Beberapa tahun lalu, digitalisasi bisnis mungkin hanya dianggap sebagai sebuah upaya untuk tampil keren, atau dalam bahasa gaulnya ‘sophisticated’. Namun, tidak demikian dengan situasi pandemi yang melanda sekarang dan membuat digitalisasi lingkungan bisnis justru menjadi sebuah keharusan untuk memastikan bisnis dapat tetap bertahan.
Pasalnya, pandemi COVID-19 yang mulai muncul di akhir tahun 2019 lalu memberikan efek yang tidak kecil bagi hampir setiap sektor usaha. Bagaimana tidak, salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalkan penyebarannya mengharuskan orang-orang untuk mengurangi intensitas bepergian ke luar rumah; terutama ketika memang tidak ada urusan yang mendesak.
Sebagai akibatnya, beragam sektor usaha dan bisnis yang selama ini dilakukan secara konvensional dengan tatap muka pun mau tak mau harus menerima dampaknya. Penurunan penjualan terus terjadi hampir di setiap bidang, dan tentunya sangat mengganggu keberlanjutan bisnis hingga menyebabkan banyak usaha terpaksa gulung tikar karena tak sanggup bertahan.
Digitalisasi Menjadi Solusi dalam Mempertahankan dan Memperluas Pasar
Menurunnya angka penjualan tentu menjadi persoalan utama yang harus segera dipecahkan. Mempertahankan pasar, atau bahkan memperluasnya, dianggap sebagai salah satu cara untuk menutupi penurunan tersebut.
Sayangnya, dalam situasi pandemi, perluasan pasar menjadi tidak mudah karena banyaknya batasan yang harus diterapkan. Menjalankan bisnis secara konvensional dianggap sudah tidak dapat lagi efektif.
Praktik digitalisasi lingkungan bisnis pun bergeser sebagai akibatnya. Jika sebelumnya mungkin hanya bisnis-bisnis besar saja yang tertarik untuk melirik perjalanan operasional bisnis secara digital, kini pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pun juga mulai mencoba berbisnis secara digital untuk menutupi turunnya angka penjualan secara luring.
Sebagai nilai tambahnya, digitalisasi memungkinkan pelaku usaha untuk menjangkau pasar yang sebelumnya tidak tercakup secara jarak. Mudah saja, jika bisnis secara konvensional dengan tatap muka memiliki batasan di mana transaksi hanya dapat dilakukan di tempat usaha, dengan digitalisasi batasan ini menjadi hilang dan pelaku usaha pun dapat menarget pasar yang lebih luas lagi.
Digitalisasi Tidak Terbatas pada Proses Jual Beli Semata
Digitalisasi lingkungan usaha dalam memperluas pasar, sesuai namanya, tidak hanya terbatas pada proses jual beli saja, tetapi juga pada keseluruhan proses bisnis yang ada.
Mulai dari proses produksi yang tidak harus dilakukan di area domisili pelaku usaha, tetapi dapat dilakukan di pabrik yang tempatnya berbeda; proses pemesanan yang tidak mengharuskan pelanggan datang langsung ke tempat usaha, tetapi cukup dengan mengunjungi alamat digital yang diberikan; proses jual beli itu sendiri, termasuk dengan transaksi pembayarannya; hingga pengurusan pengiriman produk pun dapat dilakukan secara digital.
Dengan modal bisnis yang demikian, pelanggan dapat tetap mematuhi protokol kesehatan untuk mengurangi penyebaran pandemi COVID-19 dan tetap dapat menikmati produk yang ditawarkan karena keseluruhan proses bisnis dapat dilakukan tanpa perlu bepergian ke luar rumah.
Melalui digitalisasi lingkungan bisnis, pelaku usaha pun tak perlu khawatir dengan penurunan penjualan yang terjadi secara luring karena dapat menutup kekurangan tersebut dengan penjualan secara daring.
Dukungan Penuh Pemerintah untuk Digitalisasi Lingkungan Bisnis
Keberadaan digitalisasi sebagai solusi bisnis di tengah pandemi tidak hanya disadari oleh pelaku usaha itu sendiri saja. Pemerintah, melalui Kementerian Koperasi dan UMKM yang secara penuh mendukung para pelaku usaha untuk melakukan digitalisasi, khususnya mereka yang bergerak di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Melalui berbagai program go digital yang dimilikinya. Pemerintah Republik Indonesia menargetkan akan ada 30 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang melakukan digitalisasi lingkungan bisnis pada tahun 2024 nanti.
Target tersebut tentu tidak ditentukan secara asal dan angka 30 juta yang dipatok pun sesungguhnya bukanlah angka yang mustahil untuk diraih. Dari total sekitar 60 juta usaha mikro, kecil, dan menengah yang ada saat ini, 21% di antaranya atau sekitar 13,5 juta unit usaha mikro, kecil, dan menengah sebenarnya sudah mulai merambah digitalisasi lingkungan usaha di pertengahan tahun 2021 ini.
Dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, digitalisasi lingkungan usaha mikro, kecil, dan menengah dinilai mampu memperluas pasar usahanya dan memperbaiki struktur ekonomi nasional yang sempat terguncang oleh pandemi.
Bagaimanapun juga, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan pahlawan yang paling berkontribusi dalam sektor perekonomian negara, oleh karena itu pemerintah pun terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sektor usaha tersebut dengan mendorong adanya digitalisasi bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah melalui berbagai program yang diluncurkannya.
Sebagai contoh, di pertengahan tahun 2019, pemerintah melalui Bank Indonesia meluncurkan QRIS atau kode QR standar nasional yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran secara nontunai dari berbagai platform penyedia layanan dompet digital; salah satu langkah yang mempermudah pelanggan melakukan transaksi tanpa adanya kontak fisik dengan penjual, selaras dengan protokol kesehatan yang diterapkan untuk mengurangi dampak pandemi.
Selain itu, pelaku usaha juga dapat memanfaatkan aplikasi majoo yang dirancang khusus untuk mempermudah pengelolaan bisnis, baik secara luring maupun daring, sehingga pelaku usaha dapat fokus untuk melakukan digitalisasi bisnis guna memperluas pasar yang dimilikinya!