Apa Penyebab dan Solusi Impulsive Buying? Bisa Dihindari?

Ditulis oleh Ajar Pamungkas

article thumbnail

Impulsive buying adalah keinginan untuk membeli sesuatu secara tiba-tiba yang harus segera dipenuhi.

Jika kamu mengira impulsive buying merupakan istilah baru yang tengah dipopulerkan oleh anak-anak dari zaman kekinian, ada baiknya anggapan tersebut direvisi terlebih dahulu. Pasalnya, karakter pembelian secara impulsif ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan bisa kita temukan di mana pun.

Apa, sih, yang dimaksud dengan impulsive buying itu sebenarnya? Seperti apa contohnya dalam kehidupan sehari-hari? Apa yang menyebabkan perilaku impulsif ini muncul? Apakah ada solusi untuk menghindarinya?

Dari pada bingung bertanya-tanya sendirian, bagaimana jika kita bahas saja serba-serbi terkait pembelian yang bersifat impulsif ini dengan lebih detail? Yuk, lessgo!

Impulsive buying artinya apa, sih?

Secara sederhana, impulsive buying artinya adalah pembelian secara impulsif. Oleh karena itu, agar dapat memahaminya, kita perlu tahu dulu apa, sih, yang sebenarnya disebut dengan impulsif ini?

Beberapa orang, khususnya yang memang bergerak di bidang psikologi atau pendidikan karakter, mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan impulsif. Namun, bagi yang belum tahu, tenang saja, akan segera diberi tahu, kok!

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, impulsif diartikan menjadi bersifat cepat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati. Dengan kata lain, impulsif bisa digunakan untuk menyebut orang yang kerap melakukan sesuatu tanpa direncanakan atau dipikirkan terlebih dahulu.

Nah, dari pengertian tersebut, kita dapat menjelaskan bahwa impulsive buying artinya adalah kegiatan membeli sesuatu secara tiba-tiba tanpa direncanakan maupun dipertimbangkan terlebih dahulu. Orang yang impulsif akan membeli sesuatu bukan karena ia membutuhkan benda tersebut, tetapi sekadar ingin saja.

Repotnya, jika keinginan tersebut tidak dipenuhi, orang yang impulsif akan merasa tidak nyaman atau merasa ada yang salah. Oleh karena itu, umumnya pembelian tetap dilakukan sekalipun hanya sekadar ingin dan sebenarnya memang tidak membutuhkan barang tersebut.

Nah, apakah kamu termasuk pembeli yang impulsif? Eits, jangan terlalu cepat memutuskan, mari kita lihat contoh-contohnya terlebih dahulu agar bisa dibandingkan.

Baca juga: Catatan Atas Laporan Keuangan: Pengertian, Fungsi, Komponen

Apa saja contoh impulsive buying di kehidupan sehari-hari?

Seperti yang sudah sempat disinggung sebelumnya, kita bisa melihat contoh impulsive buying dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang paling mudah bisa kita temukan saat pergi ke mall atau department store. Di sana, banyak orang yang sebenarnya datang untuk suatu urusan tiba-tiba pulang dengan membawa hasil belanja.

Situasi ini mudah terjadi karena di mall atau department store ada banyak tenant yang menjual beragam macam barang. Sehingga ketika seseorang yang tadinya datang hanya untuk membeli sepatu, ketika melihat display di toko yang lain, ia akan secara impulsif membelinya juga tanpa pikir panjang.

Bukan tidak mungkin, lho, orang yang mengunjungi mall untuk membeli sepatu, ternyata pulang dengan barang belanjaan yang berbeda hanya karena ketika tiba di mall, ia tergoda dengan tenant lain dan melakukan pembelian secara impulsif.

Contoh impulsive buying lainnya yang juga terasa familier adalah ketika kita mendengar suara penjaja makanan keliling seperti es krim atau putu dan semacamnya. Suara yang khas tersebut membuat kita langsung tertarik untuk membeli sekalipun mungkin sebenarnya kita tidak benar-benar ingin menyantapnya.

Hanya karena mendengar suara yang familier dan kita sudah bisa memutuskan untuk melakukan pembelian. Nah, inilah yang disebut melakukan pembelian secara impulsif. Apa kira-kira contoh yang lain?

Apa yang menjadi penyebab impulsive buying?

Ada beberapa alasan yang bisa dikategorikan sebagai penyebab impulsive buying. Salah satunya adalah​​ kurangnya perencanaan terhadap anggaran maupun keuangan.

Apabila setiap pengeluaran direncanakan atau dianggarkan terlebih dahulu untuk satu periode, keinginan untuk membeli suatu barang secara tiba-tiba dapat ditekan karena masih ada pos pengeluaran lain yang harus dipertimbangkan dalam anggaran.

Sebaliknya, tanpa adanya perencanaan keuangan atau penyusunan anggaran, kita tidak akan benar-benar tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan, sehingga ketika keinginan untuk membeli sesuatu tiba-tiba muncul, tak ada pertimbangan lain yang perlu diperhitungkan dan pembelian pun mudah saja dilakukan.

Penyebab lain yang juga sering menjadi alasan seseorang untuk membeli secara tiba-tiba adalah menariknya pesan pemasaran yang diluncurkan sehingga mampu membuat orang-orang tertarik untuk membeli, meski mungkin sebenarnya barang yang dipasarkan tersebut tidak benar-benar dibutuhkan.

Nah, dari sisi internal, perasaan FOMO atau feeling of missing out juga kerap menjadi penyebab impulsive buying. Hanya karena semua orang memiliki suatu barang, perasaan FOMO ini membuat kita merasa harus memiliki barang tersebut juga. Terlepas barang tersebut benar-benar dibutuhkan, tidak jadi masalah, yang penting kita sudah memilikinya.

 Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah impulsive buying.

Memahami Kerugian Impulsive Buying

Sekalipun terasa sepele, keinginan untuk membeli sesuatu yang tiba-tiba muncul ini bisa sangat merugikan apabila kita tak dapat mengontrolnya. Salah satu efek yang paling terasa adalah kacaunya pengelolaan keuangan dan sulitnya seseorang untuk memiliki tabungan.

Pasalnya, dengan adanya impulsive buying, kita tak akan pernah bisa dengan pasti menetapkan besarnya pengeluaran yang harus dianggarkan. Tak jarang, pengeluaran yang mendadak muncul ini nilainya bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pemasukan yang diterima. Jika sudah demikian, jelas tabungan yang akan dikorbankan demi mendapatkan barang yang diinginkan, kan?

Nah, masalahnya, jika pemasukan dan tabungan sudah terkikis habis oleh pengeluaran tiba-tiba, jelas sebuah lingkaran setan akan muncul karena di periode berikutnya, orang tersebut akan kesulitan untuk membuat anggaran. Bukan tidak mungkin orang tersebut jadi harus utang untuk menutupi pengeluaran hariannya.

Tak hanya secara finansial saja. Impulsive buying sebenarnya juga bisa berefek pada emosi seseorang. Tak jarang, akibat tiba-tiba membeli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan hingga membuat pengeluaran membengkak, seseorang akan merasa sangat menyesal, tak sedikit pula yang kemudian merasa tertekan dan depresi karenanya.

Nah, jadi jangan pernah menyepelekan keinginan untuk membeli barang yang sering muncul tiba-tiba. Jika perlu, coba terapkan sejumlah solusi untuk menghindarinya.

Baca juga: Inden adalah: Prosedur Pembelian dan Kelebihan

Apa saja solusi impulsive buying?

Tentu tak ada, kan, orang yang ingin pengeluarannya membengkak akibat membeli sesuatu yang di luar kebutuhannya? Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengontrol hasrat membeli sesuatu yang tidak dianggarkan atau tidak dibutuhkan.

Setidaknya, ada tiga cara yang bisa dicoba untuk memastikan pengeluaran tak lagi membengkak akibat impulsive buying. Mulai dari membuat catatan keuangan, membiasakan diri membayar barang secara tunai, maupun membuat target untuk menghadiahi diri sendiri.

Bagaimana, sih, ceritanya hingga ketiga langkah di atas bisa membantu kita mengontrol diri? Yuk, kita bahas satu per satu, yuk!

  • Rutin membuat catatan keuangan

Tak semua orang rutin membuat catatan keuangan, terlebih bagi mereka yang memang tidak memiliki masalah keuangan. Namun, jika kamu merupakan orang yang mudah tergoda keinginan untuk membeli sesuatu, mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan secara rutin bisa dicoba untuk mengontrol keuangan.

Luangkan waktu sebelum tidur untuk mencatat semua transaksi yang terjadi di hari itu, dengan demikian, kamu akan mengetahui berapa banyak uang yang dihabiskan setiap harinya. Nah, kira-kira uang yang diterima untuk menyambung hidup akan cukup, tidak, jika pengeluaran harian tersebut membengkak akibat tak mengontrol diri saat berbelanja?

Jadi, setiap kali ingin membeli sesuatu, coba ingat kembali catatan keuangan yang sudah dibuat semalam, dan pertimbangkan dengan baik kebutuhan untuk membeli tersebut. Dengan mempertimbangkan catatan keuangan yang sudah dibuat, bukan tidak mungkin keinginan untuk melakukan pembelian pun dapat ditekan.

Baca juga: 3 Cara Menghitung Pajak Terutang Anti Ribet

  • Biasakan membayar secara tunai

Di zaman yang sudah serba modern seperti sekarang, menyelesaikan transaksi secara tunai mungkin terasa kuno dan sama sekali tidak sophisticated. Meski demikian, jika seseorang memiliki masalah dengan keinginan impulsifnya, hanya melakukan pembelian dengan uang tunai merupakan salah satu cara terbaik yang bisa dilakukan sebagai solusinya.

Mengapa bisa demikian? Sederhana saja, sama seperti alasan mengapa transaksi nontunai mulai banyak digemari, keinginan impulsif untuk membeli sesuatu juga sangat didukung dengan kemudahan yang ditawarkan oleh transaksi nontunai.

Tanpa perlu harus membawa uang terlalu banyak, tak perlu juga harus sering-sering mengunjungi ATM, transaksi nontunai bisa dilakukan untuk menyelesaikan pembelian. Mudah sekali, memang, tetapi ini akan menyulitkan mereka yang memiliki masalah dengan keinginan impulsifnya untuk menahan diri. Pasalnya, mudah sekali melakukan pembelian sekalipun tidak memiliki uang tunai, kan?

Oleh karena itu, membiasakan diri membayar segala sesuatunya secara tunai merupakan solusi terbaik yang bisa diterapkan untuk mengatasi impulsive buying. Berbeda dengan transaksi nontunai, transaksi tunai terbatas pada jumlah uang yang saat itu dibawa. Apabila harga barang yang diinginkan melebihi jumlah tersebut, sudah barang tentu barang tidak dibeli dan keinginan impulsif pun bisa ditekan.

Sebaliknya, transaksi nontunai, khususnya penggunaan kartu debit, membuat batasan tersebut sulit untuk dilakukan. Pasalnya, tak sedikit pula orang yang menjadikan dompet-dompet digitalnya sebagai tabungan. Artinya, seluruh uang yang dimilikinya ada di sana dan bisa diakses secara nontunai. Sudah terbayang, dong, apa yang terjadi jika orang tersebut memiliki keinginan yang impulsif untuk membeli sesuatu?

  • Membuat target self-reward 

Membuat batasan merupakan sesuatu yang penting untuk mengontrol rasa impulsif, salah satunya dengan menentukan target self-reward. Artinya, suatu barang baru bisa dibeli setelah menyelesaikan atau mencapai berbagai target yang telah ditentukan, bukannya langsung dibeli segera setelah keinginan tersebut muncul.

Jika memang menginginkan sesuatu, tetapkan dia sebagai target yang ingin dicapai, dan hanya bisa dibeli ketika sudah melakukan sesuatu, entah menabung hingga nominal tertentu atau menyelesaikan sebuah pekerjaan. Jika target tersebut tercapai, baru boleh membeli barang atau layanan yang diinginkan.

Dengan cara ini, keinginan untuk segera membeli sesuatu yang diinginkan bisa ditahan sejenak. Bagi mereka yang sudah menyadari bahwa dirinya bermasalah dengan impulsive buying, cara ini akan sangat menarik untuk dicoba.

Meski menetapkan batasan, tetapi jangan terlalu keras terhadap diri sendiri juga, ya! Pastikan target yang harus dicapai memang sepadan dengan self-reward yang diinginkan. Apabila target terlalu jauh atau sulit untuk dicapai, bukan tidak mungkin kita akan kelelahan untuk mengejarnya sehingga kita akan lebih mudah untuk menyerah. Sayang sekali, kan?

Oleh karena itu, tetapkan target yang memang benar-benar bisa dicapai dan masuk akal, pastikan pula memang sepadan dengan self-reward yang diinginkan agar diri pun termotivasi untuk memenuhi capaian target tersebut. Mengelola diri sendiri memang bukanlah perkara mudah, sama seperti mengelola bisnis tanpa memanfaatkan layanan aplikasi majoo.

Dengan beragam fitur unggulan yang dapat diandalkan, aplikasi majoo sudah dirancang untuk mempermudah pengelolaan bisnis secara efektif dan efisien. Fitur keuangan yang dimilikinya, misalnya saja, tak hanya dapat mencatat setiap transaksi yang terjadi secara tepat, akurat, dan otomatis, tetapi juga dapat menyajikan laporan keuangan yang mudah dipahami.

Menarik sekali, kan? Yuk, gunakan aplikasi majoo sekarang juga!

Baca juga: Utang adalah: Pengertian dan Jenis-Jenis Utang!

Referensi:

  • https://ilovelife.co.id/blog/tips-mengatasi-impulsive-buying/​​
  • https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/07/23/impulsive-buying

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo