Di dunia maya, sempat beredar video kisah karyawan yang gajinya habis karena harus menyelesaikan NBH. Video tersebut ditonton jutaan kali karena ternyata cukup banyak warganet yang merasa relate dengan situasi ini.
Sebagian besar karyawan yang turut berkomentar merasa dirugikan dengan kebijakan NBH. Sebenarnya, apa pengertian nota barang hilang dan bagaimana dampaknya bagi karyawan?
Pengertian Nota Barang Hilang
NBH atau nota barang hilang adalah akumulasi beban barang hilang di toko yang diketahui saat menghitung stok fisik barang dan membandingkannya dengan jumlah stok barang yang tercatat dalam sistem komputer.
Biasanya, perhitungan stok tersebut dilakukan setiap akhir bulan, yaitu saat stock opname.
Baca juga: Pengertian dan Tujuan Stock Opname yang Tertata dan Akurat
Idealnya, hasil perhitungan barang secara fisik tentu sama dengan jumlah yang tertera pada sistem komputer. Sayang kenyataannya tak selalu demikian.
Tidak jarang terdapat selisih antara jumlah stok barang secara fisik dengan data komputer.
Bila selisih menunjukkan stok barang di komputer lebih sedikit daripada jumlah fisik, mungkin ada pembelian yang tidak terinput atau terdapat kekeliruan saat memasukkan jumlah stok ke sistem komputer.
Sebaliknya, kalau jumlah stok fisik lebih sedikit dibandingkan dengan data komputer, artinya ada barang yang hilang. Kehilangan barang dapat terjadi karena barbagai faktor seperti pencurian atau penjualan barang yang tidak tercatat.
Dalam kasus ada barang hilang, pihak manajemen akan menghitung persentase selisih tersebut dan memeriksa jika selisih melebihi batas toleransi kehilangan.
Ya, rata-rata toko ritel menetapkan batas toleransi kehilangan (BTK), yaitu jumlah maksimal barang hilang yang dapat ditoleransi oleh bisnis atau perusahaan. Angka BTK bervariasi, tergantung pada kebijakan perusahaan masing-masing.
Nah, bila selisih barang atau jumlah barang yang hilang melebihi BTK, kehilangan tersebut dicatat dalam nota barang hilang.
Baca Juga: Nota Kredit: Tujuan, Fungsi, dan Contoh
Sistem Penggantian Nota Barang Hilang
NBH terasa menyeramkan bagi karyawan sebab barang yang hilang bukan semata dicatat pada nota tersebut, melainkan menjadi tanggung jawab karyawan.
Dengan kata lain, nilai NBH yang sudah dikurangi BTK harus diganti oleh karyawan yang bekerja di toko ritel tersebut. Adapun model penggantiannya terbagi dua, yakni sistem potong gaji dan sistem utang.
Sistem Potong Gaji
Metode penggantian NBH yang pertama ialah metode yang lazim diterapkan oleh berbagai bisnis, yaitu sistem pemotongan gaji. Gaji karyawan akan dipotong sejumlah NBH pada bulan tersebut.
Baca juga: Upah Adalah: Arti, Sistem, dan Perbedaannya dengan Gaji
Sebut saja, toko ritel Laris Manis melakukan stock opname pada akhir Juni 2021. Lalu, dari hasil pelaksanaan stock opname tersebut, ada selisih jumlah barang.
Jumlah fisik barang lebih sedikit daripada data komputer dan persentasenya melebihi BTK. Jika dihitung ke dalam nominal, selisih tersebut senilai Rp500.000.
Adapun jumlah karyawan yang bekerja di toko Laris Manis ialah lima orang. Dengan demikian, nilai NBH yang perlu diganti oleh setiap karyawan dapat dihitung dengan cara berikut ini.
NBH = Nominal selisih barang : Jumlah karyawan
NBH = Rp500.000 : 5
NBH = Rp100.000
Jadi, gaji setiap karyawan untuk bulan Juni 2021 akan dipotong sebesar Rp100.000.
Sistem Utang
Di samping pemotongan langsung gaji bulanan, ada juga perusahaan yang menjadikan NBH sebagai utang karyawan kepada toko. Mari Kembali pada contoh barang hilang sebesar Rp500.000 di atas!
Jika toko Laris Manis menerapkan sistem utang untuk mengganti NBH, gaji karyawan pada bulan berjalan tidak akan dipotong atau diterima secara utuh oleh setiap karyawan.
Akan tetapi, NBH tersebut dicatat sebagai utang yang perlu karyawan ganti pada akhir masa bekerjanya. Tentunya, NBH akan diakumulasikan sesuai masa kerja karyawan tersebut dan penggantiannya akan dikurangi dari gaji terakhir.
Sebagai contoh, Nanda adalah salah satu karyawan di toko Laris Manis yang berlokasi di Yogyakarta. Nanda mulai bekerja pada Juni 2021 dengan penawaran gaji sesuai UMK kota Yogyakarta, yaitu Rp2.153.970.
Seperti yang sudah diketahui, pada Juni 2021, terdapat NBH sebesar Rp500.000 yang dibagi sejumlah karyawan. Hasilnya, setiap karyawan menanggung utang Rp100.000 kepada toko Laris Manis.
Nanda bekerja di toko Laris Manis selama sampai Februari 2022. Sayangnya, selama masa kerja tersebut, selalu ada NBH yang melebihi BTK setiap bulannya. Karena itu, kewajiban pengembalian NBH pun terus bertambah.
Berikut ini rincian perhitungan NBH yang menjadi tanggung jawab Nanda mulai dari Juni 2021 hingga Februari 2022.
Dari catatan NBH di atas, Nanda berutang kepada toko Laris Manis sebesar Rp700.000. Jadi, pada saat menerima gaji terakhir, Nanda hanya akan menerima uang sejumlah Rp1.453.970.
Angka tersebut diperoleh dari nominal gaji yang seharusnya diterima Nanda dikurangi dengan NBH selama 9 bulan bekerja di toko ritel Laris Manis.
Nota barang hilang adalah kebijakan pengalihan beban tanggung jawab yang didasarkan pada asumsi bahwa barang hilang pasti disebabkan oleh kesalahan karyawan.
Dampaknya tentu karyawan merasa dirugikan karena kehilangan barang belum tentu akibat kelalaian karyawan.
Baca Juga: Memahami Perbedaan antara Bon, Invoice, Kuitansi, dan Nota
Kesimpulan
Manajemen inventory bisnis ritel memang cukup menantang. Tidak heran jika selisih stok kerap terjadi.
Jumlah stok barang secara fisik mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada data stok barang yang tercatat di sistem komputer. Sering kali, stok fisik memang lebih kecil alias terjadi kehilangan barang.
Untuk menanggulangi hal ini, banyak bisnis ritel yang menerapkan penggunaan nota barang hilang.
Nota barang hilang adalah akumulasi barang hilang di toko yang diketahui setelah pelaksanaan stock opname. Nota ini tidak hanya berfungsi sebagai catatan selisih barang ketika stock opname, tetapi juga bermakna jumlah barang yang harus diganti oleh karyawan.
Setiap bisnis ritel menerapkan kebijakan berbeda-beda terkait cara penggantian barang hilang tersebut. Ada yang menerapkan sistem pemotongan gaji langsung dan ada juga yang menghitungnya sebagai utang yang akan dibayarkan dari gaji terakhir karyawan di perusahaan tersebut.
Kebijakan tersebut mungkin dianggap sebagai cara efektif agar bisnis tidak mengalami kerugian. Akan tetapi, sistem tersebut tentu dianggap merugikan oleh karyawan.
Sebetulnya, bisnis bisa terhindar dari kerugian dan tidak perlu menerapkan kebijakan yang memberatkan karyawan jika inventory-nya dikelola dengan baik.
Karena itu, pastikan kamu sudah menggunakan aplikasi point of sale (POS) yang dilengkapi dengan fitur manajemen inventory seperti majoo. Dengan demikian, data stok barang selalu terbarukan secara real time dan risiko kehilangan pun bisa ditekan. Yuk, pakai majoo sekarang!