Apakah benar bahwa bagi para pemilik usaha, memahami bagaimana caranya menghitung biaya provisi adalah sebuah keharusan? Eits, tunggu dulu! Kata siapa, coba?!
Meski memang tidak ada salahnya untuk memahami penghitungan biaya provisi dengan baik, bukan berarti ini menjadi suatu kewajiban, lho, bagi para pemilik usaha. Meski demikian, ada baiknya memang pemilik usaha setidaknya mengetahui seluk-beluk tentang biaya provisi ini agar dapat melakukan pemeriksaan ulang atau ketika dibutuhkan saat melakukan pelaporan keuangan.
Nah, jadi apa, sih, yang dimaksud dengan biaya provisi ini? Bagaimana jika kita bedah lebih dalam, mulai dari pengertiannya, penyusunan jurnalnya, contohnya, serta cara menghitungnya agar tidak kaget jika sewaktu-waktu bertemu dengan biaya provisi ini. Yuk, langsung kita bahas!
Baca juga: Pinjaman: Perhatikan Dulu Hal-Hal Ini Sebelum Mengajukan
Pengertian Biaya Provisi
Secara singkat, pengertian biaya provisi dapat dimaknai sebagai salah satu biaya yang harus dibayarkan oleh debitur ketika kredit yang diajukannya dikabulkan. Praktik pengenaan biaya provisi ini kerap terjadi pada pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Bagi yang belum tahu, tidak semua pengajuan KPR yang dilakukan oleh nasabah akan disetujui oleh pihak bank. Apabila tidak disetujui, artinya tidak ada kerja sama lebih lanjut antara nasabah dan bank terkait pembelian rumah yang diinginkan. Namun jika pengajuan kredit tersebut diterima, nasabah perlu membayarkan biaya provisi sebelum bank dapat memberikan pinjaman.
Melihat pengertian biaya provisi tersebut, tak jarang orang salah mengartikannya dengan biaya administrasi. Nyatanya, keduanya merupakan dua jenis biaya yang berbeda dan tujuannya pun tak sama. Oleh karena itu, jangan kaget apabila setelah membayarkan biaya provisi, nantinya diminta untuk membayarkan biaya administrasi juga, ya!
Selain pada Kredit Pemilikan Rumah, biaya provisi juga dapat ditemukan dalam pengajuan Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Multiguna (KGM), dan beragam jenis pinjaman lain yang sudah disediakan oleh bank sesuai dengan ketentuannya masing-masing.
Mengenal Jurnal Biaya Provisi
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mencatatkan jurnal biaya provisi, mengingat biaya ini tidak termasuk dalam utang yang dipinjamkan oleh bank, berbeda dari biaya administrasi, tetapi harus dibayarkan dalam rangkaian kegiatan pengajuan kredit?
Mudah saja, sebenarnya, biaya provisi cukup dicatatkan sebagai biaya atau biaya provisi pada kolom debet sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Hanya saja, umumnya biaya ini dicatatkan pada jurnal kedua, atau jurnal pembelian bangunan. Sementara pada jurnal pertama, yaitu jurnal uang muka pembelian, komponen yang tercatat hanya piutang uang muka di kolom debet dan bank di kolom kredit.
Karena pada dasarnya biaya provisi merupakan biaya sekali waktu yang hanya perlu dibayarkan sekali saja, hanya akan ada satu kali saja pencatatan biaya ini dalam jurnal biaya provisi.
Hal yang sama juga berlaku untuk biaya-biaya yang tercatat sebagai biaya satu waktu lainnya seperti biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya. Berbeda dengan biaya bunga yang akan terus muncul setiap bulannya tiap kali angsuran pinjaman dibayarkan. Mudah sekali, kan, sebenarnya?
Contoh Biaya Provisi
Masih kesulitan dalam memahami apa yang dimaksud dengan biaya provisi? Tak apa! Bagaimana jika sekarang kita menilik contoh biaya provisi yang lebih mudah untuk dipahami!
Ada beberapa contoh yang mungkin sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saja komisi marketing ketika seseorang membantu memasarkan produk dari pelaku usaha lain dan berhasil menjual produk tersebut. Bisa dibilang biaya provisi dibutuhkan untuk memastikan operasional suatu transaksi, baik melalui bantuan pihak ketiga maupun yang dilakukan sendiri oleh penjual.
Oleh karena itu, pengeluaran-pengeluaran yang mungkin terasa sepele seperti biaya fotokopi dan semacamnya dapat dicatatkan sebagai biaya provisi. Umumnya, pengeluaran-pengeluaran yang masuk dalam biaya provisi ini tidak tercatat karena berbagai alasan, oleh karena itu pihak bank kemudian membebankan biaya provisi dengan perhitungan persentase dari total pinjaman agar pengeluaran tersebut dapat tetap tercatat.
Baca juga: Memahami Pinjaman Online dan Dampaknya bagi Finansial
Perbedaan Biaya Provisi dengan Biaya Administrasi
Nah, setelah membaca penjelasan dan juga contoh biaya provisi, mungkin akan ada beberapa orang yang menganggapnya sebagai biaya administrasi biasa. Secara sifat, kedua biaya ini memang memiliki karakter yang serupa: merupakan biaya sampingan yang dikeluarkan untuk urusan di luar urusan utama, dan fungsinya mendukung urusan utama tersebut.
Meski demikian, biaya provisi dan biaya administrasi adalah dua jenis biaya yang berbeda, baik dari tujuan dibebankannya biaya tersebut, cara menghitung besarnya biaya yang harus dibebankan, dan juga waktu pemungutannya. Agar lebih jelas, bagaimana jika kita coba uraikan bersama-sama? Langsung saja, yuk!
1. Tujuan Pemungutan Biaya
Seperti yang sudah sempat disinggung sebelumnya, biaya provisi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan berbagai kebutuhan yang muncul dalam proses persetujuan pinjaman.
Biaya ini bisa mencakup komisi untuk tim marketing yang menyambungkan nasabah dengan pihak bank, untuk keperluan fotokopi berkas-berkas yang dibutuhkan dalam proses pengajuan pinjaman, atau urusan lain yang bertujuan untuk mendukung terlaksananya pemberian pinjaman dari pihak bank kepada nasabah.
Berbeda dengan itu, biaya administrasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pengurusan dokumen selama proses pengajuan pinjaman berjalan. Dengan demikian, kedua biaya ini memiliki tujuan yang berbeda sekalipun sama-sama dimaksudkan untuk memastikan proses pengajuan pinjaman dapat tetap berjalan dengan lancar.
2. Besarnya Nilai Biaya
Selain tujuan dibebankannya biaya, baik biaya provisi maupun biaya administrasi memiliki cara penghitungan yang berbeda. Jika besarnya biaya provisi ditentukan dari persentase total pinjaman yang diajukan, sehingga besarnya biaya provisi dapat berbeda-beda tergantung dari nilai pinjaman yang diajukan, besarnya biaya administrasi akan selalu sama tanpa terpengaruh besarnya nilai pinjaman.
Perbedaan ini terjadi karena pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam biaya provisi umumnya tidak dapat diperkirakan dengan pasti sebelumnya. Komisi marketing, misalnya saja, akan selalu mengikuti besarnya nilai transaksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk besaran biaya provisi umumnya bank akan menetapkan berdasarkan persentase dari jumlah pinjaman yang diberikan kepada nasabah. Umumnya, biaya provisi berkisar antara 0.5% hingga 3,5% dari besarnya nilai pinjaman yang diajukan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh bank.
Sebaliknya, biaya administrasi umumnya dapat langsung diketahui di awal karena kita dapat memperkirakan dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk mengurus proses pengajuan pinjaman dan berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk mengurus dokumen yang diperlukan tersebut.
Tergantung jenis pinjaman atau transaksi yang dilakukan, biaya administrasi dapat beragam. Untuk transfer antarbank, misalnya saja, nasabah akan dikenakan biaya administrasi sekitar Rp6.500. Namun, untuk pengajuan pinjaman, biaya administrasi yang harus ditanggung umumnya berkisar antara Rp250.000 hingga Rp500.000.
Baca juga: Perlu Pinjaman Tanpa Agunan? Ketahui Dulu Seluk-Beluknya!
3. Waktu Pemungutan Biaya
Perbedaan yang ketiga antara biaya administrasi dengan biaya provisi adalah waktu pemungutan biaya tersebut. Untuk biaya provisi, pembayarannya dilakukan satu kali sebelum akad kredit dilakukan. Sedikit berbeda, biaya administrasi umumnya harus sudah dilunasi bahkan sebelum proses pengajuan pinjaman siap untuk diurus.
Meski demikian, tak jarang pula kedua jenis biaya ini dibayarkan bersamaan pada saat akad kredit. Nasabah dapat melihat rincian biaya yang dibebankan ketika akad, dan memeriksa sendiri pengeluaran mana saja yang dimasukkan ke dalam kategori biaya provisi dan mana yang dicatatkan sebagai biaya administrasi.
Apabila pemrosesan dilakukan dengan bantuan pihak ketiga, sering kali biaya administrasi perlu dibayarkan terlebih dahulu sebelum biaya provisi. Pilihan ini kerap kali diambil untuk mempermudah pihak ketiga yang ditunjuk dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan lancar. Sementara biaya provisi tetap dibayarkan oleh nasabah sebelum akad kredit dilakukan.
Cara Menghitung Biaya Provisi
Nah, pertanyaan berikutnya, bagaimana, sih, cara menghitung biaya provisi? Tenang saja, cukup mudah, kok! Karena besarnya biaya provisi ditentukan dari persentase nilai pinjaman yang diajukan, kita cukup mengalikan persen biaya provisi yang telah ditetapkan oleh bank dengan nilai pinjaman yang ingin diajukan.
Misalnya saja kita ingin mengajukan pinjaman sebesar Rp100.000.000 pada bank yang menetapkan biaya provisi sebesar 2%, besarnya biaya provisi dapat dilakukan dengan mengalikan Rp100.000.000 dengan 2% atau sekitar Rp2.000.000.
Tidak perlu cemas, sekarang ini beberapa bank sudah melakukan pemotongan biaya provisi secara otomatis dari pinjaman ketika nasabah melakukan pencairan pinjaman. Misalnya saja, berdasarkan ilustrasi di atas ketika nasabah mengajukan pinjaman sebesar Rp100.000.000 dengan biaya provisi sebesar 2%, nasabah tersebut tidak perlu membayarkan biaya provisi secara langsung, tetapi saat pencairan pinjaman, dana yang diterima akan otomatis terpotong dan nasabah hanya menerima Rp98.000.000 saja.
Ketentuan-ketentuan semacam inilah yang sebaiknya dilakukan oleh setiap pemilik usaha ketika mengajukan pinjaman ke bank. Alih-alih terpaku pada cara menghitung biaya provisi yang harus dibayarkan, ada baiknya pemilik usaha mencari tahu bagaimana sistem dari bank yang ditunjuk terkait penyelesaian biaya provisi tersebut, terlebih jika kredit dilakukan dengan bantuan pihak ketiga.
Jadi, apakah tahu cara hitung biaya provisi adalah sebuah keharusan? Tentu tidak, dong. Tidak ada salahnya, memang, untuk mengetahui bagaimana cara menghitung biaya provisi ini. Namun, di era yang sudah serba cepat dan modern seperti sekarang, ada baiknya pemilik usaha lebih fokus pada hal-hal lain yang lebih membutuhkan perhatian; pengelolaan operasional bisnis, contohnya saja.
Namun, tidak perlu cemas! Dengan aplikasi majoo serta beragam fitur unggulan yang dimilikinya, pengelolaan harian bisnis juga tak akan menjadi momok yang mengerikan, kok! Mulai dari mencatat setiap transaksi yang terjadi, mengelola performa karyawan, hingga mengatur relasi dengan pelanggan, semuanya bisa dilakukan dengan aplikasi majoo!
Yuk, langsung saja berlangganan layanan aplikasi majoo!
Baca juga: Ketahui Cara Hitung Bunga Pinjaman Sebelum Ajukan Kredit