Koreksi Fiskal: Definisi, Penyebab, dan Tujuannya

Ditulis oleh Retna Kumalasari

article thumbnail

Pembuatan laporan keuangan berdasarkan data-data yang sesuai kondisi perusahaan.

Sebagai wajib pajak, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan keuangan yang tepat dan sesuai. Hal ini membuat sebuah perusahaan perlu menyusun serta menyampaikan laporan keuangan perusahaannya.

Dalam proses penyusunannya, ada kemungkinan perusahaan akan menemukan kendala yang terjadi. Salah satunya adalah tidak sesuainya data dengan laporan yang ada. 

Maka dari itu, perlu dilakukan koreksi fiskal agar laporan keuangan perusahaan yang akan dilaporkan dapat sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut.

Pembuatan laporan keuangan perusahaan sebagai pelaku wajib pajak perlu mengacu kepada peraturan perpajakan. Standar Akuntansi Keuangan merupakan acuan dari prose pembuatan laporan keuangan

Definisi Koreksi Fiskal 

Koreksi fiskal adalah proses pencatatan, penyesuaian, dan pembetulan atas laba komersial yang disesuaikan dengan standar ketentuan perpajakan dimana penyesuaian ini dapat membantu menghitung penghasilan wajib pajak.

Beberapa ahli menyampaikan pengertian koreksi atau rekonsiliasi fiskal sebagai berikut:

Pohan (2014) menyampaikan bahwa koreksi fiskal adalah teknik pencocokan yang dilakukan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial (yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi/PSAK) dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga memunculkan penyesuaian baik positif maupun negatif.

Menurut Supriyadi (2014), koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Sedangkan Suandy (2016) menyatakan bahwa koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan penyampaian tersebut, dapat disimpulkan bahwa koreksi fiskal merupakan proses pembetulan dan penyesuaian yang dilakukan karena terdapat perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dan aturan perpajakan yang berlaku.

Baca Juga: Definisi, Cara Membuat, dan Contoh Jurnal Penyesuaian Bisnis

Tujuan Koreksi Fiskal

Tujuan dilakukannya koreksi fiskal adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan atas pelaporan pajak yang sesuai dengan standar perpajakan. Selain itu, untuk meminimalisir kesalahan perhitungan pajak dan tidak adanya kerancuan dalam laporan keuangan yang akan diberikan.

1. Alat untuk memenuhi rancangan laporan

Aturan dan regulasi yang sudah dikeluarkan oleh Dirjen pajak adalah acuan perusahaan untuk melakukan laporan keuangan perusahaan. Supaya rancangan laporan sesuai, maka perusahaan wajib melakukan koreksi fiskal untuk dapat memastikan tidak adanya kerancuan dan ketidaksesuaian pada laporan yang dibuat.

2. Meminimalisir kesalahan hitung pajak bisnis

Koreksi fiskal dirasa penting untuk dilakukan sebab jika terjadi kesalahan perhitungan pajak, maka hal ini dapat merugikan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pentingnya ketelitian saat melakukan koreksi atau rekonsiliasi fiskal dengan data, transaksi, serta penghasilan yang sesuai.

3. Cek ulang laporan yang sudah dibuat

Koreksi fiskal perlu dilakukan setelah pembuatan laporan keuangan. Memastikan kembali laporan sebelum diserahkan dilakukan berdasarkan data-data yang ada dengan menyesuaikan transaksi yang terjadi di perusahaan.

Baca Juga: Mari Mengenal Pengertian dan Fungsi Rekening Koran

Penyebab Terjadinya Koreksi Fiskal

Dalam melakukan proses pelaporan keuangan terdapat adanya perbedaan pada penempatan atau pengakuan biaya dan penghasilan. Perbedaan ini bisa terjadi pada laporan keuangan akuntansi komersial maupun laporan keuangan akuntansi pajak. 

Terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yakni:

Baca juga: 10 Prinsip Dasar Akuntansi dalam Penyusunan Laporan Keuangan

1. Beda Tetap (Permanent Different)

Koreksi terjadi jika terdapat perbedaan pengakuan pada biaya atau penghasilan antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen.

Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield mengungkapkan bahwa perbedaan tetap disebabkan oleh pos-pos yang termasuk dalam laba keuangan sebelum pajak tetapi tidak pernah termasuk ke dalam laba kena pajak.

Perbedaan permanen yang terjadi hanya akan mempengaruhi periode terjadinya, maka perbedaan tersebut tidak menimbulkan perbedaan dari jumlah kena pajak. Sehingga, tidak ada konsekuensi pajak yang ditangguhkan yang perlu diakui.

Dalam hal pengakuan penghasilan, penyebab koreksi beda tetap terjadi karena:

  1. Berdasarkan akuntansi komersial disebut penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan termasuk penghasilan.

    Contohnya: Deviden

  2. Berdasarkan akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final.

    Contohnya:

    • Penghasilan berupa hadiah undian
    • Penghasilan transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
    • Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
    • Penghasilan dari jasa konstruksi
    • Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan lainnya

    Dalam hal pengakuan biaya atau beban koreksi, penyebab beda tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial termasuk ke dalam biaya, sedangkan Undang-undang PPh mengatakan sebaliknya dan tidak mengurangi penghasilan bruto, contohnya:

  3. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan:
    • yang tidak termasuk objek pajak
    • yang perkenaan pajaknya bersifat final
    • yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
  4. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk barang bukan uang.
  5. Sanksi administrasi berupa denda, bunga, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dalam bidang perpajakan.
  6. Pajak penghasilan
  7. Biaya lain yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan.

2. Beda Waktu (Time Different)

Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan pada Undang-undang PPh yang sifatnya sementara.

Dalam hal ini, beda waktu terjadi karena penghasilan diterima setelah lebih dari satu tahun. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui pada saat yang diterima sekaligus.

Perbedaan yang terjadi dapat menyebabkan dicatatnya kewajiban pajak yang ditangguhkan. Perbedaan sementara ini dapat dikurangkan dan dapat menyebabkan pencatatan pada aktiva pajak yang ditangguhkan itu sendiri.

Penyebab pengakuan biaya yang terjadi karena koreksi beda waktu adalah:

  • Perbedaan Metode Penyusutan

    Menurut Undang-undang PPh, metode penyusutan yang boleh digunakan hanya metode garis lurus dan saldo menurun.

  • Perbedaan Metode Penilaian Persediaan

    Undang-undang PPh menentukan bahwa metode penilaian persediaan yang boleh digunakan hanya metode rata-rata FIFO.

  • Penyisihan Piutang Tak Tertagih

    Penyisihan piutang tak tertagih tidak diperbolehkan kecuali untuk usaha-usaha tertentu berdasarkan Undang-undang PPh.

Baca juga: Mari Memahami Pengertian dan Fungsi Pajak

Pembuatan laporan keuangan sebagai bagian dari evaluasi perusahaan.

Jenis- jenis Koreksi Fiskal

Terdapat dua jenis koreksi fiskal yang perlu diketahui. Hal ini didasarkan atas laporan keuangan yang akan dilakukan oleh perusahaan. 

1. Koreksi Fiskal Positif

Ikatan Akuntan Indonesia (2016) menyampaikan bahwa koreksi fiskal positif adalah upaya penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak). 

Hal ini dilakukan dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan Undang-undang PPh beserta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat menambah atau mengurangi biaya komersial.

Koreksi fiskal positif dapat terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah akibat dari adanya beban yang tidak diakui oleh pajak (non deductible expense), penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal, amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal, serta penyesuaian fiskal positif lainnya.

Koreksi fiskal positif dapat berakibat pada pengukuran biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial atau penambahan penghasilan.

2. Koreksi Fiskal Negatif

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2016), koreksi fiskal negatif merupakan proses penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak).

Koreksi fiskal negatif dilakukan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan Undang-undang PPh dan bersifat mengurangi penghasilan atau biaya-biaya komersial.

Koreksi fiskal negatif dapat terjadi jika pendapatan menurut fiskal berkurang sebagai akibat dari adanya penghasilan yang digunakan PPh final, penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal, amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal, penyesuaian fiskal negatif lain, dan penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.

Terjadinya koreksi fiskal negatif berimbas pada adanya pengurangan penghasilan atau peningkatan biaya yang diakui ke dalam laporan laba rugi komersial.

Contoh Koreksi Fiskal

Berikut ini adalah salah satu contoh kertas kerja rekonsiliasi atau koreksi fiskal untuk mengetahui penghasilan kena pajak perusahaan tersebut

ABC Koreksi Fiskal Tahun Pajak 2020 (dalam ribuan rupiah)

 

No

Nama Rekening

Laporan Keuangan Komersial

Koreksi Fiskal

Laporan Keuangan Fiskal

Positif

Negatif

1

Penjualan

Rp1.250.000



Rp1.250.000

2

HPP





3

Persediaan Awal

Rp200.000




4

Pembelian

Rp1.000.000



Rp200.000

5

Persediaan Akhir

Rp720.000



Rp1.000.000

6


Rp480.000


Rp20.000

Rp700.000

7

Penghasilan Bruto Usaha

Rp770.000



Rp500.000

8

Beban Operasional:





9

Gaji

Rp55.000



Rp55.000

10

Tunjangan Transport Karyawan

Rp45.000



Rp45.000

11

Beban Makan Kantor

Rp6.000



Rp6.000

12

Beban Pengobatan Ditanggung Perusahaan

Rp20.000

Rp20.000


0

13

Beban Training Karyawan

Rp15.000



Rp15.000

14

Beban Seragam Satpam

Rp12.000



Rp12.000

15

Beban Sanksi Administrasi Pajak

Rp10.000

Rp10.000


0

16

Beban Bunga Pinjaman

Rp7.000



Rp7.000

17

Cadangan penghapusan Piutang

Rp5.000

Rp5.000


0

18

Beban Jamuan Tamu Tanpa Daftar Nominatif

Rp10.000

Dapatkan Inspirasi Terbaru dari majoo

Subscribe untuk dapatkan berita, artikel, dan inspirasi bisnis di email kamu

Footer support

Pustaka majoo

Isi Form dibawah ini untuk download pustaka

format: 62xxxxxxxx
Batal
Icon close

Temukan Paket Paling Tepat untuk Bisnismu

Isi form berikut untuk membantu kami tentukan paket paling sesuai dengan jenis dan skala bisnismu.
solusi bisnis form

+62