Nah, salah satunya merupakan sumbangsih dari pajak penghasilan dari impor atau sering disebut PPh pasal 22. Tak tanggung-tanggung, penerimaannya tumbuh 236,8% (yoy) pada semester I 2022. Wow!
Jika kamu sedang memikirkan untuk menekuni bisnis barang impor, ada baiknya kamu pahami dahulu aturan mainnya.
Yuk, pelajari bersama mengenai apa itu PPh pasal 22, siapa obyek dan subyek pajaknya, serta bagaimana cara menghitungnya. Simak artikel ini sampai selesai, ya.
Baca juga: Pajak Penghasilan/PPh: Dasar Hukum, Rumus, dan Tarif
Definisi PPh Pasal 22
Aturan main utama dalam bisnis barang impor adalah Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa PPh pasal 22 adalah pajak penghasilan yang pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu (dari pemerintah maupun swasta) yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun kegiatan usaha lain.
Apakah Perbedaan PPh pasal 22 dan 23?
Perbedaan utama antara PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 terletak pada cara pemotongan/pemungutan pajaknya serta objek pajaknya.
PPh pasal 22 dilakukan dengan cara pemungutan pajak atas transaksi pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan impor, dan kegiatan usaha di bidang lain, serta kegiatan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Sedangkan PPh pasal 23 dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan yang terutang atas penyerahan dividen, bunga, royalti, sewa dan jasa-jasa tertentu dalam nama dan bentuk apapun yang dibayarkan oleh badan pemerintah.
Subjek PPh Pasal 22
Oke, kita mulai dengan siapa saja subjek PPh pasal 22?
Subjek pajak merupakan orang pribadi atau entitas yang ditentukan untuk menjadi subjek pajak. Pengaturan subjek pajak untuk PPh pasal 22 diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008.
1. Wajib Pajak Badan Pemungut PPh 22
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang.
- Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
- Bendahara pengeluaran berkenaan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
- Industri dan eksportir sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan atas pembelian dari pedagang pengumpul.
- Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
2. Perusahaan Swasta
- Badan usaha industri semen, otomotif, kertas, baja, dan industri farmasi atas penjualan di dalam negeri.
- Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor atas penjualannya di dalam negeri.
- Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualannya di dalam negeri.
- Badan usaha industri baja yang merupakan industri hulu.
- Pedagang pengumpul hasil kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang menjualnya ke badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor tersebut.
- Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Objek PPh Pasal 22
Objek pajak adalah adalah penghasilan yang dikenakan pajak. Berikut ini adalah objek PPh pasal 22.
- Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
- Pembayaran atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya.
- Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
- Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
- Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara); diatur dalam pasal 22 e.
- Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
- Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
- Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir.
- Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul oleh industri dan eksportir sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
- Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan; diatur dalam pasal 22 ayat 1 ayat 2, yaitu:
- Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
- Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya.
- Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Apartemen, kondominium dan sejenisnya, harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2.
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenis, dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
- Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
Ada beberapa hal yang bebas dari pemungutan PPh Pasal 22 seperti yang diatur dalam Undang-undang.
- Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), berupa kiriman hadiah, dan untuk tujuan keilmuan.
- Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp2.000.000,-.
- Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon serta pemakaian air dan listrik.
Apakah Semua Barang Impor Terkena Pajak Pph Pasal 22?
Tentu saja tidak, terdapat beberapa kategori barang impor yang tidak akan dipungut PPh pasal 22.
- Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
- Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk dan atau PPN.
- Impor emas batangan yang diproses jadi perhiasan untuk tujuan ekspor
- Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
- Impor barang berupa mesin dan peralatan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan oleh pengusaha di bidang pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan.
- Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama. Atau juga barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan Dirjen Bea dan Cukai.
Tarif PPh Pasal 22
Nah, ini perlu kamu pelajari dengan baik. Utamanya jika bisnis yang kamu pilih rupanya berkewajiban untuk membayar PPh pasal 22.
Besaran tarif PPh pasal 22 diatur dalam UU PPh dan diatur dalam PMK No. 34/PMK.010 Tahun 2017. Pengaturannya kamu pelajari seperti di bawah ini, ya.
1. Impor 2,5% dan 7,5%
- Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa menggunakan API untuk barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK 34/2017.
- Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor.
- Importir non-API: 7,5% dari nilai impor.
- Importir yang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang.
2. Pembelian 1,5%
Besaran tarif PPh pasal 22 sebesar 1,5 persen dari harga pembelian barang tidak termasuk PPN dan tidak final yang dilakukan oleh: Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan, Bendahara Pemerintah (PPh 22 Bendaharawan), dan BUMN/BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
3. Penjualan Hasil Produksi Tertentu
Tarif PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN serta bersifat tidak final.
DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar dari perhitungan besarnya pajak yang terutang.
Penjualan hasil produksi yang dikenakan aturan ini, misalnya produksi:
- Kertas: 0.1% dari DPP PPN
- Semen: 0.25% dari DPP PPN
- Baja: 0.3% dari DPP PPN
- Otomotif: 0.45% dari DPP PPN
- Semua jenis obat: 0,3% dari DPP PPN
4. Penjualan Hasil Produksi Migas
Tarif PPh pasal 2 dari penjualan hasil produksi migas diatur sebagai berikut:
- 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina.
- 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina.
- 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan produk kepada pihak yang dibeli dari Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina.
- 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas.
- 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas.
5. Pembelian Bahan Industri 0,25%
Tarif PPh pasal 22 untuk pembelian bahan industri atau ekspor dari pengepul tidak termasuk PPN yakni sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
Misalnya pembelian hasil hutan, peternakan, kebun, pertanian, dan perikanan yang masih belum melalui proses industri manufaktur.
6. Impor Komoditas 0,5%
Impor komoditas seperti gandum, terigu, kedelai oleh importir yang menggunakan API dikenakan tarif PPh pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai impor.
7. Ekspor Komoditas Tambang 1,5%
Tarif PPh pasal 22 sebesar 1,5% berlaku untuk ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam.
Sesuai uraian barang dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya (KK).
8. Penjualan Kendaraan Bermotor 0,45%
Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat dikenakan tarif sebesar 0,45% dari DPP PPN.
9. Penjualan Emas Batangan 0,45%
Penjualan emas batangan oleh badan usaha dikenakan tarif PPh pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.
10. Penjualan Barang Mewah
Tarif 1% dari harga jual tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk penjualan:
- Rumah beserta tanahnya, harga jual lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
- Apartemen, kondominium dan sejenisnya, harga jual lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 m2.
Tarif 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM untuk penjualan:
- Pesawat terbang pribadi dan helikopter.
- Kapal pesiar, yacht dan sejenisnya.
- Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan kurang dari 10 orang dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
- Kendaraan bermotor roda 2 dan 3 dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc
Baca juga: Bea Cukai: Pengertian, Sejarah, dan Perhitungannya
Cara Menghitung PPh Pasal 22
Contoh PPh pasal 22 kita pelajari langsung dengan melihat cara menghitungnya.
Contoh A: Misalnya produsen bahan bakar PT Indogas Nyala Abadi menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp700.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada perusahaan SPBU PT Mengalir Selamanya.
Ingat, tarif PPh pasal 22 untuk penjualan hasil produksi migas adalah 0,3%. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut adalah 0,3% x Rp700.000.000,- = Rp2.100.000,-.
Contoh B: Rizky Billar membelikan kapal pesiar untuk Lesti Kejora seharga Rp38 miliar. Tarif PPh pasal 22 yang dikenakan adalah untuk barang mewah sebesar 5%.
Jadi PPh pasal 2 yang dipungut adalah 5% x Rp38 miliar = Rp1,9 miliar. Wow!
Kesimpulan
Tak heran bukan, jika penerimaan pajak dari PPh pasal 22 mengalami kenaikan. Tentu saja selain karena bisnis impor masih sangat menggiurkan, pajak yang dikenakan pun masih terbilang cukup besar.
Nah, jika kamu sedang merancang dan merencanakan membangun bisnis impor, jangan lupa mengkalkulasikan ulang mengenai harga jualnya, ya. Serta jangan lewatkan pembayaran pajaknya.
Ingat, orang bijak taat pajak!
Referensi:
- https://pajak.go.id/id/pph-pasal-22
- https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/perpajakan/pph-pasal-22.html
- https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-22-dan-lapor-spt-pph-22/
- https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pph-pasal-22/
Sumber foto:
- Freepik.com