Mengetahui banyaknya persediaan akhir ini akan membantu perusahaan untuk membentuk rencana pemasaran dan penjualan yang lebih baik dengan menjual lebih banyak produk di masa depan.
Nah, agar kamu lebih memahami definisi persediaan akhir, metode paling umum dan contoh menghitungnya, serta jurnal penyesuaiannya, yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
Apa Itu Persediaan Akhir?
Persediaan akhir merupakan nilai barang yang wujudnya sudah tersedia untuk bisa dijual secara langsung pada akhir periode akuntansi.
Persedian merupakan bagian dari current asset ( Akitiva lancar )yang keberadaannya sangat penting bagi suatu perusahaan. Nilai persediaan merupakan salah satu komponen paling krusial di dalam laporan keuangan, terutama pada laporan neraca dan laporan laba rugi.
Bila terjadi sedikit kesalahan dalam memberikan penilaian terhadap persediaan, mengakibatkan kesalahan pada laporan neraca maupun laporan laba rugi perusahaan.
Selain itu, kesalahan menghitung persediaan akan berakibat fatal pada laporan audit, sehingga laporan audit menjadi tidak wajar.
Dalam proses menghitung persediaan, sebaiknya memilih metode penghitungan yang praktis dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
Rumus Persediaan Akhir yang Umum Digunakan
Untuk menemukan persediaan akhir, caranya dengan menambahkan biaya pembelian bersih ke persediaan awal, lalu mengurangi harga pokok penjualan.
Pembelian bersih ini berarti mengambil pengembalian atau diskon dari pembelian persediaan.
Dengan menggunakan rumus persediaan akhir, kamu akan mengetahui nilai akhir persediaan untuk suatu periode akuntansi berdasarkan nilai pasar atau harga pokok barang. Rumus persediaan akhir yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
- Persediaan awal, persediaan akhir dari periode akuntansi terakhir atau total barang dalam persediaan.
- Pembelian bersih, semua item yang dibeli dan ditambahkan ke persediaan dalam periode akuntansi yang sama.
- Harga Pokok Penjualan (HPP), total pengeluaran biaya langsung oleh perusahaan yang timbul dari barang atau jasa yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis perusahaan dalam satu periode.
Cara yang paling akurat untuk menghitung persediaan akhir adalah menghitung secara fisik barang-barang yang ada pada akhir periode akuntansi. Namun, pendekatan ini hanya dapat dilakukan untuk perusahaan kecil.
Bisnis dengan volume persediaan yang besar serta volume penjualan yang tinggi sering kali melihat jumlah persediaan mereka berubah dengan begitu cepat. Tentunya hal ini akan membuat penghitungan persediaan fisik sebelumnya menjadi tidak akurat.
Mengecilkan atau melebih-lebihkan persediaan akhir dapat menyebabkan biaya penjualan barang menjadi tinggi dan menyebabkan tidak akuratnya pendapatan bersih, aset, dan ekuitas pada perusahaan.
Sistem untuk Menentukan Nilai Persediaan Akhir
Stock opname menjadi cara yang paling banyak dilakukan untuk mengetahui jumlah barang yang masih dimiliki oleh perusahaan. Kegiatan ini biasanya dilakukan menjelang akhir tahun atau akhir periode akuntansi.
Proses stock opname sendiri bisa dilakukan dengan dua cara, yakin memanfaatkan aplikasi inventory barang atau bisa juga dilakukan secara manual.
Pada umumnya, sistem yang dipakai sebagai penentu nilai persediaan akhir ialah sistem periodik dan sistem perpetual. Penjelasan keduanya adalah sebagai berikut.
1. Sistem Periodik
Sistem ini biasanya dilakukan pada setiap akhir periode dengan menghitung langsung jumlah fisik barang sebagai penentu jumlah persediaan akhir. Dalam prosesnya, sistem periodik dibagi menjadi dalam tiga metode :
-
Metode Rata-Rata Tertimbang
Metode ini digunakan sebagai penentuan harga beli barang dengan membagi jumlah harga barang yang masih tersedia sehingga barang tersebut bisa dijual kembali.
-
Metode FIFO (First In, First Out)
Metode FIFO menganggap bahwa barang yang pertama masuk, barang itulah yang akan lebih dulu terjual.
-
Metode LIFO (Last In, First Out)
Metode LIFO menganggap bahwa barang yang terakhir masuk, barang itulah yang akan lebih dulu terjual.
2. Sistem Perpetual
Jika dibandingkan dengan sistem periodik, sistem perpetual dianggap lebih rumit, karena setiap transaksi yang berlangsung wajib dilakukan pencatatan. Pencatatan ini mulai dari transaksi pembelian hingga transaksi penjualan. Semua data yang didapat akan dijadikan acuan dalam menentukan perhitungan persediaan.
Cara Menghitung Persediaan Akhir
Berikut ini adalah metode yang paling umum digunakan untuk menentukan nilai persediaan akhir, yakni:
1. Metode Laba Kotor
Berikut adalah langkah-langkah menggunakan metode laba kotor dalam menghitung persediaan akhir.
Temukan harga pokok barang yang tersedia
Kamu dapat melakukan ini dengan menambahkan biaya persediaan awal dengan semua biaya pembelian. Hasilnya adalah harga pokok barang yang tersedia untuk dijual.
Rumus harga pokok barang yang tersedia adalah:
Temukan harga pokok penjualan
Selanjutnya, kalikanlah total penjualan dengan persentase laba kotor untuk menentukan harga Pokok Penjualan (HPP). Rumus harga pokok penjualan, yakni:
Temukan persediaan akhir
Langkah terakhir dalam menentukan persediaan akhir menggunakan metode laba kotor adalah kurangkan harga pokok penjualan dari harga pokok barang yang tersedia, hasilnya akan menjadi persediaan akhir. Rumus persediaan akhir menggunakan laba kotor, yaitu:
2. Metode Retail
Untuk menghitung persediaan akhir menggunakan metode retail, kamu dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
Temukan persentase biaya ecer
Untuk mendapatkan persentase ini, bagilah harga eceran persediaan dengan biaya persediaan yang sebenarnya. Rumus persentase biaya ecer, yaitu:
Temukan harga pokok barang yang tersedia
Langkah selanjutnya yaitu menambahkan biaya persediaan awal yang kamu punya dengan semua biaya pembelian. Hasilnya adalah harga pokok barang yang tersedia untuk dijual. Rumus harga barang yang tersedia, yaitu:
Temukan biaya penjualan
Untuk menemukan biaya penjualan dengan mengalikan jumlah penjualan dengan persentase biaya ecer. Rumus biaya penjualan, yaitu:
Temukan persediaan akhir
Kamu dapat menemukan nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok penjualan dari harga pokok barang yang tersedia. Hasilnya akan menjadi persediaan akhir. Rumus persediaan akhir dengan menggunakan metode retail, yaitu:
3. Metode Work In Process (WIP)
Metode lain yang tersedia untuk menghitung persediaan akhir adalah dengan menggunakan metode pekerjaan dalam proses, langkahnya sebagai berikut.
Temukan persediaan awal Work In Process (WIP)
Untuk menemukan persediaan awal WIP, caranya dengan mengurangkan bahan yang ditransfer ke produksi dari bahan yang dibeli. Rumus persediaan awal WIP, yaitu:
Temukan biaya produksi
Langkah kedua yaitu dengan menambahkan bahan yang ditransfer ke produksi, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Cara ini dilakukan untuk mengidentifikasi biaya overhead pabrik. Rumus biaya produksi, yaitu:
Temukan harga pokok produksi
Selanjutnya, tambahkan bahan langsung yang digunakan, tenaga kerja langsung yang digunakan, biaya produksi dan WIP awal, lalu kurangilah dengan WIP akhir. Hasilnya adalah harga pokok produksi. Rumus harga pokok produksi, yakni:
Temukan persediaan akhir
Langkah terakhir untuk mengetahui persediaan akhir dengan menggunakan metode WIP yaitu menambahkan WIP awal dan biaya produksi, lalu dikurangi dengan harga pokok produksi. Hasilnya akan menjadi persediaan akhir. Rumus persediaan akhir dengan metode WIP, yakni:
Contoh Cara Menghitung Persediaan Akhir
Kamu sudah mengetahui rumus persediaan akhir dengan beberapa metode di atas. Nah, agar kamu lebih memahaminya, di bawah ini terdapat contoh menghitungnya.
1. Contoh Menghitung Persediaan Akhir dengan Metode Laba Kotor
Temukan harga pokok barang yang tersedia
Biaya persediaan awal + Biaya semua pembelian = Biaya barang tersedia
Rp10.000.000 + Rp5.000.000 = Rp15.000.000
Harga pokok barang yang tersedia adalah Rp15.000.000.
Temukan harga pokok penjualan
Penjualan x Persentase laba kotor = Harga pokok penjualan
Rp8.000.000 x 75% = Rp6.000.000
Harga pokok penjualan adalah Rp6.000.000.
Temukan persediaan akhir
Harga pokok barang tersedia – Harga pokok barang = Persediaan akhir menggunakan laba kotor
Rp15.000.000 – Rp6.000.000 = Rp9.000.000
Nilai persediaan akhir menggunakan metode laba kotor adalah Rp9.000.000.
2. Contoh Menghitung Persediaan Akhir dengan Metode Retail
Temukan persentase biaya ecer
Biaya persediaan / Harga eceran persediaan = Persentase biaya ecer
300 / 500 = 0,6 atau 60%
Persentase biaya ecernya adalah 60%.
Temukan harga pokok barang yang tersedia
Biaya persediaan awal + Biaya semua pembelian = Harga pokok barang yang tersedia
Rp1.000.000 + Rp500.000 = Rp1.500.000
Harga pokok barang yang tersedia adalah Rp1.500.000.
Temukan biaya penjualan
Penjualan x Persentase biaya ecer = Biaya penjualan
Rp1.800.000 x 60% = Rp1.080.000
Biaya penjualannya adalah Rp1.080.000.
Temukan persediaan akhir
Harga pokok barang yang tersedia – Harga pokok penjualan selama satu periode = Persediaan akhir menggunakan eceran
Rp1.500.000 – Rp1.080.000 = Rp420.000
Persediaan akhir menggunakan eceran yaitu Rp420.000.
3. Contoh Menghitung Persediaan Akhir dengan Metode WIP
Temukan persediaan awal Work In Process (WIP)
Bahan yang dibeli – Bahan dipindahkan ke produksi = Persediaan awal WIP
Rp100.000.000 – Rp92.000.000 = Rp8.000.000
Persediaan awal WIP adalah Rp8.000.000.
Temukan biaya produksi
Bahan yang ditransfer ke produksi + Tenaga kerja langsung + Overhead pabrik = Biaya produksi
Rp92.000.000 + Rp60.000.000 + Rp88.000.000 = Rp240.000.000
Biaya produksi adalah Rp240.000.000.
Temukan harga pokok produksi
(Bahan langsung yang digunakan + Tenaga kerja langsung yang digunakan + Biaya produksi + WIP awal) – WIP akhir = Harga pokok produksi
(Rp92.000.000 + Rp60.000.000 + Rp240.000.000 + Rp8.000.000) – Rp162.000.000 = (Rp400.000.000) – Rp162.000.000 = Rp238.000.000
Biaya produksi barang adalah Rp238.000.000.
Temukan persediaan akhir
(Awal WIP + Biaya produksi) – Harga pokok produksi = Persediaan akhir menggunakan barang dalam proses
(Rp8.000.000 + Rp240.000.000) – Rp238.000.000 = Rp10.000.000
Nilai persediaan akhir menggunakan barang dalam proses adalah Rp10.000.000.
Baca Juga: 2 Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang
Jurnal Penyesuaian Nilai Persediaan Akhir
Jurnal penyesuaian persediaan barang dagang dengan menggunakan metode laba rugi biasanya identik dengan penjualan suatu barang.
Setiap transaksi yang terjadi akan memengaruhi persediaan awal dan persediaan akhir suatu barang. Tentunya hal ini akan berimbas pada harga jual sebuah produk yang akan ditawarkan kepada konsumen. Berikut ini contoh jurnal penyesuaian persediaan akhir menggunakan metode laba rugi.
Di akhir periode, saldo persediaan barang awal sebesar Rp5.000.000, dan saldo persediaan akhir adalah Rp7.000.000. Bagaimana pembuatan jurnal penyesuaiannya?
Penutup
Itulah pembahasan lengkap mengenai definisi, rumus persediaan akhir, cara menghitungnya, dan contohnya.
Nah, bagi kamu yang masih merasa kesulitan dalam hal pencatatan laporan keuangan, kamu bisa memanfaatkan aplikasi keuangan seperti majoo untuk melakukan pencatatan secara otomatis.
Selain itu, ada banyak kelebihan lain yang ditawarkan aplikasi keuangan ini untuk perusahaanmu. Bahkan kamu bisa mengontrol seluruh transaksi yang terjadi hanya menggunakan smartphone yang kamu miliki.
Dengan begitu, kamu tidak akan kesulitan untuk memproses segala jenis transaksi yang masuk ke perusahaan secara manual dan memantau seluruh prosesnya dari jarak jauh. Hanya dengan satu aplikasi, proses penyusunan jurnal penyesuaian akan menjadi lebih mudah.
Bagaimana? Kamu tertarik? Yuk, berlangganan majoo sekarang!