Market Cap: Definisi, Cara Menghitung, dan Kategorinya

Ditulis oleh Andiana Moedasir

article thumbnail

Memahami market cap dan cara menghitungnya 

Bicara investasi, maka kita akan bicara tentang market cap. Kapitalisasi pasar atau market capitalization ini semacam alat ukur seberapa kompeten sebuah perusahaan sebelum kamu menanamkan investasi di dalamnya.

Nah, apalagi jika strategi investasi kamu ditujukan untuk tujuan jangka panjang, mahir membaca dan membandingkan market cap menjadi hal yang penting. Tentu saja, agar tak salah langkah dalam ‘menanam’ uangmu.

Tak cuma itu, kamu pun akan mampu menaksir ukuran perusahaan, potensi pengembalian yang mungkin kamu peroleh, dan risikonya. 

Pada akhirnya kamu lebih mampu menyeimbangkan portofolio saham. Seluk-beluk dan cara menghitung market cap kita ulas di sini.

Baca Juga: Memahami Pengertian Produktivitas Kerja dalam Dunia Bisnis

Definisi Market Cap

Saat kita mengulas mengenai market cap, maka yang kita fokuskan adalah perusahaan dari sudut pandang perkembangan sahamnya. 

Mengapa? Karena market cap mengacu pada seberapa besar nilai sebuah perusahaan yang ditentukan oleh pasar saham. 

Oleh sebab itu, market cap didefinisikan sebagai total nilai perusahaan yang dihitung berdasarkan harga dan jumlah saham perusahaan yang beredar.

Istilah ini kerap digunakan dan menjadi tolok ukur para investor untuk mengukur kualitas sebuah perusahaan. Sederhananya begini: dengan mengetahui nilai market cap, investor menjadi mampu menentukan besaran dana yang diinvestasikan.

Misalnya saja kamu memiliki rencana membeli sebuah perusahaan dengan mengambil 100% kepemilikan. Maka kamu perlu mengeluarkan dana sesuai dengan besarnya nilai market cap perusahaan tersebut. 

Semakin besar nilai market cap maka semakin besar pula potensi perusahaan tersebut untuk menjadi ladang investasimu.

Menghitung Market Cap

Untuk menghitung kapitalisasi pasar perusahaan, kalikan jumlah saham beredar dengan nilai pasar saat ini dari satu saham. 

Begini formula untuk menghitung besaran market cap jika ditulis secara sistematis:

Market Cap = Jumlah Total Lembar Saham yang Beredar x Harga per Lembar Saham

Mari kita coba hitung. Sebagai contoh PT Muda Mudi Berjaya mempunyai total saham yang beredar sebanyak 500 juta lembar. Tiap lembarnya dihargai Rp2.000. Maka nilai market cap perusahaan ini adalah:

 

Market Cap PT Muda Mudi Berjaya = 500 juta lembar x Rp2.000

                                                         = Rp1 triliun

Berdasarkan kalkulasi itu, maka nilai market cap PT Muda Mudi Berjaya adalah sebesar Rp1 triliun. Hal ini artinya, kamu perlu menyiapkan dana sebesar Rp1 triliun untuk bisa membeli perusahaan tersebut secara keseluruhan.

Namun perlu diingat bahwa nilai market cap sebuah perusahaan adalah nilai yang terus berubah setiap waktu. Walaupun perubahannya tidak terlalu sering, namun cermat mengamati adalah kunci sebelum kamu berinvestasi.

Memilih market cap sesuai kebutuhan

Kategori Market Cap

Kategorisasi market cap diperlukan agar memudahkan kamu menggolongkan perusahaan berdasarkan besar kecilnya nilai sebuah perusahaan di pasar saham. Kategori ini menyoal skala market cap atau kategorisasi besar kecilnya market cap sebuah perusahaan. 

Bursa saham dunia menilai sebuah perusahaan dianggap besar jika market cap miliknya mencapai lebih dari US$10 miliar. Dinilai sedang jika market cap-nya sebesar US$2-10 miliar. Terakhir, nilai market cap dianggap kecil jika kurang dari US$2 miliar.

Di Indonesia, pasar modal menentukan peraturannya sendiri mengenai kategorisasi market cap atau skala market cap. Tentu saja karena jika mengikuti aturan bursa saham dunia, maka hampir semua perusahaan akan masuk kategori perusahaan skala kecil. 

Oleh sebab itu, Bursa Efek Indonesia mengatur skala atau kategorisasi market cap sebagai berikut:

First Liner (Blue Chip)

Jika kamu sedang mempelajari investasi, pasti kamu sudah familiar dengan istilah blue chip. Ya, perusahaan yang berada dalam kategorisasi first liner alias blue chip ini merupakan perusahaan yang memiliki market cap besar, yakni Rp10 triliun atau lebih.

Jenis perusahaan ini memiliki profil risiko yang lebih mudah diprediksi sehingga menjadi favorit para investor untuk menanamkan modal. Perusahaan blue chip dianggap punya kondisi yang sehat dan pondasinya kuat. 

Umumnya, perusahaan ini tidak mudah terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Sehingga cocok untuk kamu yang ingin berinvestasi dengan tenang. Itu artinya, perusahaan tersebut dianggap berpeluang mampu memberikan laba besar.

Lebih dari itu, perusahaan blue chip juga rajin membagikan dividen kepada para investor.

Contoh beberapa perusahaan blue chip:

  • Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES)
  • Adaro Energy Tbk (ADRO)
  • AKR Corporindo Tbk (AKRA)
  • Aneka Tambang Tbk (ANTM)
  • Astra International Tbk (ASII)
  • Bank Central Asia Tbl (BBCA)
  • Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI)
  • Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)

Second Liner

Perusahaan second liner atau middle cap merupakan perusahan yang memiliki nilai market cap antara Rp1 triliun-10 triliun. 

Walaupun nilai market cap second liner ini di bawah blue chip, profil perusahaan ini tetap dianggap memiliki citra yang baik dan tetap bagus untuk disertakan dalam portofolio investasimu. 

Hal yang berbeda adalah perusahaan second liner lebih agresif dan dinamis. Itulah mengapa kategori market cap ini diduduki oleh perusahaan yang cenderung sedang berkembang dan memiliki pergerakan yang lebih agresif. 

Contoh beberapa perusahaan second liner:

  • PT PP (Persero) Tbk (PTPPP)
  • PT Adhi karya (Persero) Tbk (ADHI)
  • PT Petrosea Tbk (PTRO)
  • PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)
  • PT Indika Energy Tbk (INDY)
  • PT Integra Indo Cabinet Tbk (WOOD)

Third Liner

Dalam skala yang juga disebut small cap ini, perusahaan memiliki nilai market cap paling kecil, yakni di bawah Rp1 triliun. Bisa dibilang, pergerakan harga sahamnya lebih mudah. 

Didukung oleh lembar harga saham yang lebih murah membuat bandar lebih mudah mengatur pergerakan sahamnya.

Meski potensial, namun investor harus waspada dan teliti dalam melakukan analisis. Harga boleh murah, namun pergerakannya yang sangat aktif membuat kamu justru perlu lebih jeli. 

Kamu bisa saja mengharapkan profit yang besar dari keuntungan perusahaan small cap ini, namun hati-hati terhadap kemungkinan kerugian yang juga sama besarnya. 

Hal ini disebabkan perusahaan tersebut merupakan emiten yang rentan terkena dampak fluktuasi ekonomi.

Contoh beberapa perusahaan third liner:

  • Argo Yasa Lestari (AYLS)
  • Perdana Karya Perkasa (PKPK)
  • Cahaya Bintang Medan (CBMF)
  • Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS)
  • Arkha Jayanti Persada (ARKA)

Baca Juga: Memahami Pengertian Ekonomi Makro Serta Tujuan Kebijakannya

Kesimpulan

Semoga penjelasan di atas membuatmu lebih jeli saat mengikuti perkembangan market cap dari perusahaan yang menjadi target investasimu. 

Sebagai saran, nih, Majoopreneurs, untuk mengurangi risiko, sebaiknya kamu berinvestasi di beberapa perusahaan dengan skala market cap yang berbeda, ya.

Investasi tentu banyak sekali pilihannya. Selain itu, banyak sekali model dan tentu saja banyak sekali ilmunya. 

Namun demikian, analisis mengenai tolak ukur risiko, tujuan keuangan, kerangka waktu untuk berinvestasi, dan laporan keuangan bisnis yang baik, adalah kunci utama untuk investasi yang terukur dan berkembang, selain analisis market cap yang kamu lakukan.

Kamu masih membutuhkan beragam informasi terkait UMKM dan dunia bisnis? Majoopreneurs bisa menemukannya di sini. Nantikan juga artikel terbaru lainnya. 

Selamat berinvestasi!

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
whatsapp logo