UMKM adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, atau sesuai dengan namanya, merupakan usaha ekonomi produktif yang dimiliki oleh perorangan maupun sebuah badan usaha dengan skala produksi yang sudah diatur.
Tentunya, semua orang sudah memahami pengertian UMKM secara garis besar tersebut. Namun, belum banyak yang tahu bahwa sesungguhnya skala produksi yang menentukan sebuah usaha dapat digolongkan sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah ternyata diatur juga dalam undang-undang.
Pengertian UMKM menurut UU No. 20 Tahun 2008
Dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah, pengertian UMKM dibagi-bagi berdasarkan skalanya: Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar.
Benar! Meski undang-undang tersebut secara khusus membahas tentang UMKM, tetapi pengertian usaha dengan skala produksi yang digolongkan sebagai usaha besar pun tetap dibahas pengertiannya.
Menurut undang-undang tersebut, sebuah usaha dapat disebut sebagai usaha mikro jika usaha tersebut merupakan usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan dengan kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp50.000.000 di luar tanah dan bangunan tempat usaha. Pendapatan tahunan usaha mikro juga dibatasi hanya hingga Rp300.000.000 saja per tahunnya.
Skala berikutnya dari UMKM adalah usaha kecil yang diberi kriteria cakupan kekayaan bersih antara Rp50.000.000 hingga Rp500.000.000 di luar tanah dan bangunan tempat usaha, serta memiliki pendapatan tahunan antara Rp300.000.000 hingga Rp2.500.000.000.
Sementara skala UMKM berikutnya adalah usaha menengah yang dibatasi dengan kriteria kekayaan bersih antara Rp500.000.000 hingga Rp10.000.000.000 di luar tanah dan juga bangunan tempat usaha. Untuk kriteria usaha menengah, cakupan pendapatan tahunannya berkisar antara Rp2.500.000.000 hingga Rp50.000.000.000 per tahunnya.
Bentuk usaha lain dengan cakupan lebih tinggi dari usaha menengah sudah tidak dapat dikategorikan sebagai UMKM, melainkan usaha besar.
Merujuk pada undang-undang tersebut, tidak hanya pengertian UMKM beserta batasan kriterianya saja yang diatur, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Aturan ini diberlakukan bukan sekadar sebagai alat bantu untuk mempermudah penggolongan kategori skala produksi sebuah perusahaan saja, Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 juga diimplementasikan untuk melindungi para pelaku usaha mikro, kecil, dan juga menengah agar tetap dapat bersaing dalam dunia bisnis yang terkadang sulit untuk diprediksi.
Bagi para pelaku usaha yang bergerak di sektor UMKM, undang-undang ini memberikan jaminan untuk keberlanjutan pengembangan bisnisnya masing-masing. Bagaimanapun juga, UMKM dapat dibilang sebagai penyokong ekonomi negara mengingat skalanya yang dekat dengan masyarakat umum. Bahkan, undang-undang tersebut juga memberikan kepastian hukum dengan mengatur pola kemitraan yang dapat dilakukan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Baca Juga: Inilah Competitive Advantage yang Sebetulnya Dimiliki UMKM
Jenis UMKM
Sama seperti pengertian UMKM yang membagi UMKM berdasarkan skalanya, jenis UMKM juga dibagi berdasarkan skala yang sama, yaitu:
-
Usaha Mikro
-
Usaha Kecil, dan
-
Usaha Menengah
Selain cakupan terkait jumlah aset dan juga pendapatan per tahun, jenis UMKM juga dapat dibedakan dari sejumlah ciri-ciri khusus yang dimilikinya:
1. Usaha Mikro
Ciri khas usaha mikro tidak hanya dilihat dari batasan aset yang dimiliki serta pendapatan per tahunnya. Lebih dari itu, usaha kecil juga memiliki cakupan manajemen yang juga jauh lebih kecil dibanding dengan jenis usaha lainnya.
Sebagai contoh, usaha mikro umumnya memiliki pengelolaan keuangan yang lebih berfokus pada operasional harian, dan bukan administrasi keuangan yang kompleks.
Meski terdengar sepele, karakter ini memberikan dampak lanjutan, di mana tidak adanya administrasi keuangan yang mendetail dan kompleks membuat usaha mikro sulit mendapatkan pinjaman modal dari bank. Wajar, sebenarnya, karena bisnis perbankan juga memiliki model bisnisnya sendiri yang banyak bergantung pada trust dari setiap pihak.
Dalam kasus ini, trust tersebut dibangun dari pembuktian kemampuan suatu usaha untuk mengembalikan pinjaman yang biasanya didapatkan dari administrasi keuangan usaha itu sendiri.
Meski demikian, usaha mikro memiliki keunggulan dalam fleksibilitas strategi penjualan. Karena cakupan usahanya yang relatif kecil, usaha mikro dapat dengan mudah melakukan pivot atau perubahan strategi terkait produk dan jasa yang ditawarkannya.
Contoh UMKM yang tergolong sebagai usaha mikro, misalnya saja warung nasi, bisa saja mengubah menu makanan yang dijualnya setiap hari dengan mengikuti peningkatan atau penurunan harga bahan-bahan makanan di pasaran.
Untuk usaha dengan cakupan usaha yang lebih besar, hal ini akan sulit dilakukan karena kompleksitas model bisnisnya tidak memungkinkan pelaku usaha dengan mudah mengubah produk atau jasa yang dipasarkan.
2. Usaha Kecil
Seperti pengertian UMKM yang sudah dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2008, usaha kecil memiliki cakupan yang sedikit lebih besar jika dibanding dengan usaha mikro dari sisi modal maupun pendapatan.
Namun, tak jauh berbeda dengan usaha mikro, usaha kecil juga belum memiliki sistem pembukuan yang kompleks. Hanya saja, usaha kecil akan lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman modal dari bank karena administrasi keuangannya sudah lebih detail dibanding usaha mikro.
Karena cakupan usahanya yang relatif lebih besar dibanding usaha mikro, tetapi dengan cakupan aset serta pendapatan yang tidak bisa dibilang memiliki perbedaan yang signifikan, usaha kecil umumnya akan menemui kesulitan saat ingin memperbesar skala usahanya.
Kegiatan nonekspor seperti impor tidak menjadi pilihan dalam usaha kecil karena kegiatan semacam itu membutuhkan modal yang cukup besar, sehingga umumnya pelaku usaha kecil akan memilih untuk mengembangkan bisnisnya secara lokal atau terbatas pada kegiatan ekspor saja.
Contoh UMKM yang tergolong sebagai usaha kecil seperti koperasi atau toko pakaian lokal, misalnya saja, sangat mungkin untuk mengekspor produk yang dimilikinya untuk dipasarkan di luar Indonesia, tetapi untuk mengimpor bahan baku utama maupun produk jadi untuk dipasarkan di dalam negeri akan menjadi tantangan yang merepotkan para pelaku usaha kecil.
3. Usaha Menengah
Dengan cakupan aset serta pendapatan yang lebih besar dibanding usaha mikro atau usaha kecil sebagaimana telah dijelaskan dalam pengertian UMKM sesuai undang-undang, usaha menengah memiliki kemampuan yang lebih besar untuk memberikan jaminan kerja serta jaminan kesehatan untuk karyawan.
Besaran modal yang dimiliki oleh usaha menengah juga memungkinkan pelaku usaha untuk melakukan impor di samping kegiatan-kegiatan ekspor. Tak jarang juga usaha menengah sudah membutuhkan aktivitas yang melibatkan kargo atau transportasi produk jarak jauh melalui laut.
Tantangan yang mungkin dihadapi jenis UMKM yang tergolong sebagai usaha menengah adalah pentingnya memperhatikan strategi bisnis yang ingin dijalankan. Dengan kompleksitas model bisnis yang lebih tinggi, tidak mudah bagi pelaku usaha untuk mengubah-ubah operasional bisnis harian jika penyesuaian tersebut terkait dengan banyak aspek.
Jika ada perubahan situasi bisnis, selama tidak tergolong sebagai keadaan darurat dengan tingkat urgensi yang mendesak, pelaku usaha tidak dapat dengan gegabah melakukan penyesuaian.
Karena kompleksitas model bisnis yang tidak dapat sefleksibel usaha mikro maupun usaha kecil, pelaku usaha menengah perlu merumuskan strategi bisnis sematang mungkin dengan mempertimbangkan semua potensi risiko yang mungkin terjadi. Sehingga, ketika terjadi situasi darurat, bisnis dapat melakukan tindakan mitigasi untuk menghindari kerugian atau bahkan kebangkrutan usaha.
Usaha besar tidak dapat dimasukkan dalam jenis UMKM karena perluasan cakupan usahanya dapat dilakukan dengan memanfaatkan model waralaba. Dengan sistem tersebut, tentu saja kompleksitas bisnisnya akan semakin tinggi sehingga ciri khas yang semestinya dimiliki oleh UMKM adalah sesuatu yang tidak memungkinkan direplikasi.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan UMKM
Dari tahun ke tahun, jumlah UMKM terus meningkat dengan stabil dan dapat dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi negara. Sebagai contoh, dalam rentang 10 tahun dari tahun 2009 hingga 2019, jumlah UMKM yang tercatat sudah bertambah sekitar 10.000.000 unit usaha. Tingkat pertumbuhan ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya saja:
1. Perkembangan Teknologi
Mengikuti perkembangan zaman dan juga teknologi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pun juga menerima manfaatnya. Semakin luasnya penyebaran penggunaan smartphone juga sangat membantu UMKM tidak hanya dari sisi pemasaran atau penjualan, tetapi juga operasional harian.
Dari sisi pemasaran serta penjualan, tentu luasnya penggunaan smartphone semakin mempermudah pelaku usaha dalam membangun citra atau brand awareness.
Dibanding dengan perkembangan UMKM di awal, misalnya, ketika kegiatan iklan hanya dapat dilakukan melalui media konvensional yang membutuhkan modal besar, kini UMKM dapat memanfaatkan berbagai media sosial dengan biaya iklannya yang lebih terjangkau. Perkembangan teknologi ini juga memicu perluasan cakupan pasar suatu bisnis.
Perkembangan teknologi mempermudah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menyusun strategi pemasaran yang lebih fleksibel. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemasaran pun dapat ditekan atau disesuaikan dengan keperluan bisnisnya sendiri.
Selain dari sisi pemasaran serta penjualan, perkembangan teknologi juga memengaruhi sisi operasional bisnis yang dapat mendorong pertumbuhan UMKM. Saat ini, sudah banyak aplikasi yang dibuat baik untuk web maupun mobile yang dapat dimanfaatkan untuk kemudahan penjalanan bisnis.
Berbagai kemudahan operasional UMKM ini meliputi aplikasi untuk mengelola keuangan usaha yang dengan akurat mencatat setiap transaksi yang terjadi hingga aplikasi yang dapat digunakan untuk mengatur stock opname. Secara langsung, keberadaan perkembangan teknologi ini dapat membantu pelaku usaha untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional harian.
2. Mudahnya Pinjaman Modal Usaha
Menjalankan suatu bisnis dengan cakupan setingkat UMKM adalah perkara yang tidak mudah maupun murah. Sekalipun pelaku usaha sudah mengumpulkan modal di awal, terkadang jumlah yang berhasil didapatkan masih belum cukup untuk operasional harian, terlebih untuk pengembangan usaha.
Untungnya, dari tahun ke tahun, kelunakan peminjaman modal usaha juga terus ditingkatkan, dan secara otomatis mendorong tingkat pertumbuhan UMKM itu sendiri. Dipermudahnya peminjaman modal usaha ini memungkinkan setiap jenis UMKM untuk mengembangkan bisnisnya; khususnya untuk usaha mikro yang tadinya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengajukan pinjaman modal usaha kepada bank.
Dipermudahnya pinjaman modal usaha memungkinkan setiap jenis UMKM untuk memikirkan strategi bisnis untuk menghadapi berbagai tantangan bisnis yang mungkin akan muncul ke depannya.
3. Perubahan Tarif Pajak
Faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat pertumbuhan UMKM adalah besarnya tarif pajak yang harus dibayarkan setiap pelaku usaha kepada negara. Secara umum, turunnya tarif pajak bisa diartikan sebagai berkurangnya beban pengeluaran usaha, dan lebih lanjut dapat memperbesar margin keuntungan bisnis.
Terlepas dari cakupan usahanya, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk sebagai wajib pajak yang harus menghitung serta melaporkan pajak penghasilan atau PPh. Setiap penurunan tarif pajak yang perlu dilaporkan oleh pelaku usaha dapat membantu pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya.
Bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang ingin mengembangkan bisnisnya agar terus maju, ketiga faktor di atas perlu diperhatikan dengan baik. Bagaimanapun, setiap faktor yang dijabarkan dapat secara langsung memengaruhi performa bisnis yang dijalankan; termasuk terkait pemasaran, operasional, dan penyusunan strategi bisnis.
Meski demikian, masih ada aspek lain yang juga perlu dipertimbangkan sehubungan dengan ketiga faktor di atas.
Elemen yang tak kalah penting bagi pelaku UMKM adalah melakukan administrasi keuangan sebaik mungkin, terlepas dari cakupan usaha yang dijalankan. Seperti yang sudah dijelaskan, usaha mikro dan kecil mungkin tidak memiliki kompleksitas administrasi keuangan yang sama seperti usaha menengah, tetapi bukan berarti aspek ini dapat diabaikan begitu saja.
Administrasi keuangan tidak hanya diperlukan oleh pelaku usaha menengah saja. Sebaliknya, administrasi keuangan yang baik juga perlu diupayakan oleh mereka yang bergerak di bidang usaha mikro dan menengah.
Dengan pencatatan keuangan usaha yang baik dan akurat, pelaku usaha dapat menghitung nominal BEP atau break event point yang dimiliki oleh usahanya. Mengetahui BEP akan membantu pelaku usaha tersebut untuk melakukan prediksi target penjualan yang perlu dilakukan agar usaha yang digeluti dapat memperoleh laba.
Hindari menjalankan bisnis secara asal dengan target penjualan yang tidak masuk akal pula; gunakan BEP sebagai patokan untuk mengetahui sudah sejauh mana perkembangan bisnis yang dijalankan untuk mencapai laba.
Terkadang pelaku usaha, khususnya dengan skala mikro atau kecil, terlalu bernafsu dalam menetapkan target penjualan tanpa memperhitungkan keperluan serta sumber daya yang dimilikinya. Padahal, angka penjualan memiliki relasi yang lurus terhadap variabel biaya yang mungkin perlu dikeluarkan; sehingga untuk mencapai target penjualan yang terlalu besar, biaya yang dikeluarkan pun juga akan membesar dan bisa jadi justru membebani bisnis dengan target yang mustahil untuk dicapai.
Fungsi penghitungan BEP bagi pelaku UMKM adalah memastikan target penjualan tersebut tidak berbeda terlalu jauh dengan sasaran yang perlu dicapai untuk menutup pengeluaran bisnis yang dilakukan.
Bagi pelaku UMKM, BEP bukan sekadar alat bantu untuk menentukan target penjualan, serta strategi pemasaran yang dapat mendorongnya, tetapi juga untuk meyakinkan investor untuk menyuntikkan dana. Tak dapat dipungkiri bahwa masalah utama yang dimiliki oleh bisnis dengan skala UMKM adalah keterbatasan modal yang dapat digunakan untuk menjalankan maupun mengembangkan bisnis.
Melalui penghitungan BEP yang akurat, ditopang dengan target penjualan yang sesuai, pelaku usaha dapat menyuguhkan argumen yang berdasarkan pada data riil kepada calon penyuntik dana maupun mitra yang ingin diajak bekerja sama dalam mengembangkan usaha.
Gunakan aplikasi majoo sekarang untuk mengembangkan UMKM yang kamu jalankan! Berbagai fitur yang dimilikinya dapat mempermudah setiap pelaku usaha, khususnya yang bergerak di skala usaha mikro, kecil, dan menengah, untuk menjalankan bisnis dengan biaya operasional yang lebih rendah dibanding ketika harus dikerjakan secara manual atau dengan cara-cara yang konvensional.
Mulai dari pencatatan keuangan secara otomatis, integrasi dengan marketplace digital yang sudah mulai banyak dilirik oleh usaha mikro, kecil, dan menengah, hingga fungsi monitoring yang memungkinkan pelaku usaha untuk mengawasi operasional bisnisnya dari mana pun mereka berada.