tidak dapat masuk kerja karena sakit yang dibuktikan oleh keterangan dari dokter dalam waktu kurang dari 12 bulan.
  2. Karyawan tidak masuk kerja karena memenuhi kewajiban yang diberikan oleh negara.
  3. Karyawan mengambil cuti untuk melaksanakan ibadah yang diperintahkan agamanya seperti ibadah naik haji.
  4. Karyawan menikah, mengandung, mengalami persalinan atau keguguran, dan menyusui.
  5. Terdapat hubungan darah atau ikatan pernikahan dengan karyawan lain di satu perusahaan, kecuali telah dinyatakan dalam perjanjian kerja.
  6. Karyawan mengirimkan aduan kepada pihak berwajib atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh perusahaan.
  7. Karyawan mempunyai aliran kepercayaan, suku, golongan, kondisi fisik, atau status yang berbeda dari kebanyakan karyawan.
  8. Karyawan sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja dan berdasarkan keterangan dokter masa pemilihannya belum pasti.

 Ketentuan PHK diatur dalam undang-undang.

Jenis-Jenis PHK

Kini kamu sudah mengetahui bahwa pemutusan hubungan kerja dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Nah, tergantung pada faktor penyebab tersebut, jenis-jenis PHK pun bisa berbeda.

Undang-undang menyebutkan, pemutusan hubungan kerja dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum

Contoh pemutusan hubungan kerja karena hukum ialah pekerja meninggal atau perjanjian kerja berakhir. 

Baca juga: Mengetahui dan Mengenal Contoh Surat Perjanjian

Jadi, perusahaan tidak perlu mengirimkan surat pemutusan hubungan kerja karena hubungan kerja tersebut sudah otomatis berakhir secara hukum akibat kondisi yang terjadi.

2. Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak

Meskipun pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilakukan semena-mena, perusahaan tetap berhak memberhentikan karyawan secara sepihak. Jenis pemutusan hubungan kerja ini biasanya disebabkan oleh pelanggaran terhadap perjanjian kerja.

Pengunduran diri karyawan juga termasuk PHK secara sepihak. Dengan kata lain, pemutusan hubungan kerja secara sepihak terjadi atas keinginan salah satu pihak, baik perusahaan ataupun karyawan.

3. Pemutusan Hubungan Kerja karena Kondisi Khusus

Ada banyak kondisi khusus yang mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, misalnya karyawan sakit dalam waktu yang sangat lama, terjadi efisiensi perusahaan, perusahaan mengalami kebangkrutan, atau perusahaan mengalami kerugian terus-menerus.

4. Pemutusan Hubungan Kerja karena Kesalahan Berat

Saat karyawan melakukan kesalahan, perusahaan memang tidak bisa langsung memutuskan hubungan kerja. Namun, bila kesalahan yang dilakukan termasuk kesalahan berat, pemutusan hubungan kerja boleh dilakukan.

Penipuan, penggelapan barang perusahaan, penganiayaan rekan kerja, dan peretasan data rahasia perusahaan merupakan beberapa contoh kesalahan berat yang bisa berujung pemutusan hubungan kerja.

Perhitungan Pesangon PHK

Perlu diketahui, apabila perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, perusahaan wajib membayarkan pesangon. Pemberian pesangon diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. 

Namun, kini terdapat beberapa perubahan perhitungan pesangon PHK seperti yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Salah satu perubahannya terletak pada pasal 156.

Pasal 156 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 ayat 2 menjelaskan tentang besaran pesangon paling sedikit yang diterima oleh korban PHK. Sementara itu, dalam UU Cipta Kerja besaran tersebut diubah menjadi besaran pesangon paling besar yang diterima korban PHK.

Adapun perhitungan pesangon PHK dihitung berdasarkan masa kerja. Perhitungan didasarkan pada komponen upah tetap yang diterima karyawan, meliputi gaji pokok serta segala bentuk tunjangan tetap. Silakan lihat rincian perhitungannya pada tabel berikut ini!

 

Masa kerja

Jumlah pesangon

Kurang dari 1 tahun

1 bulan upah

1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun

2 bulan upah

2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun

3 bulan upah

3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun

4 bulan upah

4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun

5 bulan upah

5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun

6 bulan upah

6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun

7 bulan upah

7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun

8 bulan upah

8 tahun atau lebih

9 bulan upah


Saat mengalami PHK, karyawan juga berhak atas Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dan Uang Penggantian Hak (UPH). UPH adalah uang pengganti atas hak karyawan, misalnya pengganti cuti tahunan yang belum diambil, pengganti biaya transportasi karyawan kembali ke domisilinya, dan lain-lain sesuai perjanjian.

Sementara itu, UPMK diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dengan detail sebagai berikut:

 

Masa kerja

Jumlah UPMK

3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun

2 bulan upah

6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 tahun

3 bulan upah

9 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 tahun

4 bulan upah

12 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 tahun

5 bulan upah

15 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 tahun

6 bulan upah

18 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 tahun

7 bulan upah

21 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 tahun

8 bulan upah

24 tahun atau lebih

10 bulan upah


Supaya kamu memiliki gambaran jelas tentang cara perhitungan pesangon PHK, mari lihat contoh di bawah ini!

Rara menerima gaji pokok Rp8.000.000 dengan tunjangan transportasi sebesar Rp1.000.000. Setelah bekerja selama empat tahun tiga bulan, perusahaan tempat Rara bekerja mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal. 

Waktu terakhir Rara bekerja ialah Oktober 2021. Rara sudah mengambil cuti selama 8 hari dari total hak cuti tahunan, yaitu 12 hari. Di bawah ini cara menghitung pesangon yang berhak diterima oleh Rara.

  • Upah Rara per bulan = Gaji pokok + tunjangan tetap = Upah per bulan

              = Rp8.000.000 + Rp1.000.000 = Rp9.000.000 

  • Pesangon berdasarkan masa kerja 4 tahun 3 bulan (5 bulan upah)

             = 5 x Rp9.000.000 = Rp45.000.000

  • UPMK untuk masa kerja 4 tahun 3 bulan (2 bulan upah)

             = 2 x Rp9.000.000 = Rp18.000.000

  • UPH = (Jumlah hak cuti tidak terpakai/Jumlah hari kerja sebulan) x Upah

        = (7/22) x Rp9.000.00 = Rp2.863.636

Demikian cara menghitung pesangon bila perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. 

Untuk mempermudah manajemen karyawan, pastikan bisnismu sudah menggunakan aplikasi POS yang dilengkapi dengan fitur karyawan.

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo