LIFO adalah sebuah singkatan dari last in, first out; sebuah istilah yang mungkin sudah sangat umum sekali didengar, khususnya bagi pemilik usaha yang memiliki stok opname atau persediaan barang. Namun, bagi beberapa pemilik usaha lainnya, mungkin saja singkatan ini justru tak pernah mampir di telinga.
Beberapa istilah yang digunakan dalam dunia ekonomi dan bisnis terkadang memang memiliki penggunaan yang sangat spesifik, sehingga beberapa orang yang mungkin belum pernah terpapar kegiatan spesifik terkait, sama sekali tidak mengenal keberadaan istilah yang dimaksud. Meski demikian, praktik LIFO sendiri sebenarnya cukup sering dilakukan.
Bukan tidak mungkin kita sebenarnya pernah menerapkan metode LIFO ini, tetapi karena belum memahami maksud dan tujuannya, kita tak pernah tahu bahwa yang kita lakukan termasuk dalam LIFO. Agar pada kesempatan berikutnya kekeliruan ini tidak terulang, yuk, kita simak bersama serba-serbi terkait LIFO.
Baca juga: Tujuan Inventaris dan Contoh Pengelolaan Barang
Apa Itu LIFO?
Metode LIFO adalah metode pengelolaan sirkulasi barang persediaan dalam suatu operasional bisnis. Seperti yang sudah disampaikan di awal, LIFO merupakan singkatan dari ‘last in, first out’, istilah dalam bahasa Inggris yang dapat diterjemahkan secara bebas menjadi ‘barang yang terakhir masuk akan dikeluarkan lebih dahulu’.
Dari terjemahan bebas tersebut, mungkin ada beberapa orang yang bingung, “Apa hubungannya dengan bisnis, ya?” Tak perlu bingung, karena penerapan metode yang satu ini sebenarnya sangat sederhana sekali, sama sederhananya seperti nama yang dimilikinya.
Sesuai dengan kepanjangannya, dalam metode ini, barang atau produk yang akan dikeluarkan pertama kali dari gudang untuk dijual adalah barang yang terakhir masuk ke dalam gudang tersebut. Dengan kata lain, barang yang sudah lebih dulu diproduksi atau dibeli tidak akan langsung dijual apabila setelah memperoleh barang tersebut, ada barang baru yang didapatkan.
Secara singkat metode yang satu ini mungkin agak membingungkan. Wajar saja, pada umumnya pemilik usaha akan berusaha untuk menjual terlebih dahulu barang yang sudah lama berada di gudang, kan? Terlebih jika barang tersebut memiliki masa hidup yang tergolong cepat seperti makanan atau obat-obatan.
Pasalnya, jika barang yang pertama kali masuk ke gudang justru dijual belakangan, bisa jadi barang tersebut akan rusak dan nilai jualnya menurun, kan? Dibanding praktik yang umum tersebut, metode LIFO jelas akan terasa aneh dan tak masuk akal.
Eits, tidak juga, lho! Jika pemilik usaha mempertimbangkan inflasi dalam mengelola sirkulasi stok barang yang dimilikinya, metode ini justru terasa sangat masuk akal sekali untuk meningkatkan keuntungan bisnis.
Seperti yang kita ketahui, harga barang cenderung akan bergerak naik. Maksudnya, barang yang kita beli tahun lalu biasanya memiliki harga yang lebih rendah dibanding barang serupa yang kita beli di tahun ini. Nah, konsep tersebutlah yang membuat LIFO banyak digunakan.
Sebuah barang yang diperoleh tahun lalu, umumnya akan dibandrol dengan harga produksi saat itu yang lebih murah dibanding tahun ini. Karena itu, ketika barang yang sudah lama berada di gudang dijual belakangan, pemilik usaha akan memperoleh keuntungan tambahan dari selisih yang diakibatkan oleh inflasi antara biaya produksi saat itu dengan harga jual di masa sekarang.
Dari ilustrasi tersebut, jadi lebih mudah, kan, membayangkan apa itu LIFO dan mengapa metode tersebut dipilih untuk digunakan sekalipun mungkin terasa tidak wajar?
Baca juga: Aplikasi Stok Barang: Solusi Manis untuk Masalah Bisnis
Pembatasan Penerapan Metode LIFO
Metode last in, first out sebenarnya bukanlah metode yang baru. Metode ini mulai banyak digunakan di Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an karena dirasa dapat memberikan keuntungan bisnis yang lebih besar jika dibandingkan dengan metode lain yang lebih umum.
Namun, karena keuntungan yang diperoleh dari penerapan metode ini kerap dikaitkan dengan praktik kecurangan pajak karena sifatnya yang secara konstan mengeksploitasi inflasi, pemerintah Amerika Serikat menetapkan beberapa kebijakan untuk membatasi penggunaan metode tersebut dalam praktik bisnis secara umum.
Saat ini, metode LIFO hanya digunakan di Amerika Serikat dengan aturan penghitungan yang sangat ketat dan tercantum dalam undang-undangnya. Dengan adanya pembatasan ini, sebenarnya LIFO sudah mulai ditinggalkan dan para pemilik usaha kembali menjual terlebih dahulu barang yang pertama kali masuk gudang.
Secara teknis sendiri, penerapan LIFO memang cukup kontroversial. Dalam metode ini, pemilik usaha menjadi satu-satunya pihak yang diuntungkan, sementara negara dan pelanggan harus terpapar risiko kerugian. Bagi negara, kerugian yang harus dihadapi menyangkut berkurangnya pendapatan dari pajak penghasilan yang seharusnya akan lebih besar jika pemilik usaha tidak menerapkan metode ini.
Bagi pelanggan sendiri, tergantung dari jenis barang yang diperjualbelikan, risiko kerugian akan muncul dari berkurangnya masa hidup barang yang dibeli. Seperti yang sempat disinggung sebelumnya, dengan tidak segera mengeluarkan atau menjual barang yang sudah lama berada di gudang, terdapat risiko kerusakan yang lebih tinggi selama barang tersebut disimpan, terlebih jika sifat barang yang diperjualbelikan tergolong cepat memasuki masa kedaluwarsa.
Karena banyaknya potensi kerugian yang dimunculkan tersebut, seiring dengan berkebangnya peraturan perlindungan konsumen, penerapan metode LIFO pun dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak lagi membebani pelanggan dengan risiko kerugian. Oleh karena itu, metode ini kini sudah jarang ditemukan dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi.
Baca juga: Pengadaan Barang dan Jasa: Proses, Prosedur, serta Jenisnya
Perbedaan FIFO dan LIFO
Setelah mengetahui apa itu LIFO, tak ada salahnya untuk mengenal pula metode lainnya selain LIFO, yaitu metode FIFO yang merupakan singkatan dari ‘first in, first out’.
Apa, sih, perbedaan FIFO dan LIFO? Jelas perbedaan yang paling mendasar adalah penerapan metodenya. Apabila LIFO dilakukan dengan mengutamakan untuk mengeluarkan atau menjual barang yang terakhir kali masuk, cara kerja FIFO justru sebaliknya. Sirkulasi keluar dan masuk barang dalam metode FIFO akan bersifat kronologis atau linear.
Dengan kata lain, sesuai dengan namanya, metode FIFO mengharuskan pemilik usaha untuk mengeluarkan atau menjual barang sesuai dengan urutan waktu masuk atau kronologi perolehan barang tersebut. Dalam metode ini, setiap barang yang diperoleh atau produksi tidak akan menumpuk terlalu lama di gudang. Begitu ada kesempatan untuk menjual, barang tersebut akan segera dikeluarkan dari gudang.
Metode ini merupakan metode yang lebih umum sekaligus yang paling sering digunakan. Sekalipun pemilik usaha tidak bisa memperoleh keuntungan bisnis yang lebih besar dari selisih yang diakibatkan oleh inflasi ketika menerapkan metode FIFO, pemilik usaha memastikan adanya perlindungan yang lebih baik terhadap keamanan pelanggan.
Oleh karena itu, metode FIFO menjadi pilihan andalan para pemilik usaha yang memiliki persediaan hasil produksi dengan masa hidup yang tergolong cepat seperti makanan dan obat-obatan, tidak seperti metode LIFO yang lebih menekankan pada penghematan biaya dan pengurangan pajak. Untuk alasan yang sama, metode FIFO tidak dikenai pembatasan penerapan maupun aturan yang secara ketat mengikat.
Meski demikian, bukan berarti metode ini tidak memiliki potensi masalah. Dalam metode ini, pencatatan barang keluar dan masuk harus dilakukan dengan seakurat mungkin untuk memastikan barang yang pertama kali masuk bisa diprioritaskan untuk dijual lebih dulu dibandingkan dengan barang yang masuk belakangan.
Pengelolaan gudang yang teliti menjadi kunci keberhasilan metode FIFO, terlebih bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah yang umumnya tidak memiliki gudang dengan ruang yang besar. Dalam kondisi tersebut, pemilik usaha harus bisa mengatur penempatan barang di dalam gudang agar tetap efektif dan efisien, khususnya karena barang yang pertama kali masuk ke dalam gudang akan diletakkan lebih dalam dibanding barang yang masuk berikutnya.
Jika LIFO adalah metode yang lebih berorientasi pada keuntungan bisnis, metode FIFO bisa dianggap lebih berorientasi pada alur operasional proses bisnis. Pemilik usaha sebaiknya mempertimbangkan dengan baik metode apa yang ingin diterapkan dalam bisnisnya.
Tidak perlu khawatir akan menghadapi kepusingan dalam mengelola stok barang di dalam gudang, lho! Cukup gunakan aplikasi majoo yang sudah dilengkapi dengan Fitur Inventory yang dapat membantu pengelolaan persediaan barang dengan lebih mudah. Menarik sekali, kan? Yuk, segera gunakan aplikasi majoo untuk pengelolaan bisnis yang lebih efektif, efisien, serta tepat guna!