Persediaan adalah kumpulan barang jadi atau bahan baku produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Bagi sebuah bisnis, terutama yang berhubungan dengan penyediaan barang atau produk, persediaan adalah hal utama.
Persediaan dapat juga dikatakan sebagai jumlah atau stok produk yang dimiliki perusahaan. Kumpulan barang ini pada akhirnya akan dijual kepada konsumen untuk meraih keuntungan.
Berdasarkan pengertian persediaan di atas, maka dapat dipastikan bahwa tidak ada persediaan pada perusahaan jasa. Alasannya, perusahaan layanan jasa tidak memproduksi ataupun menyimpan barang.
Baca juga: Layanan Jasa yang Dibutuhkan Warganet Indonesia
Persediaan atau biasa disebut inventori merupakan salah satu aset terpenting dari bisnis. Tanpa persediaan, tidak ada sumber penghasilan. Tanpa penghasilan, sebuah bisnis mustahil bisa bertahan dan berkembang.
Dalam laporan keuangan, persediaan masuk dalam kategori aset lancar pada neraca perusahaan. Ketika persediaan terjual, maka akan tercatat sebagai harga pokok penjualan pada laporan laba-rugi.
Secara rutin mengevaluasi persediaan adalah kunci kesuksesan bisnis. Tidak hanya harus mengetahui jenis-jenis persedian, tapi pemilik bisnis juga harus memahami cara mengevaluasi persediaan. Tujuannya adalah untuk menjadi acuan dalam pembuatan keputusan bisnis.
Baca juga: Tujuan Inventaris dan Contoh Pengelolaan Barang
Selain itu, pemilik bisnis juga harus memahami waktu maksimal penyimpanan persediaan barang. Sebab, menyimpan persediaan dalam waktu lama belum tentu menjadi hal yang baik. Semakin lama persediaan tersimpan, artinya akan semakin banyak biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan. Bahkan, jika terlalu lama disimpan, produk berpotensi menjadi usang dan rusak.
Setelah memahami definisi persediaan atau inventori, berikutnya majoo akan menjelaskan tentang beberapa jenis dan metode yang biasa digunakan dalam manajemen persediaan. Tapi, sebelum itu, berikut beberapa contoh barang persediaan yang sering ditemui dalam kehidupan bisnis sehari-hari:
- Penghasil karet sol sepatu mengevaluasi stok yang harus dijual kepada produsen sepatu;
- Jumlah pakaian yang harus dijual kepada konsumen;
- Jumlah mie instan yang disimpan oleh warmindo untuk disajikan kepada pelanggan;
- Tepung dan telur sebagai bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat kue dan roti.
Jenis-Jenis Persediaan
Telah dijelaskan di awal, persediaan adalah jumlah produk yang dimiliki atau disimpan oleh perusahaan untuk dijual dalam periode tertentu. Tapi, barang-barang yang disimpan tidak melulu sudah berbentuk barang jadi.
Dilansir dari buku “Manajemen Operasi” yang ditulis tahun 2005 oleh Jay Heizer & Barry Render, disebutkan bahwa persediaan dibagi menjadi empat jenis berdasarkan proses manufakturnya, antara lain:
-
Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory)
Dalam hal ini, perusahaan membeli dan menumpuk barang baku, tapi tidak diproses menjadi sebuah produk. Persediaan ini memang digunakan untuk memisahkan (decouple) para pemasok dari proses produksi.
-
Persediaan Barang Setengah Jadi (Working in Process Inventory)
Perusahaan menyimpan bahan baku setengah jadi, atau sudah mengalami beberapa perubahan, tapi belum selesai diproduksi. Persediaan barang setengah jadi akan dimanfaatkan sebagai bahan masukan produksi barang lain. Ketika sudah memasuki proses produksi, barang setengah jadi akan memiliki kualitas dan bernilai ekonomi tinggi karena telah mengalami perubahan sampai tidak dikenali lagi.
-
Persediaan Pemeliharaan, Perbaikan, dan Operasi (Maintenance, Repair, Operations - MRO)
Perusahaan melakukan persediaan MRO untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan operasional agar semua mesin yang digunakan untuk proses produksi tetap produktif. Mesin-mesin produksi akan mengalami penyusutan seiring berjalannya waktu, sehingga pemeliharaan dan perbaikan perlu dilakukan.
-
Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Inventory)
Barang jadi biasa disebut dengan barang konsumen (consumer goods). Persediaan barang ini dilakukan untuk mengantisipasi permintaan konsumen atau masyarakat di masa depan.
Sedangkan, dalam buku “Principles of Inventory and Materials Management” karya Richard J. Tersine (1994), persediaan dapat dibagi berdasarkan fungsinya:
-
Working Stock/Lot Stock
Persediaan dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk lot sejumlah yang diinginkan. Tujuannya untuk efisiensi biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan mendapatkan potongan harga.
-
Safety Stock/Fluctuation Stock
Perusahaan melakukan persediaan ini untuk mewaspadai dan mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Jika tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kekurangan persediaan (stockout). Persediaan ini berfungsi sebagai ‘tameng’ terhadap kekurangan stok.
-
Anticipation Stock/Stabilization Stock
Persediaan ini digunakan untuk menghadapi permintaan musiman yang memuncak dan keperluan situasional (demonstrasi besar-besaran, penutupan karena libur, dll.). Persediaan ini dilakukan sebelum diperlukan dan akan berkurang stoknya ketika puncak permintaan terjadi. Tujuan dari persediaan ini adalah stabilisasi rata-rata tingkat produksi dan mempertahankan jumlah tenaga kerja.
-
Pipeline Stock
Ini adalah persediaan yang berada dalam perjalanan. Dengan kata lain, stok barang sedang dalam perjalanan di truk, kapal, atau alat angkut lainnya. Atau, persediaan barang sedang menunggu proses produksi atau menunggu dipindahkan ke gudang.
-
Decoupling Stock
Dalam hal ini, perusahaan melakukan persediaan yang dapat memenuhi permintaan atau kebutuhan masyarakat tanpa perlu tergantung pada distributor atau supplier.
-
Physics Stock
Perusahaan menyimpan barang untuk mendorong pembelian. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi keterlambatan waktu produksi. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu menanggung biaya operasional pabrik.
Baca juga: Cara Menentukan Biaya Overhead Pabrik
Cara Mengevaluasi Persediaan
Sebagai pebisnis, kamu harus memahami cara mengevaluasi persediaan. Banyaknya stok yang dimiliki oleh perusahaan akan memengaruhi caramu dalam mengambil keputusan yang dapat berdampak bagi perusahaan.
Untuk mengevaluasi persediaan, ada tiga metode yang digunakan, yaitu:
1. Metode First in, First Out (FIFO)
Metode ini mirip metode dalam memberlakukan antrian (First Come, First Served). Pengertiannya adalah dengan menjual stok lama terlebih dahulu sebelum menyimpan atau menerima stok baru.
Konsep ini sangat bermanfaat untuk mengurangi biaya penyimpanan. Karena semakin tua barang, maka semakin tinggi risiko barang tersebut menjadi usang. Jika metode ini tidak digunakan, maka akan memengaruhi keuntungan perusahaan.
Di bawah ini adalah langkah-langkah untuk mengevaluasi persediaan dan harga pokok penjualan menggunakan metode FIFO:
Langkah 1 - Metode First in, First Out (FIFO) |
Menentukan tanggal mulai dan tanggal berakhir
|
Jumlah persediaan yang dimiliki oleh perusahaan harus diterapkan tanggal mulai dan tanggal berakhir. Misalnya, dari tanggal 1 hingga 31 Januari 2022, berapa banyak jumlah stok yang ada. Bandingkan dengan jumlah stok yang masuk dari tanggal 1 hingga 31 Desember 2021. |
Langkah 2 - Metode First in, First Out (FIFO) |
Mencari tahu biaya yang dibayarkan
|
Setelah menetapkan tanggal mulai dan tanggal berakhir, kemudian perhatikan faktur pembelian. Tentukan berapa banyak yang sudah kamu bayarkan untuk barang-barang tersebut.
Misal, di minggu pertama kamu melakukan penambahan stok tas selempang perempuan sebanyak 10 buah seharga Rp100.000. Kemudian, minggu berikutnya, terjadi penambahan stok produk yang sama sebanyak 10 buah lagi seharga Rp150.000. Artinya, kamu sudah menyimpan sebanyak 20 buah tas selempang perempuan. Di minggu ketiga, kamu berhasil menjual 15 tas. |
Langkah 3 - Metode First in, First Out (FIFO) |
Menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP)
|
Untuk menentukan HPP, kamu harus mengurangi jumlah persediaan yang terjual, lalu dikalikan dengan biaya pembelian.
Misalnya, HPP untuk contoh kasus di atas adalah (10 x Rp100.000) + (5 x Rp150.000) = Rp1.750.000.
Sehingga, dapat disimpulkan, HPP-nya adalah Rp1.750.000.
|
2. Metode Biaya Persediaan Rata-Rata
Metode ini menggunakan rata-rata dari semua persediaan yang dibeli untuk menentukan HPP. Berikut langkah-langkah cara menghitung HPP menggunakan metode ini:
Langkah 1 - Metode Biaya Persediaan Rata-Rata |
Menentukan biaya rata-rata persediaan
|
Jumlah semua biaya pembelian persediaan untuk satu jenis produk, lalu bagi dengan jumlah produk yang dibeli.
Misalnya, kamu membeli sebuah produk dengan harga Rp100.000, kemudian membeli lagi dengan harga Rp150.000. Maka, biaya rata-rata persediaan yang dibeli adalah:
Rp100.000 + Rp150.0002=Rp125.000 |
Langkah 2 - Metode Biaya Persediaan Rata-Rata |
Menentukan biaya rata-rata barang yang diproduksi
|
Jika usahamu memproduksi persediaan dengan menggunakan berbagai bahan baku, gunakan persamaan berikut:
Total BiayaTotal Unit Persediaan=Biaya Rata-Rata
|
Langkah 3 - Metode Biaya Persediaan Rata-Rata |
Menghitung persediaan |
Hitung jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan pada tanggal mulai dan tanggal akhir. Kemudian, kalikan biaya rata-rata dengan selisih persediaan ini. |
Langkah 4 - Metode Biaya Persediaan Rata-Rata |
Menghitung persediaan |
Hitung jumlah persediaan yang dimiliki perusahaan pada tanggal mulai. Jangan lupa untuk menghitung pula HPP-nya.
Misalnya, total belanja persediaan tas selempang perempuan adalah Rp125.000 x 10 kemeja = Rp1.250.000. Jika berhasil menjual 5 tas, total HPP-nya adalah Rp625.000, karena Rp125.000 x 5 adalah Rp625.000. |
3. Metode First In, Last Out (FILO)
Kebalikan dari metode pertama, barang persediaan hasil dari pembelian terbaru adalah yang dijual pertama kali. Sedangkan, persediaan lama adalah yang terakhir dijual.
Metode ini sering digunakan oleh para pengusaha di bidang fashion. Mereka akan menjual pakaian yang sedang tren atau hype di waktu itu. Stok lama akan disimpan di dalam gudang dan menunggu untuk dijual lagi ketika trennya sudah berubah kembali. Jika pandai membaca dan memanfaatkan tren yang sedang berkembang, cara ini efektif dalam mendapatkan keuntungan yang besar.
Berikut adalah langkah-langkah cara menentukan HPP menggunakan metode ini:
Langkah 1 - Metode First In, Last Out (FILO) |
Menentukan pembelian terbaru |
Secara berkala, lakukan inventarisasi stok terbaru. Sebab, metode ini menetapkan bahwa barang yang paling baru dibeli akan dijual terlebih dahulu. Stok lama dipinggirkan sejenak. |
Langkah 2 - Metode First In, Last Out (FILO) |
Temukan biaya pembelian
|
Tentukan berapa harga yang dibayarkan untuk membeli persediaan.
Misalnya, kamu memulai dengan persediaan 10 blus seharga Rp20.000 pada hari Senin, dan 10 blus lagi seharga Rp40.000 pada hari Jumat. Di minggu berikutnya, 15 blus berhasil terjual. |
Langkah 3 - Metode First In, Last Out (FILO) |
Totalkan jumlahnya |
Dengan 10 blus yang dibeli seharga Rp20.000, kamu sudah mendapatkan Rp200.000 karena 10 x Rp20.000 = 200.000.
Blus model terbaru ini harus menjadi yang pertama kali dijual. Sehingga, untuk menghitung HPP dengan menggunakan metode FILO, maka:
Sisa 5 blus yang dibeli terakhir seharga Rp20.000 masing-masing mendapatkan Rp100.000. Lalu, tambahkan nilai penjualan terakhir, yaitu Rp200.000 + Rp100.000 = Rp300.000. Maka, HPP-nya adalah sebesar Rp300.000. |
Baca juga: Menilik Lebih Dalam Pengertian, Jenis, dan Contoh Surplus
Kesimpulan
Dalam sebuah aktivitas bisnis, terutama sebuah usaha dagang, memantau persediaan agar tetap sesuai kebutuhan adalah hal yang sangat penting. Perlu ketelatenan dan ketelitian dalam melakukannya.
Jika sebuah usaha telah memiliki banyak cabang dan gudang untuk menyimpan persediaan, maka kamu perlu memantau nilai persediaan secara up to date dan real-time dengan menggunakan aplikasi keuangan majoo.
Kamu pastinya tidak ingin bisnis yang kamu rintis mengalami kerugian karena ada persediaan yang tidak terjual, rusak, bahkan kedaluwarsa.
Aplikasi dari majoo akan memudahkan dalam pengelolaan pembukuan, sekaligus operasional bisnis, termasuk pengelolaan persediaan. Aplikasi keuangan majoo sendiri memiliki fitur pengelolaan persediaan terlengkap.
Yuk, jadilah majoopreneurs yang cerdas mulai dari hari ini!