Pekerja Wajib Tahu: Panduan Hak Cuti Karyawan

Penulis Dini N. Rizeki
08 May 2022

article thumbnail
Banyak informasi mengenai peraturan dan regulasi pekerjaan yang perlu diketahui oleh para pekerja, salah satunya mengenai aturan hak cuti karyawan. Secara umum, peraturan ini sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. 

Namun, realitanya tidak semua perusahaan memberlakukan peraturan atau kebijakan yang sama kepada para karyawannya. Tidak sedikit pula yang menerapkan aturan cuti karyawan secara abu-abu alias tidak terbuka dengan gamblang kepada pekerjanya. Padahal, hak cuti karyawan merupakan hak utama yang bisa didapatkan oleh para pekerja selama mereka bekerja. 

Pekerja wajib mengetahui hal-hal seputar hak cuti karyawan, seperti cuti tahunan, durasi cuti, siapa saja yang berhak mendapatkan cuti, upah pekerja yang mengambil cuti tahunan, termasuk pula hak cuti karyawan kontrak bila memang status kerja mereka bukan lah karyawan tetap. 

Cuti merupakan suatu hak bagi karyawan, dapat juga diartikan sebagai ketidakhadiran sementara atau tertentu beserta keterangan dari pihak yang bersangkutan. Pengambilan libur sejenak semacam ini juga bertujuan untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani bagi para karyawan.

Baca Juga: Pengertian, Jenis, dan Tugas Karyawan 

Aturan Cuti Karyawan menurut Undang-undang

Di Indonesia, Undang-undang yang mengatur terkait hak cuti karyawan adalah Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Dijelaskan dalam UU tersebut bahwa sebuah perusahaan wajib memberikannya bagi karyawan tanpa pengurangan atau pemotongan gaji.

Dalam Undang-undang tersebut tertulis enam jenis hak cuti karyawan yaitu:

1. Cuti Tahunan

Di dalam Pasal 79 Ayat 2 (c) dipaparkan bahwa cuti tahunan akan diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Lama cuti tahunan minimal 12 hari kerja. Namun pihak perusahaan dapat menetapkan cuti di atas angka tersebut jika memang ada penyesuaian atas jabatan atau beban kerja. 

Cuti tahunan akan dianggap hangus apabila pekerja tidak mengambil hak cuti mereka. Tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur adanya kompensasi/insentif sebagai penggantian cuti yang tidak diambil oleh karyawan. 

Artinya, jika ada karyawan yang telah diberi kesempatan untuk cuti dan tidak ada kesepakatan penangguhan serta tidak ada kepentingan perusahaan yang sangat membutuhkan penanganan, maka jika cuti tidak diambil, hak cuti karyawan yang bersangkutan akan gugur atau hangus dengan sendirinya.

2. Cuti Besar

Cuti Besar, atau yang lebih dikenal dengan istilah Istirahat Panjang, merupakan hak bagi karyawan didapatkan setelah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dan berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun. 

Lama istirahat yang diberikan adalah sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan (masing-masing 1 bulan per tahun) dengan ketentuan karyawan tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan di 2 tahun berjalannya Istirahat Panjang.

3. Cuti Bersama

Cuti bersama diberikan kepada setiap karyawan sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.302/MEN/SJ-HK/XII/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama. 

Cuti bersama pada umumnya ditetapkan menjelang hari raya besar keagamaan atau hari besar nasional tanpa pengurangan atau pemotongan  tahunan. 

Berdasarkan aturan yang berlaku, apabila karyawan libur bekerja pada hari cuti bersama maka hak cuti tahunannya akan berkurang. Jadi semua keputusan ada di tangan karyawan, ingin mengambil cuti bersama atau memperpanjang cuti tahunan dengan tidak cuti bersama. 

4. Cuti Hamil/Cuti Bersalin

Karyawan perempuan yang telah hamil berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan sebelum kelahiran dan 1,5 bulan setelah kelahiran, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 82. 

Hak cuti karyawan ini diberikan agar karyawan perempuan bisa mempersiapkan diri sebelum menghadapi proses bersalin. Karyawan perempuan juga diharapkan dapat merawat bayi setelah proses bersalin. 

Selain itu, karyawan perempuan yang mengalami keguguran juga berhak mendapatkan waktu istirahat selama 1,5 bulan sesuai keterangan dokter atau bidan. Mengenai perolehan gaji akan tetap tanpa pemotongan atau pengurangan.

Apabila perusahaan tidak memenuhi hak cuti melahirkan, perusahaan akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 185 yang tertera dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. 

 Tidak ada perbedaan antara hak cuti karyawan kontrak dan tetap

5. Cuti Sakit

Karyawan yang tidak bisa melakukan pekerjaan diperbolehkan untuk mengambil waktu istirahat sesuai dengan jumlah hari yang disarankan oleh dokter. Cuti sakit dibedakan dengan cuti tahunan. Cuti sakit bisa diambil dengan syarat pekerja memiliki surat keterangan sakit dari dokter atau rumah sakit yang bersangkutan. 

Cuti sakit merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh pekerja bahkan pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020 memberi perlindungan berupa larangan PHK kepada pekerja dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus - menerus. 

PHK yang dilakukan dengan alasan tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan. 

6. Cuti Penting

Jangka waktu cuti dengan alasan penting ada dalam Pasal 93 ayat 2 dan 4. Umumnya alasan penting ini berkaitan dengan keperluan mendesak seperti: menikah, ada sanak saudara yang meninggal, menikahkan anak dll. 

Selain enam jenis cuti utama tadi, ada juga beberapa jenis cuti lainnya yang tercantum dalam Undang-undang, namun tidak semua perusahaan menerapkan hal yang sama. 

7. Cuti Haid

Saat mengalami nyeri haid, beberapa pekerja perempuan tentunya akan mengalami kesulitan bekerja. Sebagai solusi, ada cuti haid. Hak pekerja perempuan yang satu ini diatur dalam Pasal 81 Ayat 1 UU 13/2003.  Durasinya dua hari. Kamu tidak perlu memberi perusahaan surat keterangan dari dokter.

8. Cuti Lainnya 

Cuti lainnya di sini maksudnya adalah cuti yang perlu diambil secara mendadak oleh para karyawan, seperti cuti berkabung, cuti menikah, dll. Jenis-jenis cuti ini dijamin di Pasal 93 Ayat 2 dan 4 UU 13/2003. 

Jenis izin dan ketentuannya adalah:

  • Istri melahirkan, durasi cuti 2 hari
  • Istri keguguran, durasi cuti  2 hari
  • Menikah, durasi cuti hari
  • Menikahkan anak, durasi cuti 2 hari
  • Membaptiskan anak, durasi cuti 2 hari
  • Mengkhitankan anak, durasi cuti 2 hari
  • Suami/istri meninggal, durasi cuti 2 hari
  • Orang tua/mertua meninggal, durasi cuti 2 hari
  • Anak meninggal, durasi cuti 2 hari
  • Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah meninggal, durasi cuti 1 hari

Karyawan yang mengambil masa cutinya berhak mendapatkan upah penuh berupa gaji pokok tidak termasuk tunjangan. 

Tunjangan diperhitungkan berdasarkan kehadiran karyawan seperti tunjangan transportasi, tunjangan makan dan lainnya. Saat karyawan mengajukan cuti yang sesuai dengan peraturan maka perusahaan tidak diperbolehkan untuk memotong upah tetapnya. 

Baca Juga: Penilaian Kinerja Karyawan: Pengertian, Indikator, & Contoh

Aturan Cuti Karyawan Berdasarkan UU Cipta Kerja

Dengan hadirnya UU Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan terkait aturan hak cuti karyawan. UU Nomor 11 Tahun 2020 merevisi Pasal 79 pada UU Ketenagakerjaan sebelumnya.

Pada Pasal 79 UU Cipta Kerja tersebut, perusahaan wajib memberikan waktu istirahat serta cuti di mana penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

  • Istirahat saat jam kerja paling sedikit selama setengah jam, setelah bekerja 4 jam terus-menerus di mana waktu istirahat tidak termasuk jam kerja.
  • Istirahat mingguan satu hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu. Sedangkan cuti yang wajib diberikan pada karyawan adalah cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 1 tahun penuh.

Ketentuan dan aturan cuti karyawan ini harus dimuat di dalam perjanjian kerja ataupun peraturan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga dapat memberikan istirahat panjang yang juga bisa dimuat di dalam perjanjian kerja.

Setiap penyusunan aturan terkait hak cuti karyawan juga harus mempertimbangkan produktivitas perusahaan dan keperluan karyawan secara umum. Sehingga tidak akan menyebabkan terganggunya kinerja perusahaan.

Hak Cuti Karyawan Kontrak

Sejatinya, tidak ada aturan yang membedakan hak cuti karyawan kontrak dan pekerja tetap. Secara umum, hak ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020). 

Peraturan ini muncul untuk mengganti Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003). Meski begitu, tak semua aturannya diubah.

Jika tak ada penggantian aturan di Omnibus Law Cipta Kerja, pasal-pasal dalam UU 13/2003-lah yang berlaku. Hal ini juga dikonfirmasi oleh pernyataan dari Menteri Ketenagakerjaan. 

Berdasarkan undang-undang yang dijadikan pedoman untuk hak cuti karyawan, tidak secara spesifik disebutkan status pekerja  yang memperoleh hak cuti. Sehingga bisa disimpulkan bahwa beberapa jenis cuti karyawan yang disebutkan tadi, juga berlaku bagi karyawan kontrak. Berdasarkan Pasal 93 Ayat 2 UU 13/2003, di luar ketentuan istirahat sakit, karyawan kontrak tetap punya hak atas gaji seratus persen selama cuti. 

Sanksi Perusahaan Jika Melanggar Aturan Cuti Karyawan

Peraturan cuti karyawan yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan harus dipatuhi oleh semua perusahaan. Namun, bagaimana jika ternyata ada perusahaan yang melanggar aturan tersebut?

Jika melanggar, perusahaan dapat terkena sanksi karena hal tersebut masuk dalam tindak pidana. Perusahaan yang tidak mengikuti atau mematuhi ketentuan terkait cuti karyawan akan mendapatkan sanksi. Sanksi dapat berupa teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha dan denda ratusan juta rupiah. 

Misalnya, perusahaan memberikan jatah libur karyawan kurang dari 12 hari dalam setahun. Sanksi yang dapat diberikan berupa kurungan penjara antara satu bulan atau paling lama satu tahun. Disertai denda setidaknya Rp10 juta atau maksimal Rp100 juta.

Berdasarkan kasus yang pernah terjadi, sanksi pidana penjara selama 1 tahun hingga 4 tahun dengan denda sebesar 100 juta rupiah bahkan 400 juta rupiah. Hal ini berlaku bagi pelanggar yang tidak memberikan hak cuti melahirkan. 

Perusahaan juga wajib memberikan gaji untuk karyawan yang libur atau izin. Jika tidak, mereka harus siap terkena sanksi pidana berupa penjara paling sedikit satu bulan dan paling lama 4 tahun dengan denda antara Rp10 juta dan maksimal Rp400 juta.

Baca Juga: 7 Aplikasi Absensi Karyawan Online Beserta Manfaatnya

Metode dan Cara Menghitung Cuti Karyawan 

Peraturan pemerintah secara spesifik mengatur cuti tahunan yang didapatkan karyawan. Jumlah ideal yang diberikan adalah sejumlah 12 hari dalam satu tahun, dengan asumsi 1 hari setiap bulannya.

Pada Pasal 156 Ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 kemudian dijelaskan, bahwa cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, dapat diganti ke dalam bentuk uang.

Namun, sebelum membahas mengenai bagaimana perhitungan cuti tahunan diuangkan, terlebih dahulu, kamu harus memahami metode perhitungan cuti yang digunakan di Indonesia.

Metode Perhitungan Cuti Karyawan Secara Umum

Perusahaan harus menggunakan perhitungan jumlah cuti karyawan secara bijak agar dinilai adil. Cuti diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan. Ada 3 perhitungan cuti tahunan, yakni:

  1. Annually adalah hak cuti tahunan selama 12 hari dihitung per awal tahun.
  2. Anniversary adalah hak cuti tahunan selama 12 hari dihitung sejak karyawan memenuhi syarat kerja selama 12 bulan. 
  3. Annual Anniversary adalah gabungan dari kedua perhitungan cuti tahunan di atas. Hak cuti tahunan diperoleh setelah awal tahun pertama waktu anniversary berlalu. 
  4. Cuti yang Dibayar dan Tidak Dibayar

Perhitungan Cuti Karyawan yang Dapat Diuangkan

Biasanya, cuti berbayar dapat dilakukan ketika hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan berakhir. Berakhirnya hubungan kerja ini bisa dengan PHK, habis masa kontrak, atau dengan surat pengunduran diri atau resign karyawan.

Sebelum dapat menghitung jumlah total uang yang dicairkan atas vakansi yang belum diambil, terdapat 3 hal yang harus kamu ketahui.

Pertama, upah kotor setiap bulan, jumlah hak cuti yang diterima setiap tahun, dan tanggal berakhirnya kerjasama karyawan dan perusahaan.

Perhitungan pertama adalah untuk mengetahui jumlah cuti yang dapat diuangkan. Misalnya, pemberian hak cuti dilakukan secara langsung pada awal tahun sejumlah 12 hari. Bulan selesainya hubungan kerja adalah Oktober. Maka cuti yang didapat diuangkan (jika belum pernah diambil) adalah sejumlah 10/12 x 12 = 10 hari.

Untuk besaran uang yang dapat dicairkan atas hak cuti tahunan yang belum diambil ini, perhitungannya adalah sebagai berikut.: 

Misalnya, gaji yang diterima setiap bulan adalah Rp10.000.000, jumlah hari kerja pada bulan Oktober adalah 25 hari. Maka besaran uang yang dapat dicairkan = 10/25 x Rp10.000.000 = Rp4.000.000. Jadi total jumlah cuti yang dapat diuangkan adalah sejumlah Rp4.000.000.

Baca Juga: Tunjangan Karyawan: Definisi, Jenis, dan Cara Menghitungnya

Pengajuan Cuti Karyawan

Pengajuan cuti karyawan dapat diberikan kepada pihak HRD atau Personalia perusahaan. Mereka bertugas mengurus keseluruhan database, kehadiran dan jatah hak cuti karyawan

Pihak HRD atau Personalia pada masing-masing perusahaan diharapkan mampu memahami dan membedakan jenis cuti yang akan diajukan oleh karyawan. Umumnya, pada perusahaan, terdapat beberapa tipe HRD yang mengelola hal-hal yang berhubungan dengan karyawan. 

Ada tipe HRD yang bergaya konservatif-birokratis selalu menyiapkan template form cuti karyawan, bahkan memiliki template berbeda untuk beberapa jenis cuti karyawan. Misalnya form A untuk cuti tahunan, form B untuk cuti melahirkan, form C untuk cuti menikah, dan seterusnya.

Ada juga HRD yang lebih moderat dan tidak kaku dengan membebaskan karyawan untuk membuat surat cuti sendiri sesuai gaya mereka, asal maksud dan isinya jelas: kapan ingin mengambil cuti, berapa hari, dan untuk kepentingan apa.

Terakhir, ada jenis HRD tipe progresif yang tidak membutuhkan form cuti karyawan. Sebab, mereka telah menggunakan teknologi digital untuk mengelola data hak cuti karyawan, semua proses akan terekam rapi di aplikasi.

Baca Juga: HRD adalah : Definisi, Tugas, dan Struktur Organisasi

Hmm, kok menarik ya? Kesannya mempermudah pekerjaan ya? Aplikasi pengelolaan karyawan seperti yang dimaksud juga bisa kamu dapatkan di fitur yang disediakan oleh majoo. 

Dengan pencatatan absensi yang otomatis, kamu tidak perlu repot-repot lagi melakukan pencatatan jam masuk atau cuti karyawan secara manual. Semuanya sudah tercatat rapi. Dengan begitu, misalkan kamu memiliki bisnis atau perusahaan tanpa pihak HRD pun semuanya masih bisa diatasi dengan baik. Yakin, nih, masih belum mau berlangganan majoo?

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62
Selamat datang di majoo 👋 Hubungi konsultan kami untuk pertanyaan dan info penawaran menarik
whatsapp logo