Wajib Pajak? Perhatikan 4 Asas Pemungutan Pajak Berikut!

Ditulis oleh Ajar Pamungkas

article thumbnail

Apa saja 4 asas pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia?

Apa, sih, yang dimaksud dengan asas pemungutan pajak dan mengapa kita perlu memahaminya? Sederhananya, setiap warga negara merupakan pihak wajib pajak yang harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk dijadikan pendapatan negara. Namun, tentu saja pemerintah tidak bisa secara asal menetapkan ketentuan pemungutan pajak tersebut, kan?

Agar pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara tidak melanggar hak warga negaranya, ada beberapa asas atau prinsip yang harus dipatuhi. Prinsip-prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai asas pemungutan pajak.

Nah, sebenarnya ada banyak sekali teori atau pendapat yang membahas terkait penerapan asas-asas ini dalam ketentuan pemungutan pajak. Dalam artikel ini, kita akan membahas asas-asas yang terdapat dalam buku berjudul Wealth of Nations karangan Adam Smith yang sudah dikenal sebagai tokoh ekonomi terkemuka dunia.

Yuk, langsung saja kita simak selengkapnya!

Baca juga: Menilik PTKP dan PKP Beserta Contohnya

4 Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith

Sebelum masuk dalam pembahasan yang mendetail, kita perlu tahu terlebih dahulu bahwa aktivitas pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara bukanlah sesuatu yang jahat atau semacamnya. Secara teknis, pemungutan pajak memang dilakukan dengan mengambil uang warga negara, tetapi yang harus dicatat adalah penggunaannya.

Dana yang bersumber dari pajak akan dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui berbagai bentuk jaminan sosial maupun infrastruktur. Misalnya saja dengan memastikan adanya pembangunan jalan yang mulus dari satu ke kota yang lain, sehingga proses distribusi beragam hasil produksi dapat dilakukan dengan mudah; atau dengan memberikan bantuan langsung dalam situasi khusus.

Oleh karena itu, jangan beranggap bahwa pemungutan pajak merupakan sesuatu yang buruk, karena pemungutan pajak yang lancar dapat bermuara pada peningkatan kesejahteraan seluruh warga negara. Nah, lalu bagaimana Adam Smith memandang pemungutan pajak tersebut?

Dalam bukunya yang berjudul Wealth of Nations, Adam Smith berpandangan bahwa pemungutan pajak merupakan sesuatu yang diperlukan, tetapi harus diatur sedemikian dengan ketat agar tidak terjadi kesalahan karena sifatnya yang cukup sensitif. Asas pemungutan pajak kemudian menjadi pedoman untuk memastikan aktivitas ini dapat terlaksana secara sesuai.

Apa saja, sih, keempat asas tersebut?

Baca Juga: Cara Menghitung Pajak Penghasilan

1. Asas Ekualitas

Ekualitas merupakan istilah yang diserap dari kata dalam bahasa Inggris, equality, yang secara umum dapat diartikan sebagai sesuatu yang adil atau setara. Mengapa ekualitas menjadi prinsip yang harus dipegang dalam aktivitas pemungutan pajak, ya?

Setiap warga negara yang menjadi wajib pajak jelas memiliki tingkat ekonomi yang berbeda-beda. Ada warga negara yang tingkat ekonominya tergolong menengah ke bawah, dan ada pula yang tingkat ekonominya termasuk menengah ke atas. Perbedaan ini kerap dilihat dari kemampuan warga negara tersebut untuk memperoleh pendapatan serta tingkat konsumsi yang dimilikinya.

Bagi mereka yang berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah, pendapatan tahunan yang diterima bisa dibilang tidak terlalu besar, sehingga daya beli yang dimilikinya pun cukup terbatas. Sementara itu, mereka yang berada pada tingkat ekonomi menengah ke atas memiliki pendapatan yang cukup besar sehingga daya belinya pun kuat.

Nah, jika besarnya pajak yang dipungut oleh negara dibuat setara, yaitu nilainya sama bagi seluruh warga negara tanpa melihat kemampuan ekonominya, tentu akan ada sebagian warga negara yang terbebani dengan aktivitas pemungutan pajak tersebut, kan? Oleh karena itu, asas pemungutan pajak menurut Adam Smith harus memegang prinsip ekualitas atau adil.

Dengan kata lain, besarnya pajak yang dipungut oleh negara akan berbeda-beda tergantung dari kemampuan ekonomi warga negara yang menjadi wajib pajak. Mereka dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah akan membayarkan pajak yang lebih kecil jika dibandingkan dengan warga negara yang tingkat ekonominya lebih tinggi. Prinsip tersebut pula yang membuat penghitungan pajak umumnya dilakukan dalam bentuk persentase.

Contoh asas pemungutan pajak yang memegang prinsip ini adalah membedakan besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak dengan pendapatan di atas Rp60.000.000 setahun dengan wajib pajak dengan pendapatan di atas Rp60.000.000 setahun. Konsep yang sama juga diterapkan dalam pembelian barang mewah. Semakin tinggi nilai barang mewah yang akan dibeli, semakin besar pula jumlah pajak yang harus dibayarkan.

Baca Juga: Cara Menghitung PPh yang Wajib Kamu Pahami!

2. Asas Kepastian Hukum

Pernah terpikir, tidak, kenapa orang yang sudah memenuhi syarat untuk membayar pajak disebut sebagai wajib pajak? Kenapa membayar pajak merupakan sebuah kewajiban?

Asas pemungutan pajak yang diterapkan di sini adalah asas kepastian hukum. Artinya, setiap regulasi yang terkait dengan pemungutan pajak harus didahului dengan undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, aktivitas pemungutan pajak yang dilakukan pun memiliki kepastian hukum.

Undang-undang terkait pemungutan pajak tidak hanya mengatur tata laksana kegiatan tersebut saja, tetapi juga sanksi bagi mereka yang memutuskan untuk tidak membayar pajak, baik secara sengaja maupun tidak. Alasan inilah yang membuat pajak bersifat wajib, karena negara dapat mengacu pada undang-undang yang telah ditetapkan sebagai dasar hukumnya.

Dari penjelasan tersebut, bisa dibilang bahwa ketika seorang warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk membayar pajak memutuskan untuk tidak membayarkan pajaknya, warga negara tersebut dapat dianggap melanggar hukum dan harus menjalani sanksi yang telah ditetapkan. Sanksi ini umumnya berupa denda yang harus dibayarkan pada pembayaran pajak di periode berikutnya; meski tergantung caranya, hukuman yang diberikan mungkin bukan sekadar denda saja.

Baca juga: Mengenal EFIN Pajak dan Cara Mendapatkan EFIN Online

 Dalam penerapannya, 4 asas pemungutan pajak menurut Adam Smith juga digabungkan dengan asas-asas lain.

3. Asas Kemudahan

Asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yang berikutnya adalah asas kemudahan yaitu upaya untuk membantu warga negara agar dapat lebih mudah dalam membayarkan kewajiban pajaknya.

Sekalipun sudah memiliki kepastian hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku, pembayaran pajak tetap menjadi beban warga negara karena ada aktivitas tambahan yang harus dilakukan oleh wajib pajak untuk melakukannya. Oleh karena itu, aktivitas pemungutan pajak harus dilakukan dengan semudah mungkin agar seluruh wajib pajak dapat menyelesaikan tanggung jawabnya tersebut tanpa terlalu banyak rintangan.

Salah satu implementasi dari asas ini adalah proses pemungutan pajak yang dilakukan secepatnya dan sesegera mungkin setelah wajib pajak menerima pendapatan atau melakukan pembelian. Prinsip ini pula yang membuat pajak penghasilan umumnya langsung dipotong dari gaji yang diterima setiap bulannya.

Prinsip yang sama juga berlaku pada saat kita membeli barang. Tak jarang harga yang tertera pada barang yang akan dibeli sudah termasuk pajak, atau jika harga tersebut belum termasuk pajak, pihak penjual akan memberikan informasi besarnya pajak yang harus dibayarkan untuk membeli barang dan bahwa harga yang tertera belum termasuk pajak tersebut.

Di satu sisi, mungkin kita akan merasa bahwa adanya pajak yang harus dibayarkan saat itu juga akan membuat harga barang yang ingin dibeli menjadi lebih mahal. Namun, coba bayangkan jika saat membeli suatu barang, pajaknya tidak langsung dibayarkan, tetapi ditagihkan satu atau dua bulan berikutnya. Wah, pasti akan lebih kaget dan sulit untuk menghitungnya, kan?

Pemungutan pajak yang dilakukan secara langsung setiap kali kita membeli sesuatu merupakan contoh asas pemungutan pajak yang berkaitan dengan kemudahan. Karena pajak ditagihkan secara langsung saat itu juga, wajib pajak juga akan lebih mudah untuk menghitung serta membayarkan pajak untuk transaksi yang dilakukan.

4. Asas Efisiensi

Asas pemungutan pajak yang berikutnya adalah efisiensi. Saat mendengar asas yang terakhir ini, mungkin yang banyak mengira bahwa yang dimaksud adalah ketika pajak tersebut diolah dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat, seluruh prosesnya harus dilakukan secara efisien.

Sebenarnya anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah. Meski demikian, yang dimaksud oleh asas ini sesungguhnya lebih berfokus pada kegiatan pemungutan pajak itu sendiri, lho!

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, membayar pajak kerap diposisikan sebagai sebuah beban. Tak heran jika penerimaan pajak belum bisa optimal karena masih ada wajib pajak yang tidak mematuhi peraturan terkait pemungutan pajak, khususnya bagi wajib pajak yang memang memandang pajak sebagai beban tambahan.

Karenanya, sama seperti asas kemudahan, asas yang satu ini juga ditujukan untuk mendorong agar warga negara mau menyelesaikan kewajibannya sebagai wajib pajak, yaitu dengan memastikan nilai pajak yang dipungut benar-benar efisien. Dengan kata lain, besarnya pajak yang harus dibayarkan tidak boleh lebih dari kebutuhan pengolahan pajak itu sendiri.

Contoh asas pemungutan pajak yang diterapkan di sini mencakup setiap penyusunan regulasi terkait pajak. Seluruh pajak yang ditetapkan harus memiliki tujuan yang jelas terkait apa yang ingin dicapai dengan pemungutan pajak tersebut, dan selanjutnya dihitung kebutuhan biaya yang mungkin dihadapi, kemudian besarnya nilai pajak pun bisa diperoleh.

Baca juga: Begini Cara Melaporkan Pajak Pribadi Secara Online

Asas Pemungutan Pajak Domisili

Selain 4 asas pemungutan pajak menurut Adam Smith yang telah dijabarkan di atas, ada beberapa asas lainnya yang juga diterapkan oleh negara dalam setiap kegiatan pemungutan pajak yang dilakukannya. Salah satunya adalah asas domisili.

Perbedaannya terletak pada fokus kegiatan yang dilakukan. Jika asas yang dicetuskan oleh Adam Smith lebih berfokus pada kegiatan pemungutan pajak itu sendiri, fokus yang dimiliki oleh asas pemungutan pajak domisili terletak pada penentuan pihak yang dapat menjadi wajib pajak.

Di Indonesia, asas domisili menetapkan bahwa seluruh warga negara yang tinggal di Indonesia dan juga seluruh perusahaan yang bertempat di Indonesia merupakan wajib pajak yang memiliki tanggung jawab untuk membayarkan pajaknya kepada pemerintah negara Indonesia.

Dengan demikian, penghasilan yang diperoleh dari luar Indonesia pun akan tetap terhitung sebagai objek kena pajak apabila penerima penghasilan tersebut merupakan warga negara yang tinggal di dalam negeri maupun badan-badan usaha yang bertempat di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pemilik usaha yang menekuni bidang ekspor-impor dan menerima pendapatan dari negara lain tetap menjadi wajib pajak apabila operasional bisnis yang dijalankan berada di Indonesia. Bahkan jika pendapatan yang diterima tidak dalam mata uang rupiah sekalipun, asas pemungutan pajak domisili mengharuskannya untuk membayarkan pajak tersebut kepada pemerintah Indonesia.

Nah, setelah mengetahui 4 asas pemungutan pajak, diharapkan setiap pemilik usaha pun memahami peran yang dimilikinya sebagai warga negara yang menjadi wajib pajak. Tidak perlu khawatir menghadapi kesulitan dan kebingungan terkait pajak dari bisnis yang dijalankan, terlebih jika menggunakan aplikasi majoo yang memiliki kapabilitas untuk mencatat setiap transaksi yang dilakukan secara tepat, akurat, dan otomatis!

Baca juga: Ketahui Cara Lapor Pajak Bulanan yang Praktis

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo